Minggu, 21 Januari 2018

Wafatnya Mbah Raden Ardisela

Mbah Raden Ardisela (35)

Di pintu tengah yang merupakan pintu asli sebelum makam Mbah Raden Ardisela dipugar terdapat sebuah tulisan tahun dalam huruf dan angka Arab. Di pintu berukir itu tertulis angka tahun 1241  dan di sampingnya ada tulisan angka 3413.Tak terlalu jelas apa maksud dari tulisan itu,ada yang berpendapat jika tulisan tersebut menjelaskan tentang tanggal wafatnya Mbah Raden Ardisela,namun ada juga yang berpendapat jika tulisan tersebut adalah mengenai saat digantinya pintu.Apakah pintu itu pintu bekas rumah Mbah Raden Ardisela atau memang pintu makam,juga belum bisa dipastikan.Hal ini dikarenakan dulu di area ini adalah bekas rumah dan halaman milik Mbah Raden Ardisela,sementara makam Mbah Raden Ardisela ini dulunya sangat sederhana sekali,bukan berbentuk bangunan seperti sekarang ini.

Tak jelas kapan Mbah Raden Ardisela wafat,karena tak ada catatan pasti mengenai tanggal wafatnya.Ada yang memperkirakan jika beliau wafat sekitar tahun 1837 M.Beliau wafat di usia yang tidak terlalu tua,sekitar 60 hingga usia 70 an tahun lebih.

Saat Mbah Raden Ardisela wafat,belia sudah tidak lagi menjabat sebagai demang karena jabatan tersebut telah beliau serahkan kepada keponakan sekaligus menantunya yang bernama Raden Rangga Nitipraja.Di usia senjanya beliau lebih banyak habiskan waktunya untuk Syiar agama Islam dan berjuang bersama-sama mayarakat lainnya.Hal ini tidak terlepas dari pengaruh beberapa ulama yang merupakan guru,saudara atau temannya,di antaranya adalah pengaruh dari Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela.

Agar nama aslinya tidak diketahui pihak penjajah,maka ketika beliau wafat semua anak menantu,saudara dan kerabatnya tetap merahasiakan nama sebenarnya dan hanya menyebutnya Ardisela.Hal ini tentu saja untuk melindungi anak keturunan Mbah Raden Ardisela dari penjajah.Tempatnyapun sangat dirahasiakan,berada di halaman rumahnya sendiri.

Wafatnya Mbah Raden Ardisela ini adalah kesedihan dan kehilangan besar bagi keluarga dan juga orang-orang yang mencintainya.Para saudara,penduduk yang dulu pernah dipimpin olehnya,teman,sahabat,kerabat,rekan sejawat,dan juga teman seperjuangannya banyak yang bersedih dan merasa kehilangan atas kepergian beliau yang dikenal sebagai seorang pemimpin,ulama dan pahlawan yang gigih dalam berjuang tersebut.

Tidak dijelaskan mengapa Mbah Raden Ardisela tidak dimakamkan di pemakaman yang berada di Tuk Lor di mana Mbah Muqoyim yang tak lain sebagai guru sekaligus sahabatnya itu dimakamkan.Beliau justru dimakamkan di pemakaman khusus yang terletak di barat masjid,yang dulunya merupakan bekas rumah atau keratonnya sendiri.Ada beberapa pendapat jika Mbah Raden Ardisela ingin dimakamkan di pemakaman khusus antara lain karena beliau ingin bisa berkumpul dengan anak keturunannya,kerabat dan orang-orang kepercayaannya dalam satu area pemakaman.Pendapat kedua mengatakan beliau dimakamkan di makam khusus tersebut karena keberadaannya sangat dirahasiakan,karena sedikit banyak rahasianya sudah diketahui oleh pihak penjajah.

Pemakaman Mbah Raden Ardisela ini semula adalah halaman rumah atau keratonnya.Dulu di pemakaman baru ini hanya khusus untuk Mbah Raden Ardisela sendiri.Tapi karena ada pengikut setia dan anggota keluarga besarnya yang ingin dimakamkan di dekat beliau,maka akhirnya makam di sini bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun.Semula makam Mbah Raden Ardisela juga tidak seperti sekarang ini,bangunannya terbilang sederhana.Beberapa kali makam beliau mengalami perbaikan yang dilakukan oleh keturunan dan orang-orang lain yang ingin membangun makamnya menjadi lebih baik lagi,semua sebagai bentuk penghormatan sekaligus agar bisa memberikan rasa nyaman bagi para peziarah.

Sebelum dikenal dengan nama Pemakaman Mbah Raden Ardisela,orang-orang biasa menyebut nama pemakaman ini dengan nama Sida Parta.Ada beberapa arti dari kata Sida Parta ini,ada yang mengatakan bila Sida di sini diartikan kaum bangsawan,karena di Tuk ini dulunya memang terdapat Keraton Mbah Raden Ardisela dan juga Keraton Raden Rangga Nitipraja.Tapi ada juga yang mengatakan bila Sida di sini berarti jadi dalam Bahasa Cirebon,berarti mati atau wafat yang diambil dari Bahasa Jawa,yaitu sedo.Bisa jadi semuanya benar.Sida Parta,karena Mbah Raden Ardisela adalah ksatria yang meninggal sebagai pahlawan.