Selasa, 23 Januari 2018
Dua Guru Paling Berpengaruh Bagi Mbah Raden Ardisela
Senin, 22 Januari 2018
Mbah Raden Ardisela,Penyokong Perjuangan dan Dakwah
Keturunan Mbah Raden Ardisela di Masa Penjajahan,Antara Keraton dan Pesantren
Berziarah ke Makam Kiai Ardisela dan Mbah Raden Ardisela
Upaya Penjajah Belanda Memecah Belah Pesantren dan Keraton
Perkawinan Raden Rangga Nitipraja dan Nyi Raden Aris
Kiai Ardisela (19)
Persahabatan Antara Mbah Raden Ardisela dan Kiai Mas Khanafi
Persaudaraan dan Perkawinan Demi Perjuangan
Makan-Makam Keturunan Pangeran Alas
2. Pangeran Sutangkara,Raden Demang Bratanata dan Keturunannya,Desa Sepat Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Majalengka
3.Makam Raden Ardisela bin Demang Bratanata dan keturunannya,Desa Tuk Karangsuwung Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon
4.Makam Raden Arungan Bin Demang Bratanata,di pemakaman Amparan Jati Gebang Udik,Kecamatan Gebang,Kabupaten Cirebon
Minggu, 21 Januari 2018
Mbah Raden Ardisela,Antara Karangsuwung,Sindanglaut dan Tuk Karangsuwung
Tiga Serangkai Pertama
Mbah Raden Ardisela,Sang Penglima Perang
Wafatnya Mbah Raden Ardisela
Minggu, 14 Januari 2018
Makam Penyamunan
Makam Penyamunan
Pemakaman penyamunan adalah pemakaman yang cukup banyak didatangi orang dari berbagai penjuru daerah.Di pemakaman ini ada dua makam tokoh yang sering didatangi oleh banyak peziarah,yaitu makam Syeh Datuk Khafid dan Makam Mbah Buyut Maijah.Keduanya dikenal sebagai ulama yang menyebarkan ajaran Islam di kawasan Sedong dan sekitarnya.Makam para tokoh tersebut berada di sebuah bangunan yang cukup luas dan nyaman bagi para peziarah.
Fasilitas yang tersedia di makam ini lumayan baik dan memadai,ada wc,mushola,tempat parkir,dan beberapa sarana pendukung lainnya.Suasana pemakaman yang terdiri dari beberapa puluh makam ini juga lumayan nyaman dan asri.Dengan pepohonan yang rindang,para peziarah bisa lebih nyaman berziarah.
Lokasi Pemakaman Syekh Datuk Khafid dan Mbah buyut Maijah yang lebih dikenal dengan nama Pemakaman Keramat Penyamunan berada di blok Penyamunan,Desa Putat Kecamatan Seeing,Cirebon.Untuk yang berasal dari Kota Cirebon,lokasi pemakaman ini bisa ditempuh dengan naik kendaraan lewat Beber atau Sindang Laut.Bila naik kendaraan umum,dari Sindang Laut naik saja angkutan kota jurusan Sedong.Turun di Desa Putat,Para peziarah bisa naik ojek atau jalan kaki menuju makam keramat Penyamunan.
Sabtu, 13 Januari 2018
Kiai Ardisela (18)
Jumat, 12 Januari 2018
Kiai Ardisela (17)
Kiai Ardisela,Guru Para 'Laskar Ardisela' (17)
Kiai Ardisela Dan Mbah Muqoyim Meninggalkan Cirebon
Karena merasa masih menjadi incaran penjajah,maka keduanya memutuskan untuk pergi meninggalkan Cirebon.Usia keduanya saat itu sudah tidak muda lagi.Kiai Ardisela Dan Mbah Muqoyim saat itu diperkirakan sudah berusia sekitar 50 hingga 60 tahun.Usia yang sudah tidak terlalu muda lagi untuk keduanya,namun semangat keduanya untuk berjuang begitu gigih.
Hari yang telah ditentukanpun akhirnya tiba.Kiai Ardisela bersama istrinya memutuskan untuk pergi le arah Indramayu,karena di kota ini juga banyak saudaranya,terutama saudara dari Nyai Alfan yang diketahui berasal dari Indramayu.Untuk mengecoh Belanda,Kiai Ardisela pergi terlebih dahulu,sementara Mbah Muqoyim tinggal sementara di Tuk Karangsuwung bersama Mbah Raden Ardisela.
Kiai Ardisela akhirnya sampai di kawasan Sleman Sliyeg.Indramayu.Beliau memutuskan untuk tinggal dan kembali lagi membuka pesantren seperti saat beliau tinggal di Cirebon.Langkah pertama yang dilakukannya adalah membuat mushola atau langgar,di mana mushola itu bisa digunakan untuk mengajar para santrinya.Ketika dibuka,para santri kembali berdatangan untuk mengaji dan berguru padanya.
