Minggu, 01 September 2019
Makam Ki Layaman
Jumat, 30 Agustus 2019
Aneka Foto 7
Makam Mbah Raden Dikrama dan istrinya.Mbah Raden Dikrama adalah salah seorang teman seperjuangan dan orang kepercayaan Mbah Raden Ardisela.Beliau dikenal sebagai ahli pembuat senjata dan mpu keris.
Rabu, 28 Agustus 2019
Kiai Layaman,Waliyullah yang Tawadhu
Kiai Layaman,Waliyullah yang Tawadhu
Ki Layaman dikenal sebagai seorang yang ahli dalam ilmu agama Islam dan seorang yang sakti mandraguna,sama seperti Buyut Muji ayahnya.Di kalangan masyarakat di sekitarnya saat itu,beliau dikenal sebagai seorang yang tawadhu.Ketawadhuan tersebut lakukan dalam kehidupannya sehari-hari.Hal inilah yang membuatnya dikenal sebagi seorang yang rendah hati dan tidak sombong.
Dalam bidang pekerjaan,Kiai Layaman tidak pernah mau memandang sebelah mata pekerjaan apapun.Baginya semua pekerjaan adalah sama baiknya,yang penting pekerjaan itu halal.Sehingga walau beliau dikenal mempunyai kemampuan lebih dibanding orang kebanyakan pada umumnya,beliau memilih pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan yang tidak terlalu dianggap bergengsi di kalangan banyak orang.Kiai Layaman memilih pekerjaan sebagai pengurus kuda-kuda milik Kesultanan Kasepuhan Cirebon.Pekerjaan yang dulu dilakukan oleh ayahnya itu dilanjutkan olehnya tanpa rasa sungkan.
Sebagai seorang yang ahli dalam bidang agama dan dikenal sebagai orang sakti yang bisa mengobati aneka macam penyakit,Ki Layaman sebenarnya bisa saja mendapatkan pekerjaan lain dan memperoleh uang lebih dari keahliannya itu.Kalau mau,beliau bisa saja memanfaatkan kemampuannya tersebut,sehingga beliau tak harus repot-repot bekerja sebagai pengurus kuda yang cukup menguras tenaga.
Kesempatan lain juga bisa diperolehnya,karena para iparnya termasuk orang-orang terpandang dan mempunyai jabatan yang baik di Kesultanan Cirebon.Namun walau kakak dan adik ipar Ki Layaman hampir semuanya mempunyai jabatan,tak sedikitpun beliau mau memanfaatkan peluang tersebut untuk kepentingan pribadinya.Padahal jika mau,tentu sangat mudah baginya untuk melakukan hal tersebut.
Ketawaduan atau kerendah hatian memang begitu melekat pada diri Ki Layaman.Ketawadhuan ini beliau terapkan dalam kehidupannya sehari-hari,termasuk dalam hal pekerjaan yang belum tentu bisa dilakukan oleh banyak orang pada umumnya.Karena ketawadhuannya ini,di kemudian hari akhirnya beliaupun dikenal sebagai seorang waliyullah yang tawadhu.
Selasa, 27 Agustus 2019
Kolam-kolam Milik Mbah Raden Ardisela
Kolam-kolam Milik Mbah Raden Ardisela
Mbah Raden Ardisela dikenal sebagai orang yang suka memancing ikan,baik itu memancing di sungai,di laut,atau di kolam.Kebiasaan ini sudah beliau lakukan sejak kecil.Ketika beranjak dewasa hingga masa tuanya,kebiasaan itu tetap dilakukannya.
Ketika menjabat sebagai pemangku wilayah atau demang Sindanglaut,Mbah Raden Ardisela membuat kolam untuk memelihara aneka jenis ikan.Selain karena hobi,tujuan pembuatan kolam tersebut adalah upaya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat melalui bidang perikanan.Kolam atau balong pertama yang beliau buat di Sindanglaut,tepatnya di Desa Cipeujeuh,di kemudian hari lebih dikenal dengan nama Balong Raden yang berada di Blok Peradenan.Untuk mengalirkan air dari sungai di sekitarnya yang letaknya lebih rendah,Mbah Raden Ardisela meminta orang-orang kepercayaannya untuk membendung sungai untuk mengalirkan air ke kolam tersebut.
