Kamis, 22 Desember 2016

Sumur Jimat Tuk Karangsuwung

Sumur Jimat Tuk Karangsuwung

Selain sumber air Muara Bengkeng yang sudah dikenal dengan airnya yang dipercaya sebagai obat untuk berbagai macam penyakit dan aneka khasiat lainnya,ternyata di Desa Tuk Karangsuwung juga terdapat sumber air lain yang sudah cukup tua dan dipercaya mempunyai khasiat tertentu.Sumber mata air tersebut biasa disebut belik atau Sumur Jimat.

Letak Sumur Jimat ini berada di dekat perbatasan Desa Tuk Karangsuwung dan Desa Leuwidingding Kecamatan Lemahabang.Apabila dari Lemahabang,sumur ini letaknya sebelah kiri,hanya beberapa puluh meter saja dari perbatasan kedua desa tersebut.Sumurnya terletak di belakang rumah penduduk yang merupakan keturunan dari sang pembuat sumur tersebut,dekat sungai kecil yang dulu digunakan sebagai irigasi.

Sumur Jimat Tuk Karangsuwung sampai sekarang masih ada dan terpelihara dengan baik.Bentuk sumur ini tak berbeda dengan sumur-sumur lainnya,bulat dengan tembok bata yang disemen.Konon katanya baru beberapa tahun belakangan saja (setelah tahun 2000 M) sumur ini bisa ditembok seperti sumur-sumur lainnya,karena dulu selalu saja temboknya ambruk tanpa tahu sebabnya.

Orang yang mengambil air dari Sumur Jimat ini tak hanya datang dari Desa Tuk Karangsuwung saja,banyak juga orang dari luar desa yang mengambil air dari sumur ini.Air yang diambil ada yang digunakan untuk acara nujuh bulan,membuat aneka barang dari besi (pandai besi),mengobati penyakit,dan lain sebagainya.Mereka yang datang ada yang karena tahu dari mulut ke mulut,namun tak sedikit pula yang datang karena konon katanya mereka bermimpi untuk mengambil air dari Sumur Jimat ini.

Dahulu Sumur Jimat ini digunakan untuk aneka keperluan.Selain untuk keperluan sehari-hari juga biasa digunakan untuk menyiram keris yang dibuat oleh Mpu Keris yang bernama Mbah Raden Dikrama.Dan Mbah Raden Dikrama inilah yang diyakini sebagai orang yang membuat Sumur Jimat Tuk Karangsuwung ini.Mbah Raden Dikrama adalah seorang mpu yang merupakan sahabat sekaligus orang kepercayaan dari Mbah Raden Ardisela.

Selasa, 20 Desember 2016

Masa Muda dan Masa Tua Mbah Raden Ardisela

Mbah Raden Ardisela (14)

Raden Rustam atau Raden Ardisela adalah anak seorang demang,yaitu putra Mbah Raden Demang Bratanata yang masih keturunan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).Beliau dianugerahi kepandaian dan kecakapan dalam berbagai bidang,baik itu dalam bidang  keilmuan,kemasyarakatan,politik,dan lain sebagainya.Hal ini tidak aneh lagi,karena sebagai anak seorang demang beliau mendapatkan pendidikan yang cukup baik dan memadai dari orangtuanya,baik itu dalam bidang pendidikan agama,seni,ketatanegaraan,atau ilmu-ilmu lainnya.

Saat muda Mbah Raden Ardisela termasuk orang yang suka berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya.Berkelana adalah termasuk hal yang juga sering dilakukan oleh leluhurnya seperti Pangeran Alas Ardisela,Pangeran Pakis dan Pangeran Sutangkara.Karangsuwung dan Tuk Karangsuwung adalah beberapa nama tempat yang pernah dibuka olehnya,setelah beliau mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya.

Setelah menikah dengan Nyai Maemunah (Nyai Muntreng),beliau diberi kepercayaan untuk memimpin sebuah wilayah di kawasan Sindanglaut dan sekitarnya sebagai demang.Jabatan demang ini beliau emban hingga usianya mendekati tua.Di kemudian hari jabatan demang ini diteruskan ke tangan menantu sekaligus keponakannya yang bernama Raden Rangga Nitipraja.Setelah dirasa cukup usia dan ingin lebih banyak berkecimpung dalam dunia dakwah,semua jabatan itu beliau tinggalkan.Karena hal ini pula yang membuat Mbah Raden Ardisela di kemudian hari lebih dikenal sebagai ulama atau kiai.

Di usia tuanya Mbah Raden Ardisela benar-benar habiskan waktunya untuk mendekatkan diri pada Allah swt dengan berkecimpung dalam dunia dakwah.Di dekat tempat tinggalnya sendiri ada beberapa lembaga pendidikan agama berupa pesantren yang dikelola olah para ulama seperti Mbah Muqoyim gurunya,atau Kiai Gozali menantu dari Mbah Muqoyim yang melanjutkan pesantren yang pernah didirikan oleh Mbah Muqoyim tersebut.Namun sayangnya,pesantren-pesantren tersebut sudah tak berdiri lagi di era tahun 1900 an karena berbagai macam sebab.

Mbah Raden Ardisela,Sang Pemimpin dan Pejuang

Mbah Raden Ardisela (23)

Mbah Raden Ardisela,pada awalnya beliau adalah seorang pendiri Desa Karangsuwung.Di kemudian hari beliau dipercaya pemimpin beberapa wilayah desa atau yang dulu lebih dikenal dengan sebutan Kademangan.Beliau adalah demang yang memimpin wilayah Sindanglaut.Sebagai pemimpin beliau dikenal sebagai pemimpin yang dicintai rakyat yang dipimpinnya.Hal ini terjadi karena beliau dikenal dengan sifat dan sikapnya yang perduli dan bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.

Saat beliau memimpin wilayah,penjajah sedang merajalela dengan sikapnya yang merugikan rakyat dengan aneka perilakunya yang kejam.Sebagai pemimpin beliau tidak tinggal diam.Bersama Mbah Muqoyim,Kiai Ardisela dan para pejuang lainnya,Mbah Raden Ardisela melakukan aneka perlawanan,baik secara langsung dengan senjata maupun secara tidak langsung melalui bidang pendidikan.

Ketika usianya sudah tak muda lagi dan anak-anaknya sudah besar,Mbah Raden Ardisela menyerahkan kepemimpinannya itu kepada ponakan sekaligus menantunya yang bernama Raden Rangga Nitipraja yang menikah dengan Nyi Raden Aris putrinya.Perjuangan terus berlanjut,bahkan hingga di usia senjanya.
Mbah Raden Ardisela,beliau adalah sang pemimpin dan pejuang.

Minggu, 18 Desember 2016

Mbah Raden Ardisela dan Jabatannya

Mbah Raden Ardisela (33)

Sebelum menjadi demang,Mbah Raden Ardisela dikenal sebagai seorang kuwu yang memimpin desa baru yang dibukanya,yaitu Desa Karangsuwung.Desa Karangsuwung ini semula adalah sebuah tempat yang angker dan tak ada orang yang mau tinggal di daerah ini.Setelah kedatangan Mbah Raden Ardisela,tempat ini menjadi ramai.Kuwu adalah jabatan pertama Mbah Raden Ardisela dalam bidang kepemimpinan.

