Jumat, 28 April 2017

Membandingkan Diri dengan Diri Sendiri

Membandingkan Diri dengan Diri Sendiri

Dulu,saat saya kecil saya sering sekali membandingkan Diri Sendiri dengan orang lain,terutama dengan teman-teman.Membandingkan kepandaian,kekayaan,kebahagiaan,dan lain sebagainya.Ada saat selalu bahagia saat membandingkan diri dengan orang lain,ada kalanya juga sedih menghinggapi.

Saat saya membandingkan diri dengan anak-anak yang lain yang dapat nilai rendah padahal sudah belajar mati-matian,semnetara saya mendapat nilai bagus atau lebih tinggi tanpa harus lelah belajar seperti mereka.Di sini saya merasa bangga.Saya merasa senang karena berarti saya termasuk anak yang pintar atau minimal beruntung.

Saat saya membandingkan dengan teman saya yang lebih pintar,saya merasa sedih karena saya kalah pintar.Rasanya ingin sekali saya seperti mereka yang lebih pintar dari saya,tanpa mau tahu akan apa yang sudah mereka lakukan.Mereka bekerja keras,sementara saya asik bersantai-santai.

Selalu saja membandingkan diri dengan orang lain sampai saya lupa membandingkan diri dengan diri sendiri.Membandingkan diri dengan diri sendiri?,ya,dengan diri sendiri.

Kenapa saya tidak membandingkan diri saya dengan diri sendiri?,padahal bila itu saya lakukan dari semenjka anak-anak mungkin saya akan lebih berhasil,atau minimal saya sudah maksimal dengan segala usaha dan do'a.Tapi semuanya tidak pernah saya lakukan dari dulu.

Saya lupa membandingkan diri teman-teman saya yang tidak pandai dengan diri mereka sendiri.Bagaimana jadinya kalau mereka tidak belajar,mungkin mereka akan dapat nilai yang lebih rendah.Sudah berjuang dengan belajar saja mereka mendapat nilai kecil,apalagi tidak belajar.Saya juga lupa membandingkan diri  teman-teman saya yang pintar dengan diri mereka sendiri.Apakah mereka akan tetap dapat nilai bagus saat mereka tidak belajar?.

Kenapa saya lupa membandingkan diri saya yang tidak belajar dengan saya yang belajar.Bisa dibayangkan bila saat kecil dulu saya rajin belajar,bisa saja saya mendapat nilai yang bagus,minimal mendekati nilai-nilai yang diperoleh anak-anak yang lebih pintar dari saya.Seharusnya saya harus membandingkan diri saya yang tidak belajar dengan diri saya yang belajar.Bila saja dari dulu saya rajin belajar,Insya Allah saya akan mendapatkan lebih daripada yang sudah saya dapatkan selama ini.

Sayangnya saya terlena,sehingga cuma bisa membandingkan diri saya dengan orang lain yang tidak lebih dari saya demi kesenangan sendiri.Saya lupa membandingkan diri dengan diri saya sendiri.Pantaslah dari dulu saya tak mau berusaha lebih keras untuk menggapai sesuatu yang lebih baik,sehingga hasil yang saya perolehpun tak lebih baik,dibandingkan jika saya berusaha dengan lebih giat lagi.

Selasa, 25 April 2017

Makam P. Suci Manah,P. Sapu Jagat,P. Jagasatru

Makam P. Suci Manah,P. Sapu Jagat,P. Jagasatru

Di kawasan Jagasatru yang tak jauh dari pusat perdagangan ada tiga buah Makam dalam satu area yang yang sering diziarahi oleh para peziarah.Makam tersebut adalah makam P. Suci Manah,P. Sapu Jagat,dan P. Jagasatru.M mereka semua adalah para penyebar Islam sekaligus pejuang.P. Suci Manah sendiri diketahui sebagai pendiri sebuah pesantren di kawasan Graksan Cirebon.

Apabila hendak berziarah ke makam ini,para pengunjung bisa dengan mudah menemukannya,karena ada beberapa angkot yang melewati daerah ini.Dari terminal bisa naik becak atau ojek,atau juga angkot tapi harus dua kali atau satu kali tapi harus berjalan terlebih dulu untuk sampai ke rute angkot.Angkot Jurusan Gunung Sari-Sumber atau Gunung Sari-Ciperna melewati kawasan Makam ini.Kalau dari Perumnas bisa naik angkot jurusan yang lewat daerah Jagasatru.Dari jalan raya atau Pasar Jagasatru letaknya tidak terlalu jauh,hanya beberapa puluh meter dan bisa ditempuh dengan jalan kaki.