Ketika Mbah Muqoyim melarikan diri dari kejaran penjajah di Pesawahan Sindanglaut,Mbah Raden Ardisela menyembunyikan Mbah Muqoyim di kediamannya di Tuk Karangsuwung.Mengetahui jika Mbah Muqoyim suka dengan ikan,kembali Mbah Raden Ardisela membuat beberapa kolam ikan lagi di Tuk Karangsuwung.Sehingga ketika Mbah Muqoyim ingin makan ikan,maka tak perlu repot-repot pergi ke kolam yang ada di Sindanglaut,cukup mengambilnya di Tuk Karangsuwung,di sekitar rumah Mbah Raden Ardisela.
Selain di Peradenan Cipeujeuh Wetan dan Tuk Karangsuwung,Mbah Raden Ardisela juga membuat kolam di daerah Ciburuy Wangkelang.Ketiga kolam tersebut dirawat dengan baik hingga menghasilkan ikan-ikan yang lumayan banyak setiap kali dipanen.Karena kolam ikan dan ikan-ikannya semakin banyak,maka ikan-ikan tersebut tak hanya dinikmati oleh Mbah Raden Ardisela,keluarga dan para pegawainya saja.Setiap kali memanen ikan di kolam,ikan-ikan tersebut pada akhirnya beliau bagikan kepada masyarakat umum,terutama masyarakat yang berada di sekitar kolamnya.Kebiasaan ini beliau lakukan hingga akhir hayatnya.
Sepeninggal Mbah Raden Ardisela,kolam-kolam di Peradenan Cipeujeuh Wetan,Blok Muara Bengkeng Tuk Karangsuwung dan Ciburuy Wangkelang tersebut diwariskan kepada anak cucu dari Nyi Raden Aras dan Nyi Raden Aris.Hingga beberapa generasi,kolam-kolam tersebut masih ada dan dipelihara dengan baik oleh keturunan yang mendapat hak atau bagian waris dari kedua putri Mbah Raden Ardisela tersebut.
Sabtu, 17 Agustus 2019
Kisah Unik Seputar Ardisela
Rabu, 14 Agustus 2019
Kiai Hasan,Sang Kiai Penyabar
Kiai Hasan,Sang Kiai Penyabar
Kiai Hasan adalah anak pertama dari dua bersaudara,putra dari Kiai Muhammad dan Nyai Ning.Adiknya bernama Kiai Husain.Hasan dan Husain,dua nama yang diambil dari nama cucu Nabi Muhammada SAW.Tak banyak informasi tentang ayah atau ibu dari Kiai Hasan ini,namun yang pasti ayah Kiai Hasan ini termasuk kiai dan ibunya juga putri seorang kiai atau ulama juga.
Kiai Hasan kecil berguru kepada beberapa guru mengaji,salah satu guru yang diketahui secara pasti adalah Kiai Anwarudin atau yang lebih dikenal dengan nama Kiai Krian,ulama Keraton Kasepuhan yang paling dikenal saat itu.Tak diketahui di mana Kiai Hasan belajar pada Kiai Krian,apakah di sekitar Kasepuhan di dekat Kiai Krian tinggal,Pesantren Benda Kerep,ataukah di Pesantren Buntet,karena selain dikenal sebagai ulama Keraton Kasepuhan,Kiai Krian juga diketahui turut mengajar para santri di kedua pesantren tersebut.
Setelah dewasa Kiai Hasan menikah dengan Nyai Nurhanid dan dikarunia seorang putri bernama Nyai Mukhsinah.Beliaupun memulai langkahnya sebagai guru mengaji di sekitar rumahnya di Jati Sari Plered.Di sini beliau mendirikan Pesantren yang biasa disebut Pesantren Jati Sari,sebuah pesantren yang hingga kini masih berdiri dan diteruskan oleh anak keturunanya.Saat mengajar santrinya inilah akhirnya Kiai Hasan diminta menikah lagi dengan adik dari Kiai Maksum,santri senior yang diajarnya.Dari istri keduanya ini Kiai Hasan dikaruniai seorang putra bernama Kiai Ibrohim.