Setelah beberapa lama menjadi kuwu di Karangsuwung,selanjutnya Mbah Raden Ardisela diangkat menjadi seorang pemimpin wilayah atau yang biasa disebut demang.Jabatan demang ini beliau emban dalam waktu yang cukup lama.Kademangan yang dipimpinnya adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan Keraton Kasepuhan Cirebon,sehingga secara tidak langsung beliau bekerja di bawah naungan Kesultanan Kasepuhan Cirebon.

Setelah usianya dirasa cukup tua,kepemimpinan Kademangan Sindanglaut ini  ia serahkan kepada keponakan dan menantunya.Kepemimpinan Kademangan Sindanglautpun segera diganti oleh demang yang baru yang di kemudian hari nama demang ini lebih dikenal dengan sebutan Rangga.Kepemimpinan kademangan ini beliau serahkan pada keponakan sekaligus menantunya sendiri yang menikah dengan Nyi Raden Aris anaknya,yaitu Raden Rangga Nitipraja.Ada beberapa alasan mengapa Mbah Raden Ardisela mempercayakan kelanjutan kepemimpinan kepada Raden Rangga Nitipraja,selain karena hubungan keponakan dan menantu,juga karena Raden Rangga dilihat mampu dan cakap untuk melanjutkan kepemimpinan tersebut.

Tugas sebagai pemimpin wilayah besar tanggung jawabnya itu mampu diselesaikan oleh Mbah Raden Ardisela dengan baik.Walau tugasnya tidak sedikit dan tidak mudah,perjuangannya melawan penjajah tetap tak dilupakan dan terus berlanjut.Seperti biasanya,Mbah Raden Ardisela berpura-pura bekerjasama dengan pihak penjajah,sementara beliau tetap menyusun aneka strategi untuk mengusir penjajah dari tanah Cirebon.Hal ini beliau lakukan bersama Mbah Muqoyim dan ulama lainnya.

Jumat, 09 Desember 2016

Menguak Misteri Nama Mbah Raden Ardisela yang Sebenarnya

Mbah Raden Ardisela (3)

Mbah Raden Ardisela,nama itu masih saja menyimpan misteri bagi sebagian orang,baik itu bagi keturunannya,para ulama serta santri,penduduk sekitar makam,para peziarah dan lain sebagainya.

Berbagai macam cara untuk mengungkap nama Mbah Raden Ardisela selalu saja terbentur aneka masalah,mulai dari keluarga yang memang sengaja menyembunyikannya dengan berbagai alasan,hingga orang lain yang terkadang suka mengambil keuntungan dari misteri ini.

Bagi anak cucunya,merahasiakan nama Mbah Raden Ardisela yang sebenarnya selama masa penjajahan adalah sebagai sebuah keharusan,karena mereka khawatir akan keselamatan keluarga mereka sendiri.Hal ini  dikarenakan Mbah Raden Ardisela yang gencar melawan penjajah Belanda selalu menjadi incaran untuk ditangkap seperti halnya Mbah Muqoyim.Bila diberitahu dan dibuka nama beliau yang sebenarnya,maka keturunan Mbah Raden Ardisela akan menerima akibatnya.Hal inilah yang selalu menjadi pertimbangan pihak keluarga untuk menyembunyikan nama Mbah Raden Ardisela yang sebenarnya.

Waktu berlalu,hingga pada akhirnya anak dan cucu Mbah Raden Ardisela tiada karena meninggal dunia tanpa sempat memberitahukan nama Mbah Raden Ardisela yang sebenarnya kepada keturunannya.Hingga zaman penjajahan Belanda berakhir,Nama Mbah Raden Ardisela tetap tak juga diketahui dan masih menjadi misteri.

Siapakah Mbah Raden Ardisela sesungguhnya?,sebenarnya ada beberapa orang yang mengetahuinya,baik dari keturunan Mbah Raden Ardisela sendiri maupun dari pihak yang bukan dari keturunan Mbah Raden Ardisela.Namun hal itu tetap mereka sembunyikan dengan berbagai alasan.Ada yang beralasan karena memang tak perlu memberitahukannya agar anak cucunya tidak selalu mengagung-agungkan nama beliau atau membanggakan leluhur secara berlebihan,ada yang beralasan karena keselamatan keluarga,setia pada Mbah Raden Ardisela dan menjaga rahasia tersebut,namun ada juga yang melakukan hal itu karena ingin mengambil keuntungan dari keadaan tersebut.

Tetapi pada akhirnya nama Mbah Raden Ardisela harus diketahui oleh keturunannya dan juga orang lain,hal ini agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran atau ketidakpastian,kesalahpahaman,dan juga agar nama beliau tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin memanfaatkan nama Mbah Raden Ardisela yang memang sudah banyak dikenal oleh masyarakat secara luas tersebut.

Mbah Raden Ardisela dan Pesantren-Peantren di Cirebon Timur

Mbah Raden Ardisela (12)

Mbah Raden Ardisela adalah seorang pemimpin yang benar-benar perduli pada dunia pendidikan.Ketika beliau menjabat sebagai demang,beliau bantu ulama-ulama mendirikan pesantren dan melindunginya dari serangan penjajah Belanda.Berbagai cara beliau lakukan agar keberadaan pesantren-pesantren tersebut tetap bertahan.Seolah-olah mau bekerja sama dengan pihak penjajah adalah salah satu strategi beliau agar tidak dicurigai dan tak menjadi incaran pihak musuh.

Selain membantu Mbah Muqoyim dalam mendirikan dan menjaga kelangsungan Pesantren Buntet,masih ada beberapa pesantren lain yang didirikan di masa Mbah Raden Ardisela menjabat sebagai demang atau sesudah beliau  tak lagi menjadi demang.Pesantren-pesantren yang didirikan saat Mbah Raden Ardisela masih hidup antara lain adalah Pesantren Tuk (didirikan oleh Mbah Muqoyim),Pesantren Pesawahan (didirikan oleh Mbah Ismail adik dari Mbah Muqoyim),Pesantren Pemijen (didirikan oleh Mbah Ta'rif yang tak lain adalah menantu dari Kiai Mas Khanafi Jaha / besan dari Raden Rangga Nitipraja dan Nyi Mas Aris binti Mbah Raden Ardisela).

Dari pesantren-pesantren tersebut kemudian melahirkan pesantren-pesantren baru yang didirikan beberapa tahun kemudian setelah Mbah Raden Ardisela dan Mbah Muqoyim wafat.Pesantren-pesantren tersebut satu sama lain masih mempunyai keterikatan,baik itu karena hubungan guru dan murid,hubungan keluarga atau juga hubungan perkawinan.Pesantren yang didirikan kemudian adalah Pesantren Benda Kerep (didirikan oleh Mbah Soleh putra dari Mbah Muta'ad),dan Gedongan (didirikan oleh Mbah Said,menantu Mbah Muta'ad),dan Pesantren Dongkol (didirikan oleh Kiai Yusuf (cucu mantu dari Kiai Takrifudin).

