Senin, 28 Januari 2019

Ikan Beracun dan Kematian Putri Mbah Raden Ardisela

Mbah Raden Ardisela (36)

Menurut kisah turun-temurun,Nyi Raden Aras meninggal dalam usia yang tidak terlalu tua.Beliau meninggal di usia 30 hingga 40 an tahun.

Ada dua kisah yang melatarbelakangi kisah kematian Nyi Raden Aras ini.Namun yang pasti beliau meninggal karena keracunan ikan.Menurut satu versi,ikan tersebut adalah ikan dari suaminya yang baru pulang memancing di laut.Tanpa diketahui,ternyata ikan yang dibawa adalah ikan yang beracun.Karena tidak mengerti dan mengolahnya seperti ikan biasa saja,maka racun dalam ikan itu tak hilang.Ketika beliau memakannya,beliaupun akhirnya keracunan ikan tersebut.Karena tak mendapatkan obatnya,Nyi Raden Araspun  akhirnya meninggal dunia.

Versi lain menceritakan jika Nyi Raden Aras meninggal karena ikan beracun yang dikirimkan oleh seorang lelaki yang sakit hati karena Nyi Raden Aris adiknya menikah dengan Raden Rangga Nitipraja sepupunya sendiri.Kejadian itu bermula ketika ada seorang pemuda tetaggga Raden Rangga yang sama-sama dari Gebang,ternyata jatuh cinta juga pada Nyi Raden Aris.Begitu tahu Nyi Raden Aris menikah dengan Raden Rangga,maka dia begitu marah dan dendam.Dia berjanji jika dia tidak mendapatkan Nyi Raden Aris,maka siapapun tak boleh mendapatkannya,termasuk Raden Rangga yang sudah jadi suaminya.

Sang lelaki itu akhirnya mengirimkan ikan untuk Nyi Raden Aris.Seorang pesuruh mengantarkan ikan tersebut dari Gebang ke Tuk Karangsuwung dengan harapan bisa dimakan oleh Nyi Raden Aris.Saat pesuruh itu datang,yang menerima ikan tersebut adalah Nyi Raden Aras.Melihat ikan yang baru dilihatnya dan belum pernah dimakan olehnya,beliaupun akhirnya mencicipi ikan tersebut.Beliau tidak tahu sedikitpun jika ikan tersebut beracun.Karena racun yang terdapat dalam ikan itu cukup kuat,akhirnya nyawa Nyi Raden Araspun tak dapat diselamatkan.Beliaupun akhirnya meninggal dunia.

Nyi Raden Aras meninggalkan seorang suami bernama Raden Nurlayaman dan seorang anak bernama Raden Hasan Mudhofat.Di kemudian hari suami Nyi Raden Aras ini menikah lagi dengan wanita dari luar Tuk Karangsuwung dan memutuskan untuk pindah tempat tinggal.Sementara itu Raden Hasan Mudhofat anaknya dirawat oleh Nyi Raden Aris.Oleh Nyi Raden Aris dan Raden Rangga,Raden Hasan Mudhofat dirawat seperti layaknya anak sendiri.Raden Hasan Mudhofatpun tumbuh dalam asuhan bibi kandunh dan paman iparnya,bersama adik-adik sepupunya yang lain,yaitu Raden Raksa,Raden Pali,Nyi Raden Ayu,Raden Sulaeman dan Nyi Raden Kuning.

Aneka foto (2)

Aneka Foto 2




Makam Mbah Raden Arungan,Astana Gunung Amparan,Gebang Cirebon.Beliau adalah kakak sekaligus besan Mbah Raden Ardisela Tuk Karangsuwung.Anaknya yang bernama Raden Rangga NP menikah dengan putri Mbah Raden Ardisela yang bernama Nyi Raden Aris.


                         Makam istri Mbah Raden Arungan



Sabtu, 19 Januari 2019

Kematian,Bukan Kekalahan

Kematian,Bukan Kekalahan

Saat masih muda,kira-kira ketika saya berusia 20 an,kematian adalah sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan.Baik kematian yang menimpa keluarga besar saya,apalagi saya.Baik yang menimpa pada yang tua,maupun yang muda.Tapi ternyata kematian itu ada,dekat dan nyata.Walau tak mau membayangkannya,cepat atau lambat kematian akan datang juga.

Hal ini terjadi pada keponakan saya.Dia yang begitu saya sayangi,pergi mendahului saya.Dia meninggal ketika usianya masih begitu muda,sekitar usia 13 tahun saat dia duduk di bangku sekolah setingkat smp.Masih begitu muda,jauh lebih muda dari saya yang berumur 10 tahun lebih tua darinya.

Masih teringat begitu kuat,saat itu saya yang sedang berada di Jakarta sedang begitu lupa dengan yang namanya kematian.Ketika suatu malam seseorang menelepon saya di rumah teman yang saya tinggali tentang dekatnya kematian,saya masih yakin bila kematian itu masih jauh.'Keponakanmu sedang koma,kamu disuruh pulang'.Begitu isi percakapan telpon malam itu.

Esoknya saya langsung bergegas pulang kampung di Cirebon tercinta.Begitu saya tiba,saya langsung mendatangi rumah sakit tempat keponakan saya dirawat.Tak ada dialog di sana,hanya ada pemamdangan memilukan di ruang rawat.Badan yang kaku,nafas yang tersengal,mata yang terpejam,dan lantunan suara Al Quran.Tapi saya masih tetap berfikir dan yakin jika kematian itu masih jauh.

Setelah melalui serangkaian pengobatan yang tak membuat baik keadaan keponakan saya,dokter menyarankan agar keponakan dibawa ke Jakarta,di mana rumah sakit dengan fasilitas lengkap dan memadai tersedia.Masih ada asa.Harapannya,walaupun tak ada obatnya paling tidak ada keajaiban di sana.Lebih-lebih ketika mengetahui usaha kedua orangtuanya,dan juga lantunan banyak doa dari orang-orang yang menengoknya.

Membawa seseorang yang dicintai ke rumah sakit itu rasanya seperti berperang,dan berharap kita yang akan memenangkan peperangan tersebut.Usaha dan doa tak pernah berhenti,semua dijalani tanpa lelah dan keluh.Menunggu berhari-hari di rumah sakitpun tak apa-apa,karena berharap kesembuhan itu masih ada.Hingga pada akhirnya dokter memberitahu jika keponakan saya telah tiada.Saat itu saya benar-benar seperti kalah perang.Entahlah keluarga yang lainnya,yang pasti sedih dan kecewa jadi satu.

Setelah beberapa waltu,akhirnya saya tersadar juga,walau segala usaha seperti sia-sia dan doa serasa tiada guna,kematian tetap bukan kekalahan.Kematian adalah takdir Yang Maha Kuasa,yang cepat atau lambat akan datang kepada kita semua.Teruslah berusaha dan berdoa,karena usaha dan doa yang dilakukan secara maksimal adalah wujud rasa cinta.Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk kita semua,kalau tidak untuk kitaaling tidak yang terbaik untuk seseorang yang telah pergi meninggalkan kita.

Ya,bila kematian datang menjelang pada siapapun,tak perlu merasa kalah,karena sejatinya kematian adalah teman kita sehari-hari,yang akan datang tepat pada waktunya,seberapapun kita berusaha dan berdoa.