Kiai Ardisela memang seorang ulama tulen,sehingga beliau selalu terpanggil untuk mengajarkan aneka ilmu agama kepada masyarakat di sekitarnya,baik muda maupun tua.
Kiai Ardisela (16)
Kiai Ardisela,Guru Para 'Laskar Ardisela' (16)
Perang Santri Pesawahan
Pesantren Pesawahan dengan tiga ulama yaitu Kiai Ismail,Kiai Ardisela,dan Mbah Muqoyim,membuat pesantren ini semakin maju dan ramai.Ketiga ulama yang disegani itu membuat pesantren Pesawahan banyak didatangi para santri untuk belajar.Semakin hari,pesantren semakin berkembang pesat.
Suatu saat Pesantren Pesawahan hendak mengadakan sebuah acara syukuran.Undanganpun disebar,termasuk untuk penduduk sekitar dan para wali santri.Tamu-tamu Dan masyarakat sekitar banyak yang hadir menghadiri aacar tersebut.Acara berlangsung ramai.Para undangan disuguhi aneka atraksi,baik oleh para santri maupun oleh para kiai.Di tengah atraksi,tiba-tiba datang serdadu yang mengepung tempat acara.Orang-orang berlarian.Untunglah Kiai Ismail,Kiai Ardisela,Mbah Muqoyim,para sesepuh dan alumni santri sudah siap menghadapi itu semua.Rupanya mereka sudah belajar dari penyerbuan pesantren terdahulu,saat Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyim masih tinggal di kawasan Dawuan Sela dan Buntet.
Para ulama,santri,dan masyarakatpun sigap menghadapi serbuan serdadu penjajah.Merekapun bahu membahu untuk mengalahkan para serdadu penjajah tersebut.Dengan kerjasama Dan dipimpin oleh kiai-kiai yang sakti mandraguna,akhirnya para serdadu tersebut berhasil dikalahkan.Mereka lari kocar-kacir meninggalkan Pesantren Pesawahan.Bahkan,di antara mereka banyak yang mati.Makam para serdadu yang tewas tersebut pada akhirnya lebih dikenal dengan nama makam Belanda.
Semenjak kejadian itu,Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyimpun berniat pergi meninggalkan Cirebon.Kiai Ardisela memutuskan pergi ke arah Indramayu,sementara Kiai Muqoyim berniat pergi ke arah Jawa bagian tengah.Kejadian ini diperkirakan terjadi sekitar tahun 1798 M,yang di kemudian hari sering disebut dengan perang Santri Pesawahan.
Kiai Ardisela (15)
Kiai Ardisela,Guru Para 'Laskar Ardisela' (15)
Pengepungan Pesantren
Kiai Ardisela dan Kiai Muqoyim beraktifitas seperti biasanya.Keduanya masih disibukkan dengan mengajar para santri yang tinggal dan menetap di pesantren,atau juga yang pulang pergi dari rumah ke pesantren.Tiba-tiba saja keduanya dikejutkan dengan kedatangan informan yang mengabarkan bila Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyim hendak ditangkap.Keduanya segera bertindak cepat untuk menyelamatkan diri dan keluarga mereka.
Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyim segera pergi meninggalkan kediaman dan pesantren.Mereka semua pergi ke arah selatan,tepatnya ke Pesawahan,di mana ada Kiai Ismail adik Mbah Muqoyim yang sedang merintis pesantren di tempat itu.Perjalanan ke Pesawahan saat itu bukanlah hal mudah,karena sarana jalan dan transportasi tidak seperti sekarang ini.Rumah dan pesantren Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyim sudah dikosongkan.Kedua ulama dan keluarganya tersebut sudah pergi meninggalkannya untuk menetap sementara di Pesawahan.
Ketika pihak tentara penjajah datang,alangkah marahnya mereka,karena kedua ulama tersebut sudah tak ada di tempatnya.Untuk melampiaskan kekesalannya,serdadu penjajah tersebut akhirnya menembaki siapa saja yang ada di sekitar pesantren.Saat sedang ada santri yang menetap di sekitar pesantren yang terlihat,santri tersebutpun akhirnya tak luput dari peluru yang dilontarkan oleh serdadu penjajah dan tewas di tempat kejadian.Setelah serdasu pergi,oleh penduduk sekitar santri tersebut dimakamkan tak jauh dari tempat kejadian,yang sekarang ini lebih dikenal dengan nama makam santri.