Seiring bertambahnya usia dan pengalaman dalam mengajar,Kiai Hasanpun semakin dikenal oleh berbagai kalangan saat itu.Semakin lama akhirnya semakin banyak pula ulama Cirebon dan sekitarnya yang mempercayai dan menitipkan anaknya untuk dididik oleh Kiai Hasan.Beberapa santrinya yang di kemudian hari dikenal sebagai ulama di Cirebon di antaranya adalah Kiai Jauhari (Pesantren Balerante),Kiai Harun (pendiri Pesantren Kempek),Kiai Hanan (Pesantren Babakan),Kiai Abas (putra Kiai Abdul Jamil Pesantren Buntet),Habib Syekh (Pesantren Jagasatru),dan beberapa ulama lainnya.Setelah wafatnya Kiai Krian,Kiai Hasanlah yang sering menjadi rujukan para ulama Cirebon pada saat ada masalah dalam urusan agama yang tidak terpecahkan.
Selain dikenal sebagai ulama yang pandai,Kiai Hasan juga dikenal sebagai ulama yang penyabar.Hampir tak pernah ada orang yang melihat bila beliau pernah marah atau menunjukkan rasa kesalnya di hadapan orang lain.Karena kesabarannya yang sangat kuat itulah yang membuat beberapa orang penasaran dan ingin sekali melihat Kiai Hasan marah.Berbagai carapun dilakukan.Suatu saat seorang santrinya berulah dengan maksud agar Kiai Hasan marah,namun ulah santrinya itu tak membuahkan hasil juga.Di lain waktu seorang penjahit dengan sengaja membuat baju pesanan Kiai Hasan yang tak sesuai dengan keinginanya,namun bukannya marah tetapi beliau malah tetap memakai baju tersebut tanpa sedikitpun menunjukkan ekspresi kesalnya.
Kiai Hasan Sang Kiai Penyabar,begitulah kesan yang diberikan oleh para santri dan orang-orang yang pernah berhubungan langsung dengannya.
Sabtu, 10 Agustus 2019
Aneka Foto (6)
Aneka Foto (5)
Aneka Foto (4)
Jumat, 09 Agustus 2019
Aneka Foto (3)
Mbah Raden Ardisela,Mbah Raden Arungan dan Nyi Raden Katijem
Di dalam sebuah catatan kitab tua yang kebetulan selamat dari tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab,terdapat kisah yang menjelaskan tentang kepergian cucu Mbah Raden Ardisela dan Mbah Raden Arungan yang bernama Raden Sulaeman beserta anak dari Raden Niti Atmareja kakaknya.Dalam catatan itu Raden Sulaeman pergi ke Gebang Udik.Kunjungan itu dilakukan untuk melayat seseorang yang disebut mama,yang diduga adalah paman dari Raden Sulaeman dan Raden Nitiatmareja,anak Mbah Raden Arungan yang meninggal dunia.
Selain dekat dengan kakaknya yang bernama Mbah Raden Arungan,Mbah Raden Ardisela juga diketahui dekat dengan kakak perempuannya yang bernama Nyi Raden Katijem.Bila Mbah Raden Arungan tinggal di Gebang,Nyi Raden Katijem tinggal tak jauh dengan Mbah Raden Ardisela di Tuk Karangsuwung.Keduanya tinggal di desa ini hingga akhir hayatnya.Keturunan dari keduanya banyak yang bertempat tinggal di desa Tuk Karangsuwung,Sindanglaut dan sekitarnya secara turun temurun hingga saat ini.
Sujud Terakhir Kiai Ilyas Abdussalam
Sujud Terakhir Kiai Ilyas Abdussalam
Kiai Ilyas bin Kiai Abdussalam adalah putra dari Kiai Abdussalam dan Nyai .....Beliau adalah menantu dari Kiai Mu'thi bin Mbah Mutaad,suami dari putrinya yang bernama Nyai Fatonah.Dari pernikahannya dengan Nyai Fatonah ini Kiai Ilyas Abdussalam dikarunia sembilan anak,yaitu Kiai Arsyad,Nyai Naimah,Nyai Siti Aminah,Kiai Aqib,Kiai Abdullah,Nyai Aisyah,Nyai Khodijah,Nyai Saodah dan Nyai Fatimah.Masa hidup Kiai Ilyas Abdussalam banyak dihabiskan di Pesantren Buntet bersama istri dan anak-anaknya,dekat dengan keluarga besar Mbah Mutaad dan Mbah Muqoyim lainnya.