Ketiga makam ini ada di sebuah pemakaman yang jumlah makamnya tidak terlalu banyak.Di samping pemakaman ini ada sebuah Musholla yang biasa  digunakan untuk sholat,sehingga para peziarah dari luar kota tidak perlu takut kesulitan mencari tempat sholat.Pada bulan maulid biasanya makam ini semakin ramai dikunjungi oleh para peziarah,karena bertepatan dengan acara maulid di Keraton Cirebon yang banyak didatangi oleh banyak orang dari berbagai daerah di Indonesia.


Makam P. Suci Manah,P.Sapu Jagat,dan P. Jagasatru 

Makam Ki Lobama

Makam Ki Lobama

Ki Lobama adalah salah seorang ulama yang dipercaya hidup sebelum era Gunung Jati.Nama aslinya sendiri bukanlah Ki Lobama,karena nama ini hanyalah sebagai nama julukan saja.Beliau adalah seorang ulama yang mempunyai banyak ilmu agama,maka karena itulah beliau mendapat julukan Ki Lobama alias Kiai yang loba (banyak) ilmu agama.

Makam Ki Lobama terdapat di Desa Mundu Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.Dari Kota Cirebon Makam Ki Lobama ini dapat dicapai dengan naik angkot jurusan Gunung Sari-Mundu,atau bila dari terminal bisa naik Elf jurusan Cirebon-Sindang,Cirebon-Losari,atau Cirebon-Babakan.Turun di depan Pasar Mundu,dilanjutkan naik ojek atau jalan kaki.Dari Pasar Mundu letak  makamnya tidak terlalu jauh.

Suasana makam Ki Lobama bernuansa tempo dulu dengan bata-bata tua.Di depan makam ada sebuah pendopo,halaman dan pintu masuk yang unik,sementara di belakang makamnya terdapat sebuah bangunan yang menyerupai candi yang terbuat dari batu bata.

Selain makam Ki Lobama,di pemakaman ini juga banyak terdapat makam lainnya,baik yang sudah tua ataupun baru,termasuk ada juga makam anak dari Sunan Gunung Jati yang bernama Pangeran Brata Kelana.


Makam Ki Lobama 

Jumat, 21 April 2017

Sejarah Para Ardisela

Sejarah Para Ardisela

Ternyata nama Ardisela itu tidak hanya merujuk pada satu orang saja,melainkan merujuk pada beberapa orang berbeda yang menggunakan nama Ardisela ini.Nama Ardisela ini memang ada yang nama asli,nama julukan,atau nama gelar.Nama-nama Ardisela mempunyai kisah tersendiri dan sering kali digunakan sebagai taktik untuk mengelabui pihak Belanda.

Pangeran Alas putra dari Panembahan Girilaya Sultan terakhir sebelum Kesultanan terpecah menjadi dua,diketahui juga mempunyai nama Ardisela.Nama lengkapnya adalah Pangeran Alas Ardisela.Menurut informasi,makam beliau ada di Desa Luwung Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon,satu area dengan makam Pangeran Luwung yang merupakan saudara sepuh sekaligus gurunya dalam berbagai bidang ilmu.

Di Cirebon sekitar tahun 1700 hingga pertengahan 1800 an ada beberapa orang yang menggunakan nama Ardisela.Di Tuk Karangsuwung ada Mbah Raden Ardisela yang merupakan putra Demang Bratanata.Nama kecilnya adalah Raden Rustam,sedangkan nama yang tercatat di Keraton bukan Ardisela atau Rustam.Selain Mbah Raden Ardisela Tuk Karangsuwung,ada juga Kiai Ardisela dan Pangeran atau Raden Ardisela lainnya.Mereka semua adalah orang-orang yang berbeda,ada yang keturunan Syarif Hidayatullah,keturunan Sunan Kalijaga,dan lain sebagainya.

