Kiai Raden Kalyubi Abdullah
Raden Kalyubi,demikian nama putra Kiai Raden Abdullah keturunan Mbah Raden Ardisela dan Nyai Ruhilah keturunan Embah Muqoyim ini.Beliau lahir sekitar tahun 1900 M.Masa kecilnya dihabiskannya di Desa Tuk Karangsuwung,Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.
Raden Kalyubi kecil banyak menghabiskan waktunya untuk belajar ilmu agama.Selain diajar oleh ayahnya sendiri,Raden Kalyubi juga belajar di beberapa pesantren,seperti Buntet,Benda kerep dan beberapa pesantren lain di pulau jawa.Karena Kiai Raden Abdullah ayahnya lebih suka dengan pendidikan salafi,maka Raden Kalyubi cenderung lebih banyak mendapatkan pendidikan agama melalui sistem yang sangat tradisional dan terlepas dari pendidikan yang dipengaruhi oleh Belanda melalui sekolah umumnya.Hal ini juga sebagai bentuk perlawanan pada penjajah Belanda.
Ketika besar Raden Kalyubi mulai melanjutkan estafet dakwah ayahnya.Selain mengajar mengaji Al Quran dan kitab kuning di daerah Tuk Karangsuwung,Sindang Laut,Lemahabang dan sekitarnya,Raden Kalyubi juga mengajar mengaji di Indramayu,yaitu seperti di Celeng,Larangan,Pengauban,Karang Ampel,Sukra,Tegal Taman dan lain sebagainya,melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh para leluhurnya terdahulu.Beliau mengajar secara berkeliling dari satu daerah ke daerah lainnya.
Orang-orang saat itu biasa memanggilnya dengan sebutan Raden Kalyubi,Wa Raden Kalyubi,Kiai Kalyubi atau secara lengkap dengan sebutan Kiai Raden Kalyubi.Menurut beberapa orang tua yang pernah bertemu dengan beliau,Kiai Raden Kalyubi adalah sesosok pria dengan perawakan tubuh yang tinggi dengan kulit putih.Orangnya dikenal santun,tenang tapi tegas dan sangat sayang terhadap istri dan keluarganya.
Saat mengajar,Kiai Raden Kalyubi juga lebih suka dengan cara yang tradisional.Maka tak heran jika banyak anak murid atau anak keturunan muridnya yang mengikuti jejaknya untuk mesantren di Benda Kerep.Begitu juga dengan anak-anaknya,beliau lebih suka mengirim anak-anaknya belajar di pesantren Benda Kerep dibandingkan pesantren Buntet yang lebih dekat secara histori dan juga wilayah.
Kiai Raden Kalyubi menikah dengan Nyai Siti Aminah,putri dari Kiai Ilyas Abdussalam dari Buntet pesantren.Dari pernikahannya ini beliau dikaruniai empat orang anak,yaitu Khanifah,Saadah,Khalimah dan Djunaedi.Dari keempat anak tersebut hanya dua orang anak yang hidup hingga tua dan mempunyai keturunan,yaitu Saadah yang menikah dengan Mukhtar yang tinggal di Desa Sukaperna,Bangodua Indramayu,dan Djunaedi yang menikah dengan Khuriyah yang tinggal di Tuk Karangsuwung,Lemahabang,Cirebon.Kedua menantu Kiai Raden Kalyubi ini terbilang unik,di mana menantu laki-lakinya adalah cicit dari Kiai Krian atau Kiai Anwarudin,sedang menantu perempuannya adalah cicit dari Kiai Abdul Jamil bin Mbah Mutaad Buntet Pesantren.
Selain mengajar mengaji,Kiai Raden Kalyubi juga dikenal sebagai wirausahawan yang mempunyai banyak tanah dan sawah.Maklum saja,karena ayahnya dan juga kakek buyutnya dikenal sebagai orang yang suka membuka lahan baru untuk ditempati oleh orang-orang yang tidak mempunyai lahan garapan.Sebenarnya banyak dari tanah warisan peninggalan ayahnya yang dijual atau dikuasai oleh orang lain,tapi beliau tidak terlalu mempermasalahkannya karena beliau berkeyakinan semua hanya titipan Allah swt.
Ibunya yang pandai berjualan mengajarkannya untuk menjadi seorang wirausahawan.Jadi ketika mengajar mengaji secara berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya,beliau selalu membawa aneka dagangan seperti ukup atau pewangi tradisional yang dibuat dari aneka kayu dan rempah-rempah,aneka jenis jamu,kain batik Cirebon dan lain sebagainya.Selain bepergian dengan kereta api yang menjadi alat transportasi andalan saat itu,beliau juga suka mengendarai sepeda miliknya yang saat itu terbilang barang yang tidak murah dan memang menjadi kendaraan andalan masyarakat Indonesia yang dimiliki secara pribadi pada umumnya.