Saat usianya tak lagi muda,ada beberapa masalah yang berkaitan dengan prinsip hidupnya,baik itu berkaitan dengan masalah keluarga maupun dengan lingkungan sekitarnya,terutama kaitannya dengan masalah tarekat.Sepupu istrinya yang bernama Kiai Abas Abdul Jamil yang dikenal sebagai sesepuh Pesantren Buntet sempat menasihatinya agar Kiai Ilyas Abdussalam lebih lunak dan fleksibel dalam menghadapi aneka masalah,namun Kiai Ilyas Abdussalam yang dikenal tegas ini tetap pada pendiriannya.
Suatu hari Kiai Ilyas Abdussalam pergi ke Pesantren Benda Kerep guna menemui saudaranya yang tak lain adalah putra dan putri dari Mbah Soleh.Setelah selesai silaturohim,Kiai Abdussalam yang pergi bersama istri dan putri bungsunya itupun berpamitan pulang.Perjalanan dari Pesantren Buntet ke Benda Kerep dan sebaliknya ditempuh dengan cara berjalan kaki melewati Kanggraksan.Sebuah perjalanan yang melelahkan namun umum dilakukan oleh orang yang hidup di awal tahun 1900 an hingga masa kemerdekaan.
Ketika sampai di Kanggraksan beliau mampir di rumah saudaranya di Kanggraksan selama beberapa jam.Ketika hendak melanjutkan perjalanan pulang,entah mengapa beliau memutuskan untuk tak pulang ke Pesantren Buntet tapi pergi ke Tuk Karangsuwung,ke rumah anak dan menantunya yang tinggal di Blok Muara Bengkeng.Setelah mengantarkan anak dan istrinya pulang ke Pesantren Buntet,beliau melanjutkan perjalanan ke Tuk Karangsuwung seorang diri.
Di Tuk Karangsuwung ini Kiai Ilyas tinggal di rumah Nyai Siti Aminah anaknya,yang menikah dengan Raden Kalyubi keponakannya sendiri,putra dari Nyai Ruhilah adiknya yang menikah dengan Raden Abdullah Raksa.Di sini beliau merasa betah karena jauh dari hiruk pikuk aneka masalah,terutama permasalahan tarekat yang sedang memanas di Pesantren Buntet dan Benda Kerep.Selain Nyai Aminah,di dekat Tuk Karangsuwung ini tinggal juga dua putri Kiai Ilyas lainnya,yaitu Nyai Naimah yang menikah dengan Kiai Abu dan tingal di Dongkol Asem,serta Nyai Khodijah yang menikah dengan Kiai Sahid dan tinggal di Lemahabang,dua tempat yang saat itu masih merupakan pesantren dengan banyak santri.
Di Tuk Karangsuwung ini Kiai Ilyas Abdussalam menghabiskan masa tuanya untuk beribadah.Kiai Ilyas Abdussalam sangat gemar berpuasa dan melaksanakan sholat sunah.Selain suka puasa dan sholat sunah,beliau juga dikenal sebagai orang yang suka berbagi kepada fakir miskin.Saat tinggal di Pesantren Buntet atau di Tuk Karangsuwung,kebiasaan ini tak berubah.Ketika hendak makan beliau seringkali mencari atau mendatangi orang yang kemungkinan belum makan.
Saat sakit,Kiai Ilyas Abdussalam tak sedikitpun mau merubah kebiasaannya dalam beribadah.Suatu hari,Kiai Ilyas melaksanakan sholat sendirian.Tak dijelaskan apakah sholat wajib atau sunah,namun yang pasti beliau begitu lama saat bersujud.Ketika anaknya memanggil,Kiai Ilyas tetap diam dalam sujudnya.Setelah beberapa lama,barulah anak menantunya memberanikan diri menghampirinya.Kiai Ilyas tetap tak bergerak.Barulah anak menantunya sadar jika ternyata Kiai Ilyas Abdussalam sudah meninggal,itu adalah sholat sekaligus sujud terakhir Kiai Ilyas Abdussalam.