Di Indramayu,tepatnya di Desa Sleman Kecamatan Sliyeg ada makam Ardisela.Ada yang mengatakan jika Makam tersebut hanyalah petilasannya saja,namun ada juga yang meyakini jika makam tersebut benar-benar makam orang yang mempunyai nama Ardisela.Menurut sebagian orang-orang keturunan Pesantren Buntet,Pemijen,Dongkol,dan beberapa pesantren lainnya di Cirebon,makam Ardisela yang berada di Desa Sleman ini adalah makam Kiai Ardisela Buntet,yang tak lain adalah teman seperjuangan dan sekaligus adik ipar Mbah Muqoyim.Di Cirebon sendiri selain nama Raden Ardisela Tuk,ada juga nama Kiai Ardisela Buntet atau Dawuan Sela yang sering disebut oleh sesepuh terdahulu.Kiai Ardisela Buntet inilah yang makamnya ada di Desa Sleman tersebut.Sementara pendapat lain mengatakan makam Kiai Ardisela berada di Tuk Karangsuwung juga,tepatnya berdekatan dengan makam Mbah Muqoyim.Sementara pendapat lain mengatakan jika makam Ardisela yang berada di area yang tidak jauh dari makam Mbah Muqoyim adalah makam Kiai Ardisela Gozali,yang tak lain adalah menantu Mbah Muqoyim.

Dalam buku 'Perlawanan Dari Tanah Pengasingan' hal 16 disebutkan Kiai Ardisela ini menikah dengan adik Mbah Muqoyim yang bernama Nyai Alfan,yang akhirnya dikaruniai dua anak yaitu Kiai Muhamad Imam dan Nyi Kapiyun.Kiai Muhamad Imam sendiri pada akhirnya banyak menurunkan ulama yang turut membantu perkembangan pesantren-pesantren di Cirebon,terutama di Pesantren Buntet dan Benda.Salah satu cicit Kiai Ardisela dengan Nyi Alfan yang dikenal banyak orang sebagai ulama adalah Kiai Anwarudian alias Kiai Kriyan.

Nyai Kapiun putri Kiai Ardisela dan Nyai Alfan ini menikah Dengan Kiai Mas Khanafi Jaha atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah atau Buyut Jaha.Buyut Jaha sendiri sebenarnya orang yang dulunya sering disebut dengan sebutan Ardisela juga,yaitu Ardisela Jaha.Makam Mbah Buyut Jaha ini ada di Desa Sampiran,Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon.

Di daerah Kuningan juga ada makam Ki Ageng Ardisela,tepatnya berada di Desa Cirea,Kecamatan Mandirancan Kuningan.


Di Cirebon nama Ardisela ini ada lebih dari satu namun hanya beberapa saja yang kisah dan makamnya diketahui.Di Blok keradenan Desa Sindangmekar Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon juga ada makam dengan nama Ardisela.Namun sedikit orang yang mengetahuinya.Dukupuntang dulunya memang dikenal sebagai basis perjuangan para pejuang,baik dari keluarga keraton,ulama,dan mayarakat umum lainnya yang hendak menyusun strategi dalam melawan penjajah.

Di Sumedang ada Ardisela yang merupakan seorang ulama yang juga seorang pejuang.Usia dan masa hidupnya diperkirakan tak jauh dengan Ardisela yang lainnya.Nama beliau adalah Pangeran atau Raden Asyrofudin,yang merupakan keturunan Sultan Kasepuhan.Beliau ini dikenal sebagai pendiri Pesantren Ardisela Singa Naga,yang sekarang ini namanya sudah berganti menjadi Pondok Pesantren Asyrofudin.

Di Banyuwangi dan Pekalongan ada juga makam seorang pejuang yang bernama Ardisela,namun entah ada kaitannya dengan Ardisela yang berada di Cirebon,Indramayu,Sumedang,Kuningan atau tidak.Menurut sebuah sumber,saat itu para pejuang yang menggunakan nama Ardisela diketahui jati dirinya dan diminta pergi meninggalkan Cirebon,agar tidak ada lagi pemberontakan yang dilakukan oleh mereka dan para pejuang lainnya.

Senin, 17 April 2017

Belajar dari Mbah Fanani dan Masyarakat Dieng

Belajar dari Mbah Fanani dan Masyarakat Dieng

Ketika Mbah Fanani datang ke Dieng,tak seorangpun tahu siapa beliau,asal usulnya,kedudukannya,dan lain sebagainya.Yang orang tahu adalah Mbah Fanani hidup seorang diri tanpa sanak saudara, tanpa harta atau benda.Melihat Mbah Fanani dengan pakaian ala kadarnya,tak bertempat tinggal dan entah makan dari mana,orang-orang yang melihatnya menjadi iba dan perduli,ketulusan mereka diuji.