Sabtu, 22 Oktober 2016

Guru Culun Dan Murid Polos

Guru Culun Dan Murid Polos

Pindah ke Cirebon,ganti suasana juga ganti keadaan.Terakhir mengajar di Bogor,saya mengajar anak-anak sma yang penuh dinamika dan romantika.Anak-anak yang sudah mengerti cinta dan segala seluk beluknya.Di Cirebon kembali saya harus mengajar semua usia,mulai anak-anak hingga orang tua.

Anak-anak yang polos yang kadang membuat saya jadi baper alias bawa perasaan.Mereka yang kadang bicara semaunya dan berfikir omongannya tak berpengaruh apa-apa.Untunglah,sebagai seorang bujangan lapuk saya sudah terbiasa dengan aneka problematika perjombloan.Jadi omongan apa saja sudah tak terlalu berpengaruh untuk kehidupan saya.Yang penting senang dan tak kehabisan uang.

Sekali waktu ada anak yang bertanya tentang usia saya,saya jawab usia saya seusia ayah atau uwak kamu,jadi tanya saja ayahmu berapa usianya.Setelah pulang,keesokan harinya dengan senyum sumringah anak itu menyebutkan usia saya,usia yang tentu saja tidak lagi muda untuk ukuran jomblo pada umumnya.

Di lain waktu ada anak yang bertanya pada saya,kenapa setua ini saya belum menikah,katanya saya aneh.Seusia saya di mana orang lain sudah menikah dan mempunyai anak yang sudah besar,saya malah masih betah sendiri.Saya jawab sekenanya saja dengan jawaban suka-suka yang gak ada hubungannya dengan pertanyaan.He he,kalau dipikir-pikir,benar juga tuh omongan anak.Saya memang aneh,tapi sayangnya tidak ajaib.

Ya,begitulah kalau guru culun bertemu murid polos,omongan yang tidak penting jadi keluar semua.Karena pertanyaannya tidak penting,maka jawabannya juga tidak penting.Kata pepatah sih sebelas dua belas.Sebenarnya nulis kisah ini juga tidak penting,tapi karena tak ada bahan menarik yang bisa ditulis,maka saya menulis kisah yang tidak penting ini.

Sabtu, 17 September 2016

Mimpi Tinggal Di Dua Rumah Sewa Yang Membuat Susah

Mimpi Tinggal Di Dua Rumah Sewa Yang Membuat Susah

Beberapa kali saya pernah bermimpi tentang rumah sewa.Dalam mimpi tersebut saya tinggal di dua rumah sewa sekaligus.Padahal saat itu saya hanya tinggal di satu rumah sewa.Karena tinggal di tempat yang berbeda,maka otomatis saya kesulitan untuk membayar kedua rumah sewa tersebut.Benar-benar mimpi yang menyebalkan,karena terjadi berulang kali dan benar-benar mengaduk emosi,walau itu cuma mimpi.

Dalam dunia nyata saya hendak pindah rumah,yaitu mau pulang kampung.Otomatis rumah sewa tersebut harus saya tinggalkan.Karena belum begitu yakin akan kehidupan di kampung halaman,maka mau tidak mau saya tinggalkan barang-barang saya di rumah sewa,dengan harapan apabila tidak betah di Kampung saya bisa kembali ke tempat semula.

Waktu tak bisa diputar ulang,ternyata arti mimpi tersebut adalah benar-benar pertanda bila saya akan mengalami kesulitan dalam membayar rumah sewa tersebut.Mau tinggal di kampung teringat akan kehidupan di kota yang serba mudah.Mau kembali ke kota rumah di Kampung juga tak bisa ditinggalkan begitu saja.Sementara kalau mau membawa pindah barang-barang ke kampung juga tak bisa,karena uang tabungan sudah ludes semua untuk memperbaiki rumah tinggal di kampung yang mau dijadikan rumah usaha.

Dalam mimpi,dalam nyata,susahmya benar-benar terasa.Dalam mimpi tak tahu jalan keluarnya,dalam dunia nyata juga sulit menyelesaikannya,karena ketika saya cari uang dengan cara berhutang ke sana kemari juga tidak dapat.Nasib,nasib.Sudah dikasih tahu tapi tidak mengerti,ya begini ini jadinya,pusing tujuh keliling.Pindah ke kota tidak mungkin,tinggal di kampung rasa pusing.

Selasa, 13 September 2016

Rumah (Keraton) Raden Rangga Nitipraja

Rumah (Keraton) Raden Rangga Nitipraja

Rumah atau orang sekitar Tuk Karangsuwung hingga awal kemerdekaan menyebutnya sebagai keraton milik Raden Rangga Nitipraja,terletak di timur Masjid Al Karomah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Mbah Ardisela.Letak rumah atau Keraton ini tidak jauh dari sungai dan rel kereta api.

Dahulu rumah milik keturunan Kesultanan Cirebon yang menjabat sebagai pemimpin suatu wilayah memang sering disebut sebagai keraton.Namun bentuknya tentu saja tidak sama dan tidak sebesar Keraton Kesultanan.

Walau Raden Rangga Nitipraja beserta anak-anaknya sudah tiada,namun rumah atau keraton ini masih terawat dengan baik.Lambat laun selama bertahun-tahun semakin tak terurus,semua ini karena kepemilikannya dimiliki perorangan dan tak berpenghuni.Pada akhirnya rumah ini dirobohkan dan diganti dengan rumah biasa.Konon katanya rumah ini dihancurkan karena menjadi tempat tinggal jin yang suka menggangu orang.Beberapa orang pernah merasakan kejahilan akibat ulah jin yang menghuni rumah ini.

Dahulu kala,konon menurut cerita para sesepuh Desa Tuk Karangsuwung,jika berada di jalan keraton dan hendak masuk ke halaman keraton,orang-orang harus berjalan kaki.Sepeda atau kendaraan lain tidak boleh digunakan,ditinggal di depan atau dituntun begitu memasuki jalan menuju rumah atau keraton milik Raden Rangga Nitipraja ini.Semua hal tersebut dilakukan sebagai penghormatan atau sopan santun masyarakat terhadap Raden Rangga Nitipraja yang dulu dikenal sebagai seorang pemimpin wilayah yang juga sebagai seorang panglima perang yang kerap memimpin perang melawan Penjajah Belanda,melanjutkan jejak Mbah Raden Ardisela dan Mbah Muqoyim.

Walau sudah berumur seabad lebih,sebenarnya rumah atau keraton milik Raden Rangga Nitipraja ini masih kokoh dan hanya terlihat kerusakan di beberapa tempat.Semua karena material atau bahan bangunan yang digunakan terbilang bagus dan bermutu.Mulai dari bata temboknya yang besar dan kuat,kayu jati untuk kusen,genting dan lain sebagainya.Sayangnya karena ketidaktahuan keturunannya tentang benda-benda bersejarah,maka rumah yang menyimpan banyak sejarah ini akhirnya dirobohkan.