Ada dua pemakaman yang terdapat di Tuk Karangsuwung,yaitu pemakaman Tuk Lor dan Tuk Kidul.Walau sebagai keturunan Mbah Muqoyim yang makamnya ada di Tuk Lor,namun anak dan menantu Kiai Ilyas Abdussalam memutuskan untuk memakamkannya di Tuk Kidul.Hal ini karena beliau tinggal bersama anak menantunya di Muara Bengkeng yang tak jauh dari makam Tuk Kidul.Akhirnya beliaupun dimakamkan satu blok dengan keluarga besar Raden Abdullah Raksa yang tak lain adalah adik ipar sekaligus besannya itu.
Senin, 08 April 2019
Kademangan Sindanglaut di Era Mbah Raden Ardisela
Beberapa hal yang dilakukan oleh Mbah Raden Ardisela untuk membangun Sindanglaut di antaranya adalah melalui usaha peningkatan di bidang perekonomian dan pendidikan.Usaha peningkatan di bidang ekonomi adalah dengan cara membuka persawahan baru untuk ditanami padi atau tanaman lainnya.Selain bidang pertanian,bidang perikanan juga turut menjadi perhatian Mbah Raden Ardisela.Bidang perikanan ini tak terlepas dari hobi memancing yang sangat digemari oleh Mbah Raden Ardisela.Selain perikanan laut,perikanan darat yang dipelihara di kolam-kolam juga turut digalakkan.Mbah Raden Ardisela sendiri bahkan mencontohkannya secara langsung dengan membangun beberapa kolam ikan,seperti yang ada di Tuk Karangsuwung,Peradenan Cipeujeuh,dan Ciburuy Wangkelang,di mana ikan-ikan hasil panennya sebagian besar dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Dalam bidang pendidikan,Mbah Raden Ardisela mendorong berdirinya pesantren-pesantren dikarenakan sistem pendidikannya yang bersifat merakyat,sehingga sistem pendidikannya bisa diakses oleh semua kalangan masyarakat.Pendidikan pesantren memang berbeda dengan pendidikan yang dikelola oleh pemerintahan penjajah yang hanya diperuntukkan untuk keluarga penjajah dan segelintir kaum bangsawan saja.
Agar masyarakat merasa aman dan pendidikan dapat berjalan sebagaimana mestinya tanpa gangguan dari penjajah,Mbah Raden Ardisela tetap mempertahankan cara berpolitiknya yang selalu berpura-pura mau bekerjasama dengan pihak penjajah.Padahal di pesantren-pesantren tersebut Mbah Raden Ardisela dan para ulama terus mengkader para santri yang siap berjuang membela negeri.
Di era Mbah Raden Ardisela ini Kademangan Sindanglaut kembali menggeliat dan berkembang dengan baik dalam bidang ekonomi maupun bidang pendidikan dan keagamaan.Hal ini tak lepas dari usaha Mbah Raden Ardisela bersama para ulama,kuwu dan tokoh masyarakat lainnya yang berada di Kademangan Sindanglaut.
Senin, 18 Februari 2019
Catatan Pada Kitab- kitab Tua
Berikut adalah beberapa catatan mengenai kejadian-kejadian yang terdapat pada sebuah kitab yang dimiliki oleh Raden Djunaedi Kalyubi.Kitab tersebut adalah kitab fikih,tauhid,hadis,sedikit amalan mujarobat,catatan harian,dan lain-lain.Benerapa catatan diperkirakan dibuat akhir tahun 1890 an M,sementara usia kitab ini belum diketahui secara pasti.
Tertulis tentang kelahiran seorang anak perempuan bernama Kusmartini (atas) dan anak laki-laki bernama Muhamad Arsyad/Irsyad.Satu hal yang menarik adalah nama Kiiai Said Gedongan yang disebut di catatan ini,yang diharapkan doa atau berkahnya.
Masih ada beberapa tulisan kaki lainnya yang menyebut nama-nama orang yang ada kaitannya dengan penulis catatan dan pemilik kitab ini.
Sabtu, 09 Februari 2019
Kiai Abdul Jamil dan Dua Jantung Hatinya
Kiai Abdul Jamil dan Dua Jantung Hatinya
Kiai Abdul Jamil,atau sebagian orang memanggilnya Mbah atau Buyut Abdul Jamil.Beliau adalah putra Mbah Mutaad yang melanjutkan kepemimpinan Pondok Pesantren Buntet.Kisahnya sudah banyak ditulis dalam berbagai macam artikel,bahkan beberapa buku.Bagi sebagian santri Pesantren Buntet,tentu tidak asing lagi dengan namanya.
