Selasa, 23 Januari 2018

Dua Guru Paling Berpengaruh Bagi Mbah Raden Ardisela

Mbah Raden Ardisela (32)

Mbah Raden Ardisela diketahui mempunyai dua guru yang paling berpengaruh dalam hidupnya.Yang pertama adalah Kiai Ardisela,guru masa mudanya,dan Mbah Muqoyim guru yang begitu akrab di usia dewasanya.Kedua tokoh itu benar-benar mempengaruhi kehidupan Mbah Raden Ardisela.
Kiai Ardisela yang ditemuinya saat Mbah Raden Ardisela masih terbilang muda dan sedang mencari jati diri,telah mengantarkannya pada pribadi yang tangguh.Gemblengan aneka ilmu yang diajarkan oleh Kiai Ardisela begitu membekas di hatinya.Ilmu agama dan ilmu kanuragan adalah dua ilmu yang intens dipelajari olehnya dari Kiai Ardisela gurunya tersebut.Berbagai ujian dijalani oleh Mbah Raden Ardisela,sehingga beliau menjadi pribadi yang tangguh dan gagah berani.Dawuan Sela menjadi tempat yang tidak bisa dipisahkan dari guru dan murid tersebut,karena di sanalah keduanya dipertemukan.

Di Dawuan Sela ini pula Mbah Raden Ardisela bertemu dengan Mbah Muqoyim gurunya tersebut.Mbah Muqoyim yang akrab dengan dunia keraton banyak mengajarkan aneka ilmu agama,politik atau siyasah,ketatanegaraan,dan lain sebagainya.Saat itu Mbah Muqoyim sudah keluar dari Keraton Kanoman dan mulai membuka pesantren Buntet,tak jauh dari Dawuan Sela,tempat Kiai Ardisela menggembleng para muridnya.

Ketika terjadi pertempuran di Pesawahan dan kemudian ada upaya pengejaran dan penangkapan terhadap Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyim oleh penjajah,perpisahan antara Kiai Ardisela dan Mbah Raden Ardisela terjadi.Kiai Ardisela pergi ke arah Indramayu,dan Mbah Muqoyim memutuskan lari ke Pemalang,Jawa Tengah.Untuk mengecoh pihak penjajah,Mbah Muqoyim memutuskan tinggal sementara di Tuk Karangsuwung,tak jauh dari kediaman Mbah Raden Ardisela.

Kiai Ardisela tak kembali lagi ke Cirebon,karena ternyata beliau wafat terkena racun oleh utusan penjajah yang menyamar sebagai santrinya saat beliau berada di tempat pelariannya di Indramayu.Akhirnya Kiai Ardisela dimakamkan di desa di mana beliau terakhir kali tinggal,yaitu Desa Sleman,Kecamatan Sliyeg,Kabupaten Indramayu.

Mbah Muqoyim sendiri berhasil kembali pulang ke Cirebon.Saat Mbah Muqoyim kembali sekitar tahun 1809 .Mbah Raden Ardisela sudah bertugas sebagai demang Sindang Laut Dan tinggal di Tuk Karangsuwung.Mbah Muqoyimpun kembali membuka Pesantren Buntet yang sempat ditinggalkannya.Selain aktif kembali membuka pesantren,Mbah Muqoyim juga aktif mengisi pengajian di Tuk Karangsuwung,yang saat itu dikenal sebagai pusat Kademangan Sindanglaut.Karena banyak menghabiskan waktu di Tuk,akhirnya Mbah Muqoyim membuka pesantren di Tuk juga.

Di usia dewasanya,Mbah Raden Ardisela banyak bergaul dan belajar pada Mbah Muqoyim,sehingga beliau begitu terpengaruh oleh pemikiran Mbah Muqoyim,terutama dalam hal dakwah Islam.Hal inilah yang membuat Mbah Raden Ardisela begitu perduli pada pendidikan,terutama pendidikan Agama Islam.Saat itu beliau mendorong ulama-ulama di sekitar tempatnya tinggal untuk mendirikan pesantren dan membantunya sebisa mungkin.
Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyim,benar-benar dua guru yang paling berpengaruh dalam hidup dan kehidupan Mbah Raden Ardisela.