Pada akhirnya mereka memberikan tempat berteduh untuk Mbah Fanani,memberinya makan,pakaian dan lain sebagainya,dan tentu saja semua itu mereka lakulan tanpa mengharap apapun,apalagi meminta balasan dari Mbah Fanani.Sungguh sebuah cerita yang indah,di mana orang-orang begitu peduli pada Mbah Fanani yang menurut mereka hanya orang biasa,bukan siapa-siapa dengan segala cerita dan embel-embelnya.

Lambat laun banyak orang mendatangi Mbah Fanani,konon hal ini mereka lakukan karena mereka mengetahui kelebihan-kelebihan beliau.Cerita yang dulu hanya diketahui dari mulut ke mulut dan di kalangan keluarga serta kerabatnya saja,di era internet dan medsos ini ceritanya menjadi begitu cepat menyebar.Mbah Fanani menjadi sebuah fenomena dan semakin banyak saja orang-orang yang berlomba mendatanginya.Mereka yang datang tentu saja dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya.Ada yang bertujuan baik,namun tak sedikit juga yang bertujuan kurang baik.Ada yang sekedar sowan atau bersilaturohim,namun tak sedikit pula yang berharap banyak setelah menemuinya.

Mbah Fanani dan Masyarakat Dieng,sebenarnya mereka sedang mengajarkan kepada kita untuk perduli pada sesama,tanpa memandang status,tanpa memandang asal usul.Menolong orang yang perlu ditolong,perduli pada siapa saja.

Seandainya Mbah Fanani diketahui tak mempunyai kelebihan,masih adakah orang yang mau perduli padanya?,masih adakah orang yang mau mendatanginya untuk sekedar bersilaturohim?,asakah orang yang melakukan hal seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat Dieng saat mereka memperlakukan Mbah Fanani,sejak pertama kali Mbah Fanani datang beberapa belas tahun lalu tanpa mereka tahu siapa Mabh Fanani yang sebenarnya.

Sepertinya saya harus banyak belajar pada Mbah Fanani dan masyarakat Dieng.Perduli dan ikhlas.

Minggu, 16 April 2017

Antara Keraton dan Pesantren di Cirebon

Mbah Raden Ardisela (20)

Keraton,bagaimanapun adalah sentral atau pusat peradaban Islam di Cirebon dan sekitarnya.Begitulah peran keraton dari masa ke masa,semenjak keraton Cirebon berdiri hingga beberapa generasi.Namun lambat laun peran keraton sebagai pusat peradaban Islam itu semakin terkikis,hal ini tidak terlepas dari pengaruh dan campur tangan penjajah Belanda dan penjajah dari bangsa lainnya.

Semenjak Belanda semakin turut campur tangan dalam kehidupan keraton,semenjak itu pula peran keraton sebagai pusat penyebaran ajaran Islam semakin redup.Hal ini semakin diperparah dengan banyaknya putra dan putri keraton yang keluar dari lingkungan keraton,terutama para keturunan yang masih perduli pada ajaran Agama Islam dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.

Pengaruh Belanda yang masih terlihat hingga kini adalah berupa benda-benda peninggalan Belanda yang memang sangat jauh sekali dengan nilai-nilai Islam.Contoh yang masih ada adalah gambar-gambar di keramik yang terdapat di makam Sunan Gunung Jati.Beberapa keramik khas Belanda tersebut bergambar wanita dengan busana sedikit telanjang,hingga tulisan ini dibuat keramik bergambar tak senonoh itu masih terdapat di tembok bagian luar makam Sunan Gunung Jati.

Banyaknya keturunan keraton yang keluar dari kehidupan keraton memang tak selalu berdampak negatif,karena hal tersebut bisa menjadi berkah tersendiri,baik untuk keraton maupun untuk masyarakat pada umumnya,karena tak sedikit dari keturunan keraton yang akhirnya mendirikan pesantren.Kalaupun dari mereka tidak mendirikan pesantren,paling tidak mendorong dan membantu orang lain untuk mendirikan pesantren.

Pesantren Buntet adalah salah satu contoh pesantren yang didirikan oleh seorang ulama keturunan Syekh Syarif Hidayatullah yang bernama Mbah Muqoyim.Hal ini sebagai bentuk protes dan juga perlawanannya kepada penjajah Belanda yang membuatnya memilih meninggalkan jabatannya sebagai Mufti di Keraton Kanoman.Sementara keturunan Syekh Syarif Hidayatullah lainnya yang bernama Mbah Raden Ardisela membantu perjuangan Mbah Muqoyim dengan sepenuh jiwa.