Kali ini bukan sejarah atau kisah kepahlawanan atau ketokohannya yang akan ditulis,tapi kisah lucu (mungkin juga menyedihkan) untuk sebagian orang,yaitu kisah perkawinannya dengan dua orang wanita yang mengharu biru.Yang pertama adalah perkawinannya dengan Nyai Sa'diyah,dan yang kedua adalah dengan Nyai Kariah.Dua wanita yang menjadi jantung hati Kiai Abdul Jamil bin Mbah Mutaad.
Dikisahkan,Kiai Abdul Jamil muda yang sejak kecil diasuh oleh Kiai Anwarudin alias Kiai Krian kakak iparnya,hendak dinikahkan dengan putri Kiai Krian dari istri pertamanya yang bernama Nyai Sa'diah.Hal ini dilakukan dengan berbagai macam alasan.Selain alasan mempererat hubungan kekeluargaan,juga dengan harapan anak-anaknya kelak dapat melanjutkan perjuangan para leluhurnya dalam mensyiarkan ajaran agama Islam.Hal ini dikarenakan Kiai Krian tahu betul perihal siapa Kiai Abdul Jamil yang sudah diasuhnya sejak kecil tersebut.
Saat dinikahkan oleh ayahnya,usia Nyai Sa'diah masih terlalu muda dan belum mengerti arti pernikahan,sehingga beliau sendiri tidak tahu kalau sudah dinikahkan dengan Kiai Abdul Jamil yang tak lain adalah paman tirinya sendiri.Sedih?,jahat?,begitu tahu ada anak remaja tanggung dinikahkan oleh ayahnya?.Jangan sedih atau berfikir itu adalah perbuatan jahat,karena perkawinan itu hanya sebagai ikatan saja,dengan harapan tak ada lagi orang yang akan melamar atau macam-macam dengan Nyai Sa'diah.Pernikahan itu hanya sebagai tali pengikat saja,tak lebih dari itu.Setelah menikah dengan Kiai Abdul Jamil,Nyai Sa'diah tetap tinggal bersama ayah dan ibunya.Beliau tetap bisa bermain seperti anak-anak dan remaja tanggung lain pada umumnya.Tak ada masa kanak-kanak atau remaja yang terenggut darinya,semua berjalan normal seperti biasanya.
Karena alasan belum bisa berkumpul dengan Nyai Sa'diah layaknya suami istri,akhirnya Kiai Krianpun mencarikan seorang istri baru untuk Kiai Abdul Jamil.Sebagai ulama Keraton Kasepuhan Cirebon dan guru di beberapa pesantren,Kiai Krian mempunyai banyak teman.Pilihan Kiai Krianpun jatuh kepada anak seorang Penghulu Landraat Cirebon.Akhirnya Kiai Abdul Jamil dijodohkan dan dipertemukan dengan anak sang penghulu tersebut.Nyai Kariah,nama gadis itu,putri seorang penghulu yang masih mempunyai darah Tionghoa dari ibunya.
Pernikahan kali ini dilakukan seperti pernikahan pada umumnya,lengkap dengan acara walimah atau syukuran dan pesta khas tradisi pesantren.Ketika hendak mengantar Kiai Abdul Jamil ke rumah mempelai wanita,Nyai Sa'diah ikut serta rombongan keluarga.Melihat aneka rangkaian melati yang begitu indah,Nyai Sa'diah yang tak tahu jika Kiai Abdul Jamil adalah suaminya itupun menjadi tertarik dan memintanya kepada paman tiri sekaligus suaminya itu.
"Paman,bolehkah saya minta rangkaian melati ini?",pinta Nyai Sa'diah dengan polosnya.
"Boleh,silahkan saja yi,ambil mana yang kamu suka",jawab Kiai Abdul Jamil sambil mempersilahkan Nyai Sa'diah mengambil sendiri rangkaian melati tersebut.