Sekarang ini sulit sekali menemukan jejak rumah atau keraton milik Raden Rangga Nitipraja tersebut.Selain karena sudah dibongkar sekitar tahun 2010 an M,bahan bangunan yang dulu digunakan untuk membangun rumah ini sudah digunakan kembali untuk membangun rumah baru oleh anak keturunannya.

Minggu, 11 September 2016

Sahabat Terbaik Adalah Uang (Harta)?

Sahabat Terbaik Adalah Uang (Harta) ?

Hem,saya menulis ini karena pengalaman saya saat saya punya uang dan tidak punya uang.Saat punya uang,semua terasa lebih indah dan gampang.Saat tak punya uang,semua terasa suram dan kelam.He he,lebay ya?,tapi memang begitulah yang saya rasakan.

Berulang kali saya jatuh bangun,antara punya uang dan tidak punya uang.Saat punya uang teman menghadang,saat tak punya uang teman menghilang.Dan itu terjadi berkali-kali.Sakitnya tuh di sini (sambil pegang saku yang tepos karena uangnya tak ada).

Uang,uang,uang.Benar-benar benar apa kata pepatah itu.Ada uang banyak yang mengaku saudara,tak ada uang tak ada yang mau mengakui sebagai saudara.Eh,tapi sebentar,pikir-pikir saya itu jarang punya uang,jadi ya hanya sedikit teman yang saya punya.Nasib atau mungkin bawaan lahir,itumah dg alias derita gue.

Tapi untunglah,walau jarang punya uang saya itu mempunyai kakak adik yang baik hati,juga saudara saudari yang begitu perduli.Mereka selalu membantu saya ketika tak punya uang.Tak perlu kode-kode tertentu,tanpa meminta pun mereka suka memberi.Maklum saja,di keluarga kami memang ada tradisi untuk saling memberi.Tak harus banyak,yang penting ikhlas dan saling perduli.

Kapan saya punya uang?,dipikir-pikir ya jarang. Punya uang juga selalu pas-pasan saja,ya pas gajian itu.

Saat tak punya uang itu rasanya sedih sekali,sampai-sampai saya berfikir jika uang adalah sahabat terbaik.Ya,sahabat terbaik adalah uang.Dengan uang mau apapun gampang.Uang atau harta,itu yang banyak dipuja oleh manusia,termasuk oleh aku ini.Tapi sepertinya uang tak mau berteman dengan saya,jadilah saya seperti ini,hidup tanpa uang.Dari sini saya tidak yakin jika sahabat terbaik adalah uang,karena uang sendiri tidak mau bersahabat dengan saya.

Bacanya jangan serius sekali ya,karena saya juga menulisnya tidak pakai kata serius.

Raden Rangga Nitipraja,Sang Panglima Perang

Raden Rangga Nitipraja,Sang Panglima Perang

Saat masih muda dan sebelum diangkat menjadi demang,Raden Rangga Nitipraja secara diam-diam juga suka melakukan perlawanan terhadap Penjajah Belanda.Hal ini beliau lakukan bersama-sama paman sekaligus mertuanya yaitu Mbah Raden Ardisela yang memang berpolitik seolah-olah mendukung pihak Belanda namun pada kenyataannya justru membenci dan melawan para penjajah tersebut.Hal ini dilakukan hingga beliau diangkat menjadi demang dan rangga atau setingkat wedana.

Dalam beberapa kali peperangan yang dilakukan oleh Mbah Raden Ardisela dan Mbah Muqoyim sang pendiri Buntet Pesantren ketika melawan Penjajah Belanda,Raden Rangga Nitipraja seringkali tampil di depan.Hal ini tentu saja karena keberanian dan kecakapan Raden Rangga Nitipraja sebagai seorang yang berjiwa pemimpin.Beliau tidak takut mati karena bila mati dalam melawan penjajah maka surga balasannya.

Bekerja sebagai seorang Wedana atau Rangga yang sering kali bertemu dengan banyak orang,tentu saja membuat perjuangan Raden Rangga Nitipraja bukannya tanpa resiko.Hal ini karena beliau sudah dikenal banyak orang dan mudah dikenali,termasuk oleh pihak penjajah.Saat berperang beliau harus berhati-hati agar jati dirinya tidak diketahui oleh pihak musuh.

Semangat juang yang dimiliki oleh Raden Rangga Nitipraja ini memang tak lepas dari didikan Mbah Raden Arungan ayahnya,juga para leluhurnya yang memang selalu berjuang melawan penjajah.Semangat juang ini sudah ditanamkan oleh orangtua dan juga leluhurnya sejak kecil.Sebagian besar keluarga dan leluhurnya senantiasa berjuang melawan penjajah dan dikenal sebagai pejuang yang pantang menyerah.

Minggu, 04 September 2016

Raden Gula (Raden Abdullah Raksa)

Raden Gula (Raden Abdullah Raksa)

Sekitar awal tahun 1900,selain dikenal dengan sebutan nama Raden Duloh,Raden Abdullah Raksa jugs dikenal dengan sebutan Raden Gula.Nama ini diberikan oleh banyak orang bukan karena Raden Abdullah semanis gula,pengusaha pabrik gula,punya perkebunan tebu atau lainnya.Nama ini diberikan karena setiap ada panen tebu dan ada iring-iringan pesta panen tebu atau yang lebih dikenal dengan sebutan bancakan,pihak pabrik gula yang saat itu dikuasai Belanda selalu mengirimkan gula untuk Raden Abdullah Raksa sebagai syarat kelancaran selama proses penggilingannya.

Selain harus memberikan gula,setiap iring-iringan pesta panen tebu di Pabrik Gula Sindang Laut pasti selalu melewati Desa Tuk Karangsuwung, tempat di mana Raden Abdullah Raksa tinggal.Apabila tidak melewati desa ini,maka selalu saja ada masalah atau halangan  yang dihadapi oleh pihak pabrik gula,entah itu terjadi kerusakan mesin, kekurangan air,atau lainnya.Oleh karena itu pihak pabrik selalu saja melewati desa ini.

Apabila lewat Desa Tuk Karangsuwung,maka suara musik atau tetabuhan iring-iringan pengantin tebu biasanya akan dihentikan.Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menghormati leluhur masyarakat Desa Tuk,di mana di desa ini terdapat dua makam sesepuh desa,yaitu Mbah Ardisela dan Mbah Muqoyim.Apabila belum atau sudah melewati desa ini,biasanya alat musik akan ditabuh sekeras-kerasnya.

Semula pihak pabrik gula pernah juga melanggar kebiasaan ini.Karena melanggar,kejadian tak diinginkan pun sering kali terjadi yang ujung-ujungnya tentu saja merugikan pihak pabrik gula.Oleh karena itu,pihak pabrik gula akhirnya tak pernah lagi melanggar hal tersebut selama Raden Abdullah masih hidup.Kebiasaan ini terjadi hingga masa kemerdekaan.Setelah masa kemerdekaan,pabrik gula Sindang Laut tak lagi memberikan gula dan musikpun sering kali ditabuh,meskipun sedang melewati Desa Tuk Karangsuwung.Hal ini terjadi selain karena Raden Abdullah sudah tiada juga karena pabrik gula sudah diserahkan kepada pemerintah Indonesia.