Ketika terjadi pergolakan di Keraton Kanoman,Mbah Muqoyim beserta para ulama dan santri turut membantu.Putra mahkota yang saat itu diasingkan di luar Jawa akhirnya dikembalikan ke Cirebon dan diberikan kembali haknya.Putra Sultan tersebut hingga kini keturunannya memimpin Keraton Kacirebonan.
Selain Pesantren Buntet,secara bertahap di Cirebon dan sekitarnya sendiri berdiri banyak pesantren yang didirikan oleh ulama-ulama yang masih merupakan keturunan Syekh Syarif Hidayatullah baik dari jalur laki-laki atau perempuan,di mana pesantren-pesantren tersebut tidak saja didatangi oleh santri dari Cirebon dan sekitarnya,tetapi juga dari daerah-daerah lainnya yang terbilang jauh dari Cirebon.Beberapa pesatren tersebut antara lain adalah Pesantren Babakan Ciwaringin,Pesawahan,Tuk Karangsuwung (samping stasiun/dekat makam),Benda Kerep,Gedongan,Kempek,Balerante,dan lain sebagainya.

Walau sudah keluar dari keraton,para putra dan putri keturunan keraton  tetap masih perduli pada keraton beserta dinamika yang menyertainya.Begitu juga dengan para ulama keturunan keraton,mereka masih tetap perduli pada keraton hingga membuat beberapa dari mereka akhirnya kembali bekerja dan merawat  keraton,karena bagaimanapun keraton adalah warisan yang perlu dipelihara dan perlu dijaga kelanjutannya,terutama demi menjaga nilai-nilai ajaran Agama Islam,agar pengaruh negatif penjajah tak semakin merajalela.

Keraton dan pesantren-pesantren yang didirikan oleh ulama-ulama keturunan keraton  benar-benar sudah terpisah sesuai dengan latar belakang dan tujuan masing-masing.Keraton ramai dengan aneka kegiatan budayanya,sementara pesantren ramai dengan aneka kegiatan pendidikan dan keagamaanya.Keraton dan pesantren berjalan sendiri-sendiri namun satu sama lain tetap saling melengkapi.

Makam Buyut Bodri (Kanci)

Makam Buyut Bodri (Kanci)

Selain makam Demang dan makam Sanga,di Kanci juga ada makam lain yang kerap dikunjungi oleh para peziarah,yaitu makam Mbah Buyut Bodri.Nama Buyut Bodri sendiri adalah Pangeran Tunggal Melayu Menurut kisah beliau adalah anak dari Pangeran Kuda Pangrawit yang berasal dari kerajaan Mataram.Saat itu beliau pergi ke arah barat Jawa untuk belajar Agama Islam bersama kedua adiknya,yaitu Nyi Mas Arum Sari (dilkenal juga dengan sebutan Nyi Mas Cempaka Mulya yang makamnya berada di Desa Keraton-Celancang),dan Raden Saputra.

Menurut juru kunci makam,Buyut Bodri hidup sezaman dengan Ki Lobama yang makamnya ada di Mundu Mesigit. Beliau hidup di era sebelum Syarif Hidayatullah.

Untuk mencapai Makam Buyut Bodri tidaklah susah,dari Cirebon naik saja mobil jurusan Sindang Laut dan turun di masjid atau balai desa Kanci Kulon.Dari jalan raya Kanci letak makam Buyut Bodri ini tidak terlalu jauh dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Makam Buyut Bodri sendiri terbilang bersih,sudah beratap dan nyaman untuk para peziarah yang hendak berziarah.

Senin, 10 April 2017

Makam Pangeran Drajat

Makam Pangeran Drajat

Di daerah Drajat Kota Cirebon terdapat sebuah makam yang sebenarnya adalah petilasan dari Pangeran Drajat atau Sunan Drajat yang juga sering diziarahi oleh banyak peziarah dari berbagai daerah,tak hanya dari Cirebon saja.Petilasan Pangeran  Drajat terletak di sebuah pemakaman di belakang masjid yang biasa disebut Masjid Drajat.Selain petilasan Pangeran Drajat,di sini ada makam Nyi Mas Ageng Pancuran dan makam Pangeran Sifat Luhung yang merupakan santri dari Pangeran Drajat yang melanjutkan Syiar ajaran Islam yang sudah dilakukan oleh Pangeran Drajat.