Entahlah,bagaimana ekspresi Kiai Abdul Jamil saat itu,yang pasti Nyai Sa'diah kecil merasa begitu gembira mendapatkan rangkaian melati tersebut.Nyai Sa'diah tidak tahu bila rangkaian melati itu akan dipakai oleh Kiai Abdul Jamil suaminya dan Nyai Kariah calon istrinya dalam acara pernikahan,calon istri yang tentu saja akan menjadi madu alias istri kedua dari suaminya setelah dirinya.
*Diceritakan oleh Siti Maesaroh,kisah dari Nyai Fatmah putri Nyai Mukminah Abdul Jamil dan Kiai Bakri Kasepuhan
Minggu, 03 Februari 2019
Arti Nama Ardisela
Senin, 28 Januari 2019
Ikan Beracun dan Kematian Putri Mbah Raden Ardisela
Aneka foto (2)
Makam istri Mbah Raden Arungan
Sabtu, 19 Januari 2019
Kematian,Bukan Kekalahan
Kematian,Bukan Kekalahan
Saat masih muda,kira-kira ketika saya berusia 20 an,kematian adalah sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan.Baik kematian yang menimpa keluarga besar saya,apalagi saya.Baik yang menimpa pada yang tua,maupun yang muda.Tapi ternyata kematian itu ada,dekat dan nyata.Walau tak mau membayangkannya,cepat atau lambat kematian akan datang juga.
Hal ini terjadi pada keponakan saya.Dia yang begitu saya sayangi,pergi mendahului saya.Dia meninggal ketika usianya masih begitu muda,sekitar usia 13 tahun saat dia duduk di bangku sekolah setingkat smp.Masih begitu muda,jauh lebih muda dari saya yang berumur 10 tahun lebih tua darinya.
Masih teringat begitu kuat,saat itu saya yang sedang berada di Jakarta sedang begitu lupa dengan yang namanya kematian.Ketika suatu malam seseorang menelepon saya di rumah teman yang saya tinggali tentang dekatnya kematian,saya masih yakin bila kematian itu masih jauh.'Keponakanmu sedang koma,kamu disuruh pulang'.Begitu isi percakapan telpon malam itu.
Esoknya saya langsung bergegas pulang kampung di Cirebon tercinta.Begitu saya tiba,saya langsung mendatangi rumah sakit tempat keponakan saya dirawat.Tak ada dialog di sana,hanya ada pemamdangan memilukan di ruang rawat.Badan yang kaku,nafas yang tersengal,mata yang terpejam,dan lantunan suara Al Quran.Tapi saya masih tetap berfikir dan yakin jika kematian itu masih jauh.
Setelah melalui serangkaian pengobatan yang tak membuat baik keadaan keponakan saya,dokter menyarankan agar keponakan dibawa ke Jakarta,di mana rumah sakit dengan fasilitas lengkap dan memadai tersedia.Masih ada asa.Harapannya,walaupun tak ada obatnya paling tidak ada keajaiban di sana.Lebih-lebih ketika mengetahui usaha kedua orangtuanya,dan juga lantunan banyak doa dari orang-orang yang menengoknya.
Membawa seseorang yang dicintai ke rumah sakit itu rasanya seperti berperang,dan berharap kita yang akan memenangkan peperangan tersebut.Usaha dan doa tak pernah berhenti,semua dijalani tanpa lelah dan keluh.Menunggu berhari-hari di rumah sakitpun tak apa-apa,karena berharap kesembuhan itu masih ada.Hingga pada akhirnya dokter memberitahu jika keponakan saya telah tiada.Saat itu saya benar-benar seperti kalah perang.Entahlah keluarga yang lainnya,yang pasti sedih dan kecewa jadi satu.
Setelah beberapa waltu,akhirnya saya tersadar juga,walau segala usaha seperti sia-sia dan doa serasa tiada guna,kematian tetap bukan kekalahan.Kematian adalah takdir Yang Maha Kuasa,yang cepat atau lambat akan datang kepada kita semua.Teruslah berusaha dan berdoa,karena usaha dan doa yang dilakukan secara maksimal adalah wujud rasa cinta.Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk kita semua,kalau tidak untuk kitaaling tidak yang terbaik untuk seseorang yang telah pergi meninggalkan kita.
Ya,bila kematian datang menjelang pada siapapun,tak perlu merasa kalah,karena sejatinya kematian adalah teman kita sehari-hari,yang akan datang tepat pada waktunya,seberapapun kita berusaha dan berdoa.