Sabtu, 22 Oktober 2016

Guru Culun Dan Murid Polos

Guru Culun Dan Murid Polos

Pindah ke Cirebon,ganti suasana juga ganti keadaan.Terakhir mengajar di Bogor,saya mengajar anak-anak sma yang penuh dinamika dan romantika.Anak-anak yang sudah mengerti cinta dan segala seluk beluknya.Di Cirebon kembali saya harus mengajar semua usia,mulai anak-anak hingga orang tua.

Anak-anak yang polos yang kadang membuat saya jadi baper alias bawa perasaan.Mereka yang kadang bicara semaunya dan berfikir omongannya tak berpengaruh apa-apa.Untunglah,sebagai seorang bujangan lapuk saya sudah terbiasa dengan aneka problematika perjombloan.Jadi omongan apa saja sudah tak terlalu berpengaruh untuk kehidupan saya.Yang penting senang dan tak kehabisan uang.

Sekali waktu ada anak yang bertanya tentang usia saya,saya jawab usia saya seusia ayah atau uwak kamu,jadi tanya saja ayahmu berapa usianya.Setelah pulang,keesokan harinya dengan senyum sumringah anak itu menyebutkan usia saya,usia yang tentu saja tidak lagi muda untuk ukuran jomblo pada umumnya.

Di lain waktu ada anak yang bertanya pada saya,kenapa setua ini saya belum menikah,katanya saya aneh.Seusia saya di mana orang lain sudah menikah dan mempunyai anak yang sudah besar,saya malah masih betah sendiri.Saya jawab sekenanya saja dengan jawaban suka-suka yang gak ada hubungannya dengan pertanyaan.He he,kalau dipikir-pikir,benar juga tuh omongan anak.Saya memang aneh,tapi sayangnya tidak ajaib.

Ya,begitulah kalau guru culun bertemu murid polos,omongan yang tidak penting jadi keluar semua.Karena pertanyaannya tidak penting,maka jawabannya juga tidak penting.Kata pepatah sih sebelas dua belas.Sebenarnya nulis kisah ini juga tidak penting,tapi karena tak ada bahan menarik yang bisa ditulis,maka saya menulis kisah yang tidak penting ini.