Raden Gula alias Raden Abdullah Raksa saat itu memang sengaja hendak memberikan pelajaran pada Penjajah Belanda yang ada di Sindang Laut dengan cara menggunakan kemampuannya agar mereka tetap mau menghormati ulama,meskipun ulama tersebut sudah tiada,terutama Mbah Muqoyim dan beberapa ulama lainnya yang kebetulan makamnya berada di sisi jalan yang dilalui oleh iring-iringan pabrik gula yang sedang berpesta.

Kamis, 01 September 2016

Persahabatan Mbah Raden Ardisela dan Raden Dikrama

Persahabatan Mbah Raden Ardisela dan Mbah Raden Dikrama

Semasa hidupnya Mbah Raden Ardisela yang bertugas sebagai pemimpin wilayah mempunyai banyak saudara dan juga teman.Beberapa saudara dan teman-temannya ada yang tinggal tak jauh dari tempat kediamannya,bahkan akhirnya ada juga yang menjadi besan karena pernikahan anak-anak mereka.
Tak hanya saudara-saudaranya yang dekat,teman-temannyapun begitu dekat dengan beliau,bahkan tak jarang karena kedekatan mereka tersebut satu sama lain tak ubahnya seperti saudara sendiri.

Selain Mbah Muqoyim yang tak lain sebagai guru dan juga sahabatnya,Mbah Buyut Jaha (Kiai Mas Khanafi) dan Pangeran Suryanegara sahabat sekaligus teman seperjuangannya,salah satu sahabat dekat Mbah Raden Ardisela lainnya adalah Mbah Raden Dikrama.Karena kedekatan antara Mbah Raden Ardisela dan Mbah Raden Dikrama ini,Keduanya tinggal tak berjauhan.Sama seperti sahabat lainnya,Mbah Raden Ardisela dan Mbah Raden Dikrama juga bersahabat erat dan saling bahu membahu dalam berjuang melawan penjajah.

Tak diketahui secara pasti asal-usul Raden Dikrama ini,ada yang mengatakan beliau berasal dari Aceh,namun ada juga yang berpendapat bila beliau berasal dari Demak atau Yogyakarta.Di kemudian hari,keturunan Mbah Raden Dikrama ini ada juga yang menikah dengan keturunan dari Mbah Raden Ardisela.

Selain dikenal sebagai sahabat dan juga orang kepercayaan Mbah Raden Ardisela,Mbah Raden Dikrama juga dikenal sebagai pembuat keris atau biasa disebut mpu.Beliau dilenal sebagai mpu keris yang handal.Keris buatan Raden Dikrama ini diyakini mempunyai kekuatan tertentu sehingga keris-keris buatannya ini tidak boleh digunakan sembarangan.Keris-keris buatan Raden Dikrama banyak diwariskan kepada anak cucunya,sedang keris buatannya yang dibuat untuk Mbah Raden Ardisela banyak diwariskan kepada anak dan keturunan Mbah Raden Ardisela sendiri.

Selain keris buatannya,salah satu peninggalan Mbah Raden Dikrama yang masih ada hingga sekarang adalah Sumur Jimat yang dulunya biasa digunakan untuk membasuh keris-keris buatannya sendiri tersebut.

Sebelum meninggal,Mbah Raden Dikrama ingin dimakamkan dekat dengan makam Mbah Raden Ardisela.Karena permintaannya disetujui,akhirnya hal ini diikuti juga oleh keturunannya yang lain.Akhirnya mereka banyak yang  dimakamkan di pemakaman Mbah Raden Ardisela,yang semula diniatkan sebagai pemakaman keluarga saja.Walau demikian,akhirnya hanya anak keturunan mereka yang menikah dengan keturunan Mbah Raden Ardisela saja yang boleh dimakamkan di dalam area pemakaman utama,hal ini mengingat pemakaman Mbah Raden Ardisela ini semula memang hanya untuk keluarga besar Mbah Raden Ardisela saja.

Sabtu, 27 Agustus 2016

Pesantren Roudlotul Hidayah (Sindang Laut-Cirebon)

Pesantren Roudlotul Hidayah (Sindang Laut-Cirebon)

Pesantren Roudlotul Hidayah adalah sebuah pesantren yang didirikan oleh K.H Ikhsan sekitar tahun 1998.Pesantren ini terletak di perbatasan antara Desa Tuk Karangsuwung dan Desa Sindang Laut Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.Pesantren yang bangunannya banyak menampilkan nuansa warna hijau ini berada di bawah Yayasan Bakhrul Ulum Sindang Laut.

Nama Pesantren Roudlotul Hidayah sendiri cukup dikenal di kalangan masyarakat Desa Sindang Laut dan sekitarnya.Warga Desa Sindang laut memang sangat bangga dan mendukung sekali  dengan keberadaan pesantren ini.Kiprah Pesantren Roudlotul Hidayah ini sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Desa Sindang Laut,Tuk Karangsuwung,Lemahabang dan sekitarnya.

Santri yang belajar di pesantren ini tak hanya berasal dari Cirebon,namun ada juga yang datang dari Indramayu,Kuningan dan beberapa kota lainnya.Mereka ada yang menjadi santri dan bersekolah di sekolah yang ada di bawah naungan Yayasan Bakhrul Ulum,namun ada juga yang tinggal di pesantren ini namun bersekolah di sekolah lain yang ada di sekitar Kecamatan Lemahabang seperti SMA,SMK dan lain sebagainya.

Yayasan Bachrul Ulum Sindang Laut sendiri saat ini menaungi Pesantren Roudlotul Hidayah,TPA,RA,MD,dan MTS.Jumlah keseluruhan murid atau santri sekitar seratus lima puluh orang lebih.Santri sendiri terdiri dari santri yang menetap dan juga santri yang pulang pergi atau santri kalong.

Para santri yang menetap di Pesantren Roudlotul Hidayah ini biasanya mengikuti aneka kegiatan seperti di pesantren lainnya,yaitu kegiatan yang dimulai dari pagi hingga malam hari.Aneka pengajian rutin digelar di pesantren ini,mulai dari pengajian Al Qur'an hingga aneka kitab kuning.Selain pengajian untuk para santri,pesantren ini juga mengadakan pengajian untuk masyarakat umum yang bisa dihadiri oleh siapa saja,baik tua maupun muda,pria ataupun wanita.



Senin, 15 Agustus 2016

Makam K.H Abdul Jamil dan Para Kiai Pesantren Buntet

Makam K.H Abdul Jamil dan Para Kiai Pesantren Buntet

Pesantren Buntet adalah pesantren tua yang sudah berusia dua ratus tahun lebih.Hingga kini pesantren ini masih berdiri.Di dalam komplek pesantren ini terdapat pemakaman keluarga besar pesantren yang lebih dikenal dengan sebutan Pemakaman Gajah Ngambung.Di areal pemakaman ini terdapat makam-makam para ulama yang turut andil dalam mengembangkan Pesantren yang didirikan oleh Mbah Muqoyim ini.