Sekitar tahun 1935 M rencananya Kiai Raden Kalyubi hendak menunaikan ibadah haji.Segala persiapan telah dilakukan dan aneka perlengkapanpun sudah disiapkan mulai dari bahan makanan dan juga perlengkapan masak,cuci dan lain-lain untuk dibawa ke tanah suci.Tapi rencana ibadah haji tersebut urung terlaksana karena di Arab sedang terjadi huru-hara dan berkecamuk perang.
Sumber lain mengatakan kejadian gagalnya Kiai Raden Kalyubi pergi haji tersebut terjadi tahun 1942.Hal tersebut karena datangnya tentara Jepang.Bangsa Indonesia saat itu sudah dijajah Jepang yang ternyata menjajah dengan lebih kejam dari pihak penjajah Belanda,hingga banyak membuat kesengsaraan bagi rakyat Indonesia,termasuk rakyat Cirebon pada khususnya.Alasan utama tidak melanjutkan ibadah haji adalah tentu saja untuk melindungi keluarga dan juga untuk berjuang melawan penjajah Jepang.Maklum saja,saat itu Jepang menjajah dengan sangat kejam,hingga membuat tak sedikit orang Indonesia yang kekurangan pangan dan kelaparan,kekurangan sandang hingga banyak yang menggunakan pakaian dari karung goni,dan aneka macam penderitaan lainnya.
Sumber lain mengatakan kejadian gagalnya Kiai Raden Kalyubi pergi haji tersebut terjadi tahun 1942.Hal tersebut karena datangnya tentara Jepang.Bangsa Indonesia saat itu sudah dijajah Jepang yang ternyata menjajah dengan lebih kejam dari pihak penjajah Belanda,hingga banyak membuat kesengsaraan bagi rakyat Indonesia,termasuk rakyat Cirebon pada khususnya.Alasan utama tidak melanjutkan ibadah haji adalah tentu saja untuk melindungi keluarga dan juga untuk berjuang melawan penjajah Jepang.Maklum saja,saat itu Jepang menjajah dengan sangat kejam,hingga membuat tak sedikit orang Indonesia yang kekurangan pangan dan kelaparan,kekurangan sandang hingga banyak yang menggunakan pakaian dari karung goni,dan aneka macam penderitaan lainnya.
Bila menelusuri cerita Djunaedi anak dari Kiai Raden Kalyubi yang mengaku lahir lebih cepat lima tahun dari tanggal kelahirannya di kartu identitas yang tertera tahun 1942,kisah pertamalah yang lebih mendekati kebenaran.Karena Jepang baru menginjakkan kaki ke Indonesia sekitar tahun 1942 M.
Sama seperti pendahulunya yang berjuang melawan penjajah,begitu juga yang dilakukan oleh Kiai Raden Kalyubi.Beliau berjuang semampunya dengan apa yang beliau punya.Beliau berjuang melalui pendidikan juga melalui perang langsung melawan penjajah.Beliau bersama Kiai Bakri Kasepuhan dan Kiai Pekalangan termasuk ke dalam tiga orang yang selalu menjaga dan siap membantu Kiai Abas Abdul Jamil saat berhadapan dengan pihak penjajah.Apabila berhadapan dengan penajajah yang bertugas di Sindanglaut,Kiai Raden Kalyubilah yang biasa membantu Kiai Abas menyelesaikan masalahnya.
Saat usianya belum terlalu tua,Kiai Raden Kalyubi meninggal dunia karena sakit.Kejadian ini terjadi sekitar tahun 1937 M sebrlum Indonesia merdeka saat anak-anaknya masih kecil.Bahkan,Djunaedi anaknya saat itu masih berada di dalam kandungan.Karena hal ini,ketika harta warisan milik Kiai Raden Kalyubi dijual oleh orang lain,anak-anak Kiai Raden Kalyubi tidak bisa terlalu berbuat banyak.Satu persatu tanahnya yang banyak hanya tinggal sedikit,hanya tersisa rumah di atas tanah seluas 1400 meter persegi saja,yang kemudian diwariskan untuk kedua anaknya,yaitu Saadah dan Djunaedi.
Demikian Sekilas tentang Kiai Raden Kalyubi,generasi kelima dari Mbah Raden Ardisela dari putrinya yang bernama Nyi Raden Aris yang menikah dengan Raden Rangga Nitipraja.Makam Kiai Raden Kalyubi terletak di komplek makam Mbah Raden Ardisela,berada dekat makam anggota keluarga lainnya seperti makam Kiai Ilyas Abdussalam mertuanya,Kiai Raden Abdullah Raksa ayahnya,Kiai Raden Raksa kakeknya,Kiai Raden Rangga dan Nyi Raden Aris buyutnya,dan beberapa makam anggota keluarga besar Mbah Raden Ardisela lainnya.