Kiai Ardisela (14)
Kiai Ardisela,Guru Para 'Laskar Ardisela' (14)
Para Murid Yang Rindu Mbah Muqoyim
Kepergian Mbah Muqoyim dari Keraton Kanoman membuat murid-muridnya yang berasal dari kota merasa rindu akan sosoknya.Merekapun akhirnya mencari tahu kemana perginya Mbah Muqoyim.Setelah diketahui bila Mbah Muqoyim pergi dan menetap di kawasan Cirebon bagian timur,merekapun akhirnya banyak yang datang menemui Mbah Muqoyim untuk kembali belajar pada ulama Keraton Kanoman tersebut.
Mereka yang berhasil menemui Mbah Muqoyim semakin senang,lebih-lebih di sisi Mbah Muqoyim ada Kiai Ardisela yang juga mumpuni dalam ilmu agama dan kanuragan.Para santri semakin giat belajar aneka ilmu,baik ilmu agama,kwterampilan,pemerintahan,maupun ilmu kanuragan.Do antara mereka terselip putra-putra keraton yang sepakat dengan pemikiran Mbah Muqoyim yang anti penjajahan.
Semakin lama,keberadaan Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyim semakin banyak diketahui oleh orang.Karena keberadaannya dikhawatirkan semakin membahayakan pihak penjajah,merekapun akhirnya tak tinggal diam.Kaum muda yang suka bepergian ke arah Cirebon bagian timurpun mereka curigai.Telik sandi atau mata-matapun mereka sebar untuk mengetahui keberadaan Mbah Muqoyim.
Setelah mengetahui keberadaan Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyim,pihak penjajahpun akhirnya hendak menangkap Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyim.Segera mereka mengutus serdadunya untuk menangkap kedua ulama tersebut.
Kiai Ardisela (12)
Kiai Ardisela,Guru Para 'Laskar Ardisela'
Kiai Ardisela Kedatangan Mbah Muqoyim
Suatu saat,Mbah Muqoyim yang suda gerah dengan ulah penjajah di Keraton Kanoman,akhirnya bertekad untuk meninggalkan jabatan muftinya di Keraton Kanoman.Orang yang pertama ingin ditujunya adalah sahabat sekaligus adik iparnya,Kiai Ardisela.Beliaupun segera menuju Dawuan Sela.Kedatangan beliau disambut hangat oleh Nyi Alfan adiknya,dan juga keponaknnya.Beliaupun menceritakan kedatangannya kepada adik perempuannya tersebut.Nyai Alfan memberitahu kakaknya jika Kiai Ardisela suaminya sedang melatih anak-anak didiknya di Gunung Ciremai.
Karena takut akan lama di Gunung Ciremai,Mbah Muqoyimpun akhirnya menyusul Kiai Ardisela di Gunung Ciremai.Setelah bertemu di kawasan Gunung Ciremai,Mbah Muqoyimpun segera mengutarakn kedatangannya pada Kiai Ardisela,bahwa beliau hendak ikut menetap tak jauh dari tempatnya tinggal di Dawuan Sela.Mengetahui maksud kedatangan Mbah Muqoyim,betapa senang hati Kiai Ardisela.Beliau dan Mbah Muqoyim segera pulang kembali ke Dawuan Sela.Para santri yang sudah berlatihpun diperintahkan pulang ke rumah masing-masing.
Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyim bersiap kembali pulang ke Dawuan Sela.Atas usul Kiai Arsisela,akhirnya Mbah Muqoyim dan keluarganyapun memilih menetap tinggal di dekat Dawuan Sela guna mendirikan pesantren baru dan mengajar santri-santri bersama Kiai Ardisela.
Kedatangan Mbah Muqoyim ke Dawuan Sela membuat suasana kawasan Dawuan Sela dan sekitarnya semakin ramai.Lebih-lebih ketika Mbah Muqoyim telah membuka pesantren sendiri.Para santri semakin banyak yang berdatangan,maklum saja,karena pesantren tersebut dibuka oleh Mbah Muqoyim yang mantan seorang mufti Keraton Kanoman yang dikenal berilmu Dan berpengetahuan luas.
Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyimpun bekerja sama dengan baik sekali.Keduanya bahu membahu menyiapkan santri yang siap membela negeri dari penindasan penajajah Belanda.Kejadian ini diperkirakan terjadi sekitar tahun 1785 M,ditahun inilah yang diperkirakan menjadi tonggak awal pendirian Pesantren Buntet.