Mbah Muqoyim sebagai pionir, dan Mbah Raden Mutaad sebagai cucu menantu yang berhasil memajukan pesantren yang berada di Desa Mertapada Kulon Kecamatan Astana Japura,Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat ini,justru dimakamkan di luar Pesantren Buntet,tepatnya di Desa Tuk Karangsuwung Kecamatan Lemahabang.

Di Pemakaman Gajah Ngambung Pesantren Buntet ini dimakamkan keturunan dari Mabh Muqoyim dan Mbah Raden Mutaad.Salah satu yang banyak dituju oleh para peziarah adalah Makam K.H. Abdul Jamil.Selain K.H.Abdul Jamil,banyak juga makam para Kiai atau ulama lainnya yang dimakamkan di pemakaman ini.

Makam utama di mana terdapat makam K.H. Abdul Jamil beserta beberapa Kiai lainnya berada di bawah naungan sebuah bangunan beratap genting dan pagar dari tembok,dan lantai dari keramik.Makam ini hampir setiap harinya selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah,baik itu dari kalangan santri,alumni,keluarga pesantren,juga masyarakat umum.


Makam K.H. Abdul Jamil dan para Kiai,Nyai Pesantren Buntet 
(Makam Gajah Ngambung)

Selasa, 09 Agustus 2016

Pesantren Pamijen (Sampih-Cirebon)

Pesantren Pamijen (Sampih-Cirebon)

Pesantren Pamijen atau biasa juga disebut Pemijen yang berada di Desa Sampih,Kecamatan Susukan Lebak Kabupaten Cirebon adalah sebuah pesantren yang didirikan oleh Kiai Takrifudin,menantu dari Kiai Mas Khanafi (Buyut Jaha) yang menikahi putrinya yang bernama Nyai Latifah.Pesantren ini tergolong berusia cukup tua,yang sudah ada sejak abad 19 M atau sekitar pertengahan tahun 1800 an.Hingga kini pesantren yang dulu dikenal sebagai pesantren salaf ini masih berdiri.

Di pesantren Pemijen ini dari awal hingga beberapa dekade keberadaannya tidak jauh berbeda dengan Pesantren Benda Kerep dalam menerapkan sistem pendidikannya,di mana di pesantren ini hanya menyelenggarakan pengajian saja.Maklum saja,karena Mbah Soleh yang dikenal sebagai pendiri Pesantren Benda Kerep adalah menantu dari Kiai Takrifudin ini.Hingga kini para kiainya juga mempunyai hubungan yang erat dengan pesantren tersebut,baik itu secara keilmuan,persaudaraan,pertalian darah,perkawinan atau kekerabatan.

Semula di Pesantren Pemijen ini tidak ada sekolah umum,namun akhirnya lambat laun ada juga sekolah yang berdiri di sekitar pesantren ini.Madrasah Ibtidaiyah,taman pendidikan Al Qur adalah beberapa contoh sekolah formal dan non formal di pesantren ini.Pesantren Pemijenpun sudah berada di naungan sebuah yayasan yang menjadi induk bagi sekolah dan beberapa asrama yang ada di dalamnya.

Sama halnya seperti pesantren yang berada di wilayah Cirebon lainnya,Pesantren Pemijen ini sebenarnya mempunyai hubungan yang erat dengan pesantren-pesantren lainnya.Selain ada kaitannya dengan Pesantren Benda Kerep,pesantren ini juga mempunyai kaitan dan hubungan yang sangat baik dan erat dengan Pesantren Buntet,Gedongan,Kempek,Babakan Ciwaringin dan beberapa pesantren lainnya.

Keadaan lingkungan Pesantren Pemijen ini cukup nyaman,karena letaknya yang jauh dari keramaian dan berada di sebuah desa yang terbilang sejuk dan asri.Oleh karena itu para santri yang belajar di pesantren ini bisa dengan tenang belajar tanpa banyak tergoda dengan lingkungan luar.

Sebagian besar santri lulusan dari pesantren ini dikenal sebagai pelaku wirausaha atau petani,karena dari dulu hingga sekarang latar belakang orang tua para santri memang dari kalangan para wirausahawan atau juga petani.Dari dulu hingga sekarang di pesantren Pemijen pun sangat  menekankan dan menitikberatkan kewirausahaan bagi para santrinya,karena memang itulah bekal yang bisa dilakukan oleh siapapun setelah lulus dari pesantren ini.


Gapura menuju Pesantren Pemijen

Jumat, 05 Agustus 2016

Pesantren Assalafiah Darussalaf (Dongkol-Asem)

Pesantren Assalafiah Darussalam (Dongkol-Asem)

Pesantren Assalafiah Darussalaf adalah sebuah pesantren yang terletak di Blok Dongkol Desa Asem,Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.Pesantren yang dulu dikenal dengan sebutan Pesantren Dongkol ini adalah pesantren tua yang hampir sezaman dengan Pesantren Buntet,bahkan menurut salah seorang peneliti pesantren-pesantren di Cirebon,pesantren Dongkol ini usianya  lebih tua dari Pesantren Buntet.

Hingga saat ini Pesantren Dongkol masih tetap berdiri dan bertahan di tengah-tengah masyarakat demi untuk mencerdaskan para murid.Walau tidak sebesar dan setenar Pesantren Buntet,Kempek,Gedongan,Babakan Ciwaringin atau pesantren lainnya yang sebenarnya masih mempunyai keterkaitan antar para pendirinya,Pesantren Dongkol tetap berdiri dan semakin menunjukan kemajuannya.

Dulu di Pesantren Dongkol ini hanya mengadakan pengajian-pengajian saja,namun sekarang sudah ada sekolah setingkat SMP.Kedepan di pesantren yang sekarang berada di bawah naungan Yayasan Darussalaf Cirebon ini akan ada sekolah lanjutan tingkat atas atau Aliyah.

kegiatan para santri Pesantren Assalafiah Darussalaf Dongkol ini dimulai dari pagi hingga malam hari selepas sholat isya.Setelah sholat subuh biasanya para santri mengikuti pengajian Al Qur'an,dilanjutkan sekolah hingga siang.Setelah sholat dzuhur para santri bisa beristirahat hingga sholat asar.Setelah sholat asar para santri biasanya akan mengaji aneka kitab kuning hingga menjelang maghrib di madrasah mualimin mualimat yang memang khusus mengkaji aneka kitab mulai dari kitab fikih,tauhid,akhlak,tafsir,hadis,dan lain sebagainya.

Pengajian Al Qur'an biasanya akan dimulai lagi setelah sholat Maghrib hingga menjelang sholat isya.Setelah sholat isya biasanya para santri diwajibkan untuk belajar bersama atau takror,mulai dari mengulang pelajaran di sekolah atau di madrasah,mengerjakan pr dan lain sebagainya.


Masjid Al Barokah (atas),Asrama putra (bawah)

Kamis, 04 Agustus 2016

Rumah Mbah Raden Ardisela

Mbah Raden Ardisela (18)

Semasa hidupnya,Mbah Raden Ardisela yang mengepalai beberapa desa atau yang dulu lebih dikenal dengan sebutan demang dari kademangan lebih memilih tinggal di Tuk,sebuah Blok yang saat itu masuk ke dalam Desa Karangsuwung.Di Tuk inilah Mbah Raden Ardisela hidup bersama istri dan dua anak perempuannya.Kalau sekarang Blok Tuk ini sudah menjadi desa yang dimekarkan dari Desa Karang Suwung dengan nama Desa Tuk Karangsuwung.

Lalu di manakah kediaman Mbah Raden yang sebenarnya?.Menurut sesepuh terdahulu rumah Mbah Raden Ardisela itu berada di area yang sekarang ini berdekatan dengan makam.Setelah diangkat menjadi demang,barulah beliau membangun rumah yang cukup besar atau biasa disebut dengan nama keraton yang sekarang ini bekasnya telah menjadi pemakamannya.

Tak ada sisa-sisa bangunan rumah yang bisa ditemukan di tempat yang dulu merupakan kediaman Mbah Raden Ardisela tersebut.Hal ini dikarenakan rumah Mbah Raden Ardisela adalah rumah pribadi,di mana ketika beliau wafat otomatis rumahnya diwariskan kepada anak keturunannya.

Sekarang ini bagian tanah  bekas rumah Mbah Raden Ardisela telah berganti kepemilikannya dari satu pemilik ke pemilik lainnya.Yang tersisa hanya tanah dengan bangunan baru dan tak menyisakan sedikitpun bangunan yang lama.Adapun yang menjadi penanda bahwa tanah tersebut adalah bekas rumah milik Mbah Raden Ardisela adalah hanya sebuah sumur tua.Tetapi sumur tua dengan bata jaman dahulu yang besar-besar itu sekarangpun sudah ditutup.

Keberadaan halaman rumah bekas Mbah Raden Ardisela berada hingga sekitar 200 meter dari sisi makam bagian barat.Secara umum Blok Muara Bengkeng yang dulu dikenal dengan nama Sida Parta atau Karang Panas adalah bagian dari halaman rumah Mbah Raden Ardisela.Dimulai dari pintu masuk (gapura gang) hingga batas sungai adalah bagian dari halaman rumah atau keraton Mbah Raden Ardisela.Di kemudian hari blok ini diberikan untuk Nyi Raden Aris,lalu diberikan lagi untuk putra Nyi Raden Aris yang bernama Raden Raksa.Anak-anak Raden Raksa yang tidak tinggal di Tuk selanjutnya menjual tanah ini kepada saudara dan kerabat lainnya.Seiring berjalannya waktu,kepemilikan tanah bekas rumah dan halaman Mbah Raden Ardisela ini berganti kepemilikan,karena dijual oleh keturunannya yang pindah ke tempat lain.Yang tersisa dan akhirnya diwakafkan hanyalah langgar agung yang sekarang ini sudah menjadi masjid,sumber air Muara Bengkeng,dan areal pemakaman keluarga Mbah Raden Ardisela.

Politik Mbah Raden Ardisela Ketika Melawan Penjajah Belanda

Mbah Raden Ardisela (10)

Dalam berperang melawan Penjajah Belanda,cara yang digunakan oleh Mbah Raden Ardisela cenderung berbeda dengan Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela.Bila Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya dan melakukan konfrontasi pada pihak penjajah,maka Mbah Raden Ardisela cenderung mengambil jalan yang lebih aman agar perlawanannya tidak terlalu kelihatan.

Secara langsung Mbah Raden Ardisela kelihatan tidak membenci dan tidak pula melawan penjajah.Hal inilah yang beliau perlihatkan pada para penjajah tersebut.Di balik semua itu sebenarnya beliau hanya berpura-pura mau bekerja sama dengan mereka,karena sebenarnya secara diam-diam beliau juga sering melakukan aneka perlawanan bersama para pejuang lainnya.

Karena politik Mbah Raden Ardisela yang berpura-pura mau bekerja sama dengan pihak penjajah inilah maka beliau tidak dijadikan target sasaran untuk dipenjarakan atau dibunuh.Tapi karena politik seperti ini pulalah yang membuat pihak musuh selalu gagal ketika hendak menangkap Mbah Muqoyim,karena Mbah Raden Ardisela sering kali tahu terlebih dahulu bila pihak Penjajah Belanda hendak menangkap guru sekaligus sahabat karibnya tersebut.

Berpura-pura bekerja sama dengan pihak musuh bukan berarti tanpa resiko,karena bila ketahuan tak hanya nyawa Mbah Raden Ardisela sendiri yang menjadi taruhannya,tetapi juga nyawa keluarganya.Tetapi untunglah,Mbah Raden Ardisela selalu berhasil menutupi jati dirinya dan juga sepak terjangnya dalam melawan penjajah.

Berjuang melawan penjajah memang mempunyai resiko yang besar,tetapi berjuang melawan penjajah adalah sebagai sebuah keharusan juga.Maka mau tidak mau Mbah Raden Ardisela tetap berjuang melawan para penjajah tersebut.Beberapa langkah yang dilakukan oleh Mbah Raden Ardisela agar usahanya dalam berjuang ini tidak diketahui pihak penjajah adalah dengan mempunyai beberapa nama dan seringkali berpindah tempat ketika melakukan perlawanan pada penjajah tersebut.Dengan cara-cara tersebut pihak penjajah sering kali tidak menaruh curiga jika yang melakukan perlawanan pada mereka adalah Mbah Raden Ardisela.

Penjajah yang kejam,rakus,suka menindas rakyat,suka mengadu domba antara satu orang atau satu kelompok dengan yang lainnya,memang harus dikalahkan dengan politik yang tidak biasa juga.Hal ini juga yang dilakukan oleh Mbah Raden Ardisela,sehingga pihak penjajah tidak tahu jika Mbah Raden Ardisela sebenarnya terus melakukan perlawanan terhadap mereka secara diam-diam bersama para ulama,santri dan para pejuang lainnya.

Mbah Raden Ardisela (28)

Keluarga Besar Mbah Raden Ardisela dan Nyai Maemunah (Nyai Muntreng)

Mbah Raden Ardisela menikah dengan Nyai Maemunah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Nyai Muntreng dan dikarunia dua anak perempuan yaitu Nyi Raden Aras dan Nyi Raden Aris.Mbah Raden Ardisela tidak mempunyai anak laki-laki,hanya mempunyai dua anak perempuan saja.

Nyi Raden Aras yang menikah dengan Mbah Nurlayaman (ada yang mengatakan dengan Kiai Nurkhasan bin Kiai Layaman) dikaruniai seorang anak yang bernama Raden Hasan Mudhofat.Di kemudian hari Raden Hasan Mudofat ini menikah dengan Nyi Raden Syatariah dan dikaruniai lima orang anak,yaitu Nyi Raden Khodijah (Nyi Raden Kijun),Raden Nurkamal,Nyi Raden Murniah (Nyi Raden Muni),Raden Samaun (Raden Mangun),dan Raden Nurkamil.Cicit Mbah Raden Ardisela dari Raden Hasan Mudhofat dan Nyi Raden Syatariah ini ada lima,dan sebagian besar keturunannya masih banyak yang bertempat tinggal di Tuk Karangsuwung dan sekitarnya secara turun temurun.

Selain menikah dengan Nyi Raden Syatariah dan bertempat tinggal di Tuk Karangsuwung,Raden Hasan Mudhofat juga menikah dengan wanita lain dan bertempat tinggal di luar Tuk Karangsuwung.Dari perkawinannya ini Raden Hasan Mudhofat dikaruniai beberapa anak,di antaranya Raden Usman (Astanajapura,Cirebon),dan Raden As'ad (Sukamandi,Subang).

Nyi Raden Aris menikah dengan Raden Rangga Nitipraja yang tak lain adalah sepupunya sendiri (Raden Rangga adalah anak dari Mbah Raden Arungan,kakak dari Mbah Raden Ardisela sendiri).Dari perkawinan ini Nyi Raden Aris dan Raden Rangga dikaruniai lima orang anak,yaitu Raden Raksa,Raden Pali,Nyi Raden Ayu,Raden Sulaeman dan Nyi Raden Kuning.Cucu-cucu Mbah Raden Ardisela dari anaknya yang bernama Nyi Raden Aris ini banyak mempunyai keturunan yang juga sudah tersebar ke berbagi daerah,tak hanya di Cirebon saja.Sementara nama cicitnya yang tercatat di keluarga besar Mbah Raden Ardisela Tuk Sida Parta hanya anak dari Raden Raksa saja.

Dari Nyi Raden Aras Mbah Raden Ardisela dikaruniai seorang cucu,sementara dari Nyi Raden Aris ini Mbah Raden Ardisela dikarunia lima cucu.Cicit dan keturunan  Mbah Raden Ardisela jumlahnya lumayan banyak yang catatannya ada pada keluarga masing-masing.

Untuk nama kedua putri Mbah Raden Ardisela itu,ada yang menyebutnya dengan sebutan Nyi Mas,ada juga yang menyebutnya dengan sebutan Nyi Raden.Hingga sekarang sebagian besar keturunan Nyi Raden Aras masih banyak yang tinggal di Desa Tuk Karangsuwung,Kecamatan Lemahabang,Kabupaten Cirebon.Sementara untuk keturunan Nyi Raden Aris sendiri hanya sebagian kecil saja, karena sebagian besar sudah bertempat tinggal di luar Desa Tuk Karangsuwung dengan berbagai alasan,mulai dari pernikahan,pekerjaan dan lain sebagainya.

Pada akhirnya banyak juga keturunan Mbah Raden Ardisela yang menikah dengan sesama keturunan juga,baik sesama keturunan Nyi Raden Aras dengan Mbah Nurlayaman ataupun antara keturunan Nyi Raden Aris dan Raden Rangga Nitipraja. Untuk beberapa pasangan,ada juga keturunan Nyi Raden Aras dan Raden Nurlayaman yang menikah dengan keturunan Nyi Raden Aris dan Raden Rangga Nitipraja,walau jumlahnya tidak terlalu banyak.

Selasa, 02 Agustus 2016

Pertemuan Mbah Raden Ardisela dan Harimau Cimandung

Pertemuan Mbah Raden Ardisela dan Harimau Cimandung

Suatu saat Mbah Raden Ardisela yang menginjak usia dewasa pergi untuk beberapa lama dalam rangka mengasingkan diri (Uzlah) untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.Beliau pergi seorang diri tanpa ditemani oleh siapapun menuju ke arah Gunung Ciremai yang sekarang lokasinya berada di Kabupaten Kuningan.

Ketika tiba di sebuah tempat yang sunyi dan jauh dari lalu lalang manusia di Gunung Ciremai,Mbah Raden Ardisela duduk menyendiri sambil berzikir dan bertafakur.Hal ini beliau lakukan selama beberapa hari,tanpa merasa takut akan sesuatu apapun.Yang beliau takutkan bukan makhluk melainkan hanya Allah swt.

Setelah beberapa hari menyendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah swt,akhirnya Mbah Raden Ardisela harus kembali ke rumah orangtuanya.Dari sini beliau mendapatkan petunjuk untuk pergi ke sebuah tempat yang belum dihuni oleh masyarakat untuk dijadikan tempat tinggal dan juga sekaligus tempatnya untuk berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam.

Ketika hendak pulang,di perjalanan Mbah Raden Ardisela melihat ada seekor harimau atau macan yang sedang dalam kesulitan.Harimau  tersebut sedang terperangkap.Melihat kejadian  itu Mbah Raden Ardisela dengan segera membantu melepaskannya.Setelah lepas,harimau tersebut berlari meninggalkan Mbah Ardisela dan penghilang entah ke mana.

Beberapa lama kemudian harimau tersebut kembali menemui Mbah Raden Ardisela.Melihat itu Mbah Raden Ardisela menjadi heran.Ternyata harimau tersebut adalah jelmaan jin dan dia bisa bicara.Mbah Raden Ardisela yang kebingungan lalu bertanya mengapa harimau itu kembali untuk menemuinya.Sang harimau tersebut mengatakan jika orangtuanya meminta dia untuk mengabdi pada orang yang telah menolongnya.

Karena harimau tersebut memang ingin mengabdi,maka Mbah Raden Ardisela membiarkan saja ketika harimau tersebut menemaninya pulang.Dari sinilah persahabatan antara Mbah Raden Ardisela dan makhluk dari bangsa jin itu bermula.Harimau tersebut biasa dipanggil dengan sebutan Cimandung atau Macan Cimandung.

Senin, 01 Agustus 2016

Tempat Kelahiran Mbah Raden Ardisela

Mbah Raden Ardisela (4)

Ada yang berpendapat jika Mbah Raden Ardisela dilahirkan di Indramayu atau Majalengka,namun ada juga yang berpendapat jika beliau dilahirkan di sebuah tempat yang sekarang ini disebut dengan nama Peradenan yang berada di Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.Nama Peradenan berasal dari kata Raden dan berubah menjadi Peradenan,yaitu tempat tinggal para raden atau keluarga bangsawan.Tempat yang terletak di kawasan Sindang Laut ini hingga kini disebut sebagai Peradenan.

Sebelum pindah ke Tuk Karangsuwung,Mbah Raden Ardisela banyak menghabiskan masa anak-anak hingga masa remajanya di beberapa tempat,mengikuti orangtuanya atau juga melanjutkan pendidikan di luar desa tempat tinggalnya.Menjelang dewasa akhirnya beliau pergi mengembara untuk berguru,mencari pengalaman,dan mengasingkan diri (uzlah) demi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT seperti yang banyak dilakukan oleh orang-orang zaman dahulu yang sedang mencari jati dirinya.

Indramayu atau Majalengka adalah tempat di mana orang tua dan sesepuh Mbah Raden Ardisela berada.Mbah Raden Sutangkara yang tak lain adalah buyutnya dan Mbah Raden Demang Bratanata ayahnya diketahui banyak menghabiskan waktu hidup hingga wafat dan dimakamkan di Desa Sepat Kecamatan Sumber Jaya Majalengka.Mbah Raden Demang Bratanata juga diketahui banyak menghabiskan waktu di Majalengka dan Indramayu.Karena hal inilah banyak yang berpendapat jika Mbah Raden Ardisela lahir di