Di makam dengan nuansa warna merah yang berada di tengah-tengah Kota Cirebon ini terbilang bersih dan rapih,sehingga membuat betah dan tenang para peziarah.Di sekeliling bangunan utama makam ini sudah padat dengan makam-makam lainnya.

Untuk mencapai pemakaman ini sangat mudah,dari Terminal Harjamukti Kota Cirebon bisa dicapai dengan ojek atau becak dengan biaya yang tidak terlalu mahal.Beberapa angkot yang melewati makam ini adalah angkot jurusan Gunung Sari-Sumber,Gunung Sari-Ciperna,dan beberapa angkot lainnya.


Makam Pangeran Drajat

Minggu, 09 April 2017

Makam Pangeran Suryanegara

Makam Pangeran Suryanegara

Pangeran Suryanegara adalah seorang ulama dan pejuang yang merupakan putra dari seorang Sultan Kasepuhan.Masa hidupnya beliau habiskan untuk berjuang melawan penjajah Belanda yang suka berbuat semena-mena terhadap rakyat dan juga terlalu banyak campur tangan dalam urusan Keraton Kasepuhan.

Makam Pangeran Suryanegara terletak di kawasan Wanacala,Harjamukti Kota Cirebon.Makam beliau dapat ditempuh melewati jalan antara Cirebon-Kuningan.Untuk mencapai Makam ini tidaklah susah,karena letaknya yang strategis dan tidak terlalu jauh dari jalan umum.Untuk mencapai lokasi ini para peziarah bisa naik Elf atau bus jurusan Cirebon-Kuningan,atau angkot jurusan Gunung Sari-Ciperna.Turun di Wanacala,dilanjutkan dengan jalan kaki beberapa puluh meter saja dari jalan raya.

Komplek pemakaman Pangeran Suryanegara terbilang bersih,rapih dan rindang.Suasana bangunan jaman dahulu berpadu dengan bangunan masa kini.Makamnya sendiri berada di sebuah bangunan yang dikelilingi makam-makam lainnya, baik itu Makam keluarga,keturunan,maupun makam lainnnya yang berada di luar bangunan.


Makam Pangeran Suryanegara


Makam-makam lain yang berada di sekeliling Makam utama

Makam Mbah Kiai Ta'rifudin (Pemijen-Asem)

Makam Mbah Kiai Ta'rifudin (Pemijen-Asem)

Mbah Ta'rifudin adalah seorang ulama sekaligus pejuang yang dianggap sebagai waliyullah oleh banyak orang.Beliau adalah pendiri Pesantren Pemijen Desa Asem Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.Masa hidup beliau bersamaan dan berjarak tidak jauh dengan Mbah Muqoyim dan Mbah Raden Ardisela.

Mbah Kiai Ta'rifudin sendiri dikenal sebagai ulama yang mempunyai menantu yang juga dikenal sebagai ulama-ulama  saat itu.Beliau tercatat sebagai mertua beberapa Kiai di Cirebon di tahun 1800 an,seperti Mbah Sholeh Pesantren Benda,Mbah Raden Raksa Tuk Karangsuwung,dan beberapa ulama lainnya di Cirebon.Beliau adalah leluhur para kiai di Pesantren Buntet,Benda Kerep,Kempek,Gedongan,dan Pemijen sendiri.

Mbah Ta'rifudin dikenal sebagai ulama yang tidak mau bekerjasama dengan Penajajah.Beliau juga dikenal sebagai seorang ulama tasawuf yang tidak suka dengan kehidupan dunia.Pesantren yang didirikannya pun jauh dari kesan mewah,bahkan setelah seabad lebih kepergiannyapun pesantrennya tetap tak jauh berubah,masih tetap sederhana.

Makam Mbah Kiai Ta'rifudin atau yang biasa dikenal dengan nama Mbah Ta'rif berada di Desa Asem.Dari Cirebon Makam ini bisa dicapai dengan naik Elf jurusan Cirebon-Sindang Laut.Setelah berhenti di Cipeujeuh,bisa dilanjutkan dengan naik mobil jurusan Sedong atau ojek ke Desa Asem.

Makam Mbah Kiai Ta'rifudin seperti makam orang kebanyakan.Tak ada kesan mewah atau istemewa.Ada bangunan tapi bukan menaungi makamnya,melainkan di sisi makamnya saja yang biasanya digunakan untuk orang-orang yang berziarah berteduh agar tidak kepanasan dan kehujanan.Pada hari-hari tertentu makamnya banyak diziarahi orang dari berbagai kalangan,terutama para ulama dan santri.


Makam Mbah Ta'rif 

Selasa, 04 April 2017

Guru Culun Rindu Mengajar Di Sekolah

Guru Culun Rindu Mengajar Di Sekolah

Hampir setahun ini saya hanya mengajar di lembaga kursus ( he he,aslinya tempat les kecil,tapi biar keren ya bilangnya tempat kursus),dengan murid dari anak taman kanak-kanak hingga mahasiswa dan orang dewasa.Murid yang saya ajar tidak terlalu banyak setiap bulannya,hanya belasan orang.Tapi kalau yang pernah les di tempat saya Alhamdulillah sudah lima puluh orang lebih.Ada yang berhenti karena memang sudah selesai program yang diikutinya,tapi ada juga yang berhenti karena alasan lainnya.

Sebagai seorang guru yang pernah malang melintang mengajar di berbagai sekolah dengan banyak murid tiap kelasnya,rasanya rindu juga dengan suasana keramaian kelas dengan aneka tingkah polah murid-murid.Lama-lama jadi kepikiran juga.Ternyata guru culun yang satu ini rindu mengajar kembali di sekolah.

Sudah beberapa sekolah yang didatangi,tapi semuanay sedang tak ada quota alias jumlah gurunya sudah penuh.Sebenarnya ada sekolah yang menawarkan saya untuk mengajar juga,tapi karena jadwalnya bentrok akhirnya tak berlanjut.Maklum saja,karena selain mengajar les saya juga menjaga rumah baca yang Alhamdulillah seringkali banyak pengunjungnya.Saya hanya punya waktu mengajar di hari  Senin,Selasa dan Rabu saja.Sementara hari Kamis,Jum'at dan Sabtu mengajar di tempat les sendiri sambil menjaga rumah baca.

Saat rindu mengajar di sekolah tiba biasanya saya akan mengingat kenangan di sekolah-sekolah tempat mengajar.Fb,twitter,instagram dan medsos lainnya terkadang semakin menambah rasa rindu saya pada sekolah-sekolah tempat saya mengajar dulu.

Guru culun rindu mengajar di sekolah,rindu akan suasana yang dulu pernah dirasakannya.

Senin, 03 April 2017

Makam Tuk Karangsuwung dan Makam Gajah Ngambung

Makam Tuk Karangsuwung dan Makam Gajah Ngambung

Tuk Karangsuwung yang saat itu lebih dikenal sebagai Tuk atau Depok diketahui sebagai tempat tinggal sementara Mbah Muqoyim di mana murid dan juga sahabatnya yang bernama Mbah Raden Ardisela tinggal dan menetap.Di akhir masa hidupnya,akhirnya Mbah Muqoyim dimakamkan di pemakaman Tuk Lor Desa Tuk Karangsuwung,Kecamatan Lemahabang.Ada yang berpendapat jika pemakaman ini dahulu merupakan petilasan atau tempat tinggalnya.Di pemakaman Tuk Lor  juga terdapat makam keluarga dan keturunannya.Salah seorang yang bernama Kiai Ardisela dari kelompok Ardisela juga ada yang dimakamkan di dekat Mbah Muqoyim.

Bila Makam Mbah Muqoyim dan keluarga dan keturunannya berada di Tuk Lor,maka Makam Mbah Raden Ardisela berada di Tuk Kidul,di mana dulunya pemakaman ini merupakan tempat tinggal Mbah Raden Ardisela bersama Nyai Maemunah (Nyai Muntreng) istrinya dan anak-anaknya,dan juga beberapa makam orang kepercayaannya.

Pada perkembangan selanjutnya kedua makam ini menjadi pemakaman umum.Bila pemakaman Tuk Lor sebagai tempat pemakaman umum untuk orang dari desa Tuk Karangsuwung dan juga luar desa,maka pemakaman Tuk Kidul dikhususkan untuk warga masyarakat Tuk Karangsuwung saja,atau warga luar Tuk Karangsuwung yang masih mempunyai jalur keturunan dengan Mbah Raden Ardisela,kerabat atau sahabatnya.

Dahulu keluarga besar para kiai Pesantren Buntet juga banyak yang dimakamkan di Tuk Karangsuwung,satu area dan berdekatan dengan makam Mbah Muqoyim.Kebiasaan ini berlangsung hingga masa Mbah Muta'ad.Karena letaknya yang terlalu jauh,maka pada akhirnya para kiai dan keluarga besarnya memilih untuk membuka pemakaman baru,yaitu di kawasan pemakaman Gajah Ngambung di kawasan Pesantren Buntet.Mbah Kiai Abdul Jamil yang merupakan putra dari Mbah Muta'ad adalah sesepuh pertama yang dimakamkan di pemakaman Gajah Ngambung tersebut.Sejak saat itu keluarga besar Pesantren Buntet akhirnya tak lagi dimakamkan di Desa Tuk Karangsuwung,namun di pemakaman Gajah Ngambung.

Makam Buyut Muji

Makam Buyut Muji dan Mbah Saptaregga

Syekh Abdul Muhyi atau yang biasa dikenal sebagai Buyut Muji adalah seorang ulama dan pejuang yang gigih dalam membela rakyat.Nama beliau dikenal luas oleh masyarakat Cirebon dan sekitarnya.Tak aneh bila akhirnya makam beliau sering dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai kota.

Makam Buyut Muji terletak di Desa Dawuan Kecamatan Tengah Tani Kabupaten Cirebon.Dari Cirebon Makam beliau bisa dicapai dengan angkot jurusan Cirebon Plered,mobil minibus atau bus  jurusan Cirebon Indramayu,Cirebon Jakarta,atau Cirebon Bandung.Dari jalan raya tidak terlalu jauh,bisa dijangkau dengan ojek,becak atau berjalan kaki.Letaknya berada hanya beberapa ratus meter dari masjid Nurul Hidayah Dawuan,kalau berjalan kaki pun tak akan memakan waktu lama,lebih kurang hanya lima menit saja.Kalau bingung tanya saja warga sekitar,maka dengan senang hati mereka akan memberitahukannya.

Tak jauh dari makam Buyut Muji,ada juga makam Mbah Saptaregga yang masih merupakan keluarga yang lebih tua dari Buyut Muji.Letak kedua makam ini  berdekatan dan berjarak hanya beberapa meter saja,dipisahkan oleh jalan setapak yang membelah areal pemakaman.Kedua makam ini dikelilingi oleh tembok yang tidak terlalu tinggi dan dinaungi atap genting,sehingga para peziarah bisa nyaman berziarah kapanpun.


Makam Buyut Muji


Makam Mbah Saptarengga


Makam Syekh Magelung Sakti

Makam Syekh Magelung Sakti

Syekh Magelung Sakti adalah salah satu ulama yang dianggap sebagai Waliyullah.Beliau hidup sezaman dengan Syarif Hidayatullah.Nama sebenarnya bukan Magelung Sakti,nama ini diberikan karena beliau mempunyai rambut yang tidak bisa dipotong oleh siapapun.Ketika bertemu dengan Syarif Hidayatullah,barulah rambutnya bisa dipotong.

Saat hidup Syekh Magelung Sakti tidak menikah dan tidak mempunyai keturunan.Cintanya pada Nyi Mas Gandasari tidak mendapat balasan,karena Nyi Mas Gandasari lebih memilih untuk menghabiskan waktu,tenaga dan apa yang dia punya dalam hidupnya hanya untuk Allah swt.Keduanya akhirnya  hanya menikah secara batin saja.

Saat wafat Syekh Magelung Sakti dimakamkan di Desa Karang Kendal Cirebon Utara,tak jauh dari Makam Sunan Gunung Jati.Makamnya tidak terlalu jauh dari jalan Cirebon Indramayu.Dari Cirebon bisa dicapai dengan naik angkot jurusan Cirebon Celancang,mobil Elf jurusan Cirebon Indramayu,atau bus Cirebon Jakarta yang melewati jalur Karang Ampel.

Hampir tiap hari selalu saja ada peziarah yang berkunjung ke makam Syekh Magelung Sakti ini.Bagi peziarah yang ingin menginap,di area makam ini juga disediakan pondokan dengan nuansa tradisional yang dulunya merupakan pondokan untuk para murid beliau.


Gapura Makam Syekh Magelung Sakti