Kiai Ardisela (13)
Kiai Ardisela (11)
Kiai Ardisela,Guru Para 'Laskar Ardisela' (11)
Dawuan Sela,Bukit Cimandung Dan Gunung Ciremai
Ketika melatih para muridnya,Kiai Ardisela tak hanya menggunakan satu tempat saja.Hal ini ada kaitannya agar para muridnya semakin kuat fisiknya dan mengetahui banyak medan,sehingga mereka akan siap bila harus berperang melawan penjajah sewaktu-waktu.Beberapa daerah yang menjadi tempat latihannya antara lain Dawuan Sela,Bukit Cimandung Cirebon Girang,Dan Gunung Ciremai Kuningan
Dawuan Sela adalah tempat Kiai Ardisela melatih semua muridnya dari semua kalangan dan usia untuk tingkatan pemula.Dawuan Sela sendiri adalah tempat kediaman Kiai Ardisela sehari-hari,di mana para muridnya datang ke rumahnya untuk belajar mengaji dan ilmu kanuragan.Di sini,latihan ilmu kanuragan yang diberikan tidaklah terlalu berat.
Untuk tingkatan selanjutnya,Kiai Ardisela mengajak muridnya berlatih di Bukit Cimandung Cirebon Girang.Latihan yang diberikanpun semakin keras.Hanya murid-murid yang sudah lulus tes saja yang bisa ikut berlatih di tempat ini.Dari usiapun,mereka yang berlatih di tempat ini termasuk usia yang cukup matang.Until yang lulus,maka selanjutnya mereka akan melanjutkan pelatihan bela diri di Gunung Ciremai Kuningan,sementara yang tidak mampu hanya belajar sampai di tempat ini saja.
Bagi yang lulus,mereka akan melanjutkan latihan di kawasan Gunung Ciremai Kuningan.Di tempat ini para santri tak hanya diajar dan mempraktekkan ilmu kanuragannya saja,tetapi mereka juga diajar cara mengendalikan diri sendiri dan diminta untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT.Di sini mereka dilepas satu persatu dan diperintahkan untuk mencari lokasi yang bisa untuk mereka hidup mandiri dan mengamalkan ilmu yang telah mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari.
Kiai Ardisela memang seorang ulama Dan guru kaniragan yang mumpuni,dari hasil didikannya ini di kemudian hari muncul pemimpin-pemimpin yang mumpuni,bail dalam bidang pemerintahan,keagamaan maupun lainnya.Beberapa santrinya yang hingga kini dikenal dan makamnya sering diziarahi adalah Kiai Ma's Khanafi atau Ardisela Jaha yang menjadi menantunya sendiri,yang menikahi anak perempuan Kiai Ardisela dan Nyai Alfan yang bernama Nyai Khafiun.Kiai Mas Khanafi Jaha pada akhirnya juga dikenal sebagai ulama.Sementara murid lainnya yang menonjol adalah Raden Rustam atau Raden Ardisela,yang semasa hidupnya pernah menjadi pemangku wilayah atau demang.
Selain kedua Ardisela tersebut,sebenarnya masih banyak Ardisela-Ardisela lainnya,yang menjadi ulama atau pemimpin suatu wilayah.
Jumat, 05 Januari 2018
Kia Ardisela (8)
Kiai Ardisela Dan Para 'Laskar Ardisela' (8)
Sebagai seorang ulama dan pejuang yang bertanggung jawab,Kiai Ardisela benar-benar menggembleng para muridnya dengan sungguh-sungguh.Mereka digembleng dengan aneka ilmu agama dan ilmu kanuragan.Tak hanya masyarakat biasa,kalangan masyarakat dari keraton yang membenci Belandapun banyak yang ikut serta menjadi muridnya.Semua murid dianggap sama,tak dibedakan berdasarkan statusnya atau dari mana asal-usulnya.Hanya murid-muridnya yang pandai,berani dan tangguhlah yang beliau tunjuk sebagai ketua untuk memimpin murid-murid lainnya yang siap berperang melawan Belanda.
Untuk murid-murid pilihannya,Kiai Ardisela memberinya nama Ardisela.Agar tidak saling keliru mengenali,maka Kiai Ardisela memberi julukan Ardisela dengan embel-embel tertentu.Ada Ardisela Jaha atau Buyut Jaha yang nama aslinya adalah Mas Khanafi,ada Raden Ardisela Tuk yang nama aslinya adalah Raden Rustam,dan beberapa nama Ardisela lainnya.Para Ardisela itu digembleng dengan aneka latihan yang tidak mudah.Hal ini tentu saja agar mereka siap menghadapi Belanda.
Peralatan perang yang tak semodern pihak penjajah memang menharuskan para laskar pimpinan Kiai Ardisela ini digembleng dengan sungguh-sungguh.Sehingga ketika harus berhadapan dengan musuh,mereka bisa menghadapinya.Kiai Ardisela tenth saja tidak melakukan tugas seorang diri,karena banyan tokoh-tokoh lainnya yang turut serta melatih para laskar,termasuk juga para laskar Ardisela.Tetapi,memang Kiai Ardiselalah yang paling menonjol di antara guru-guru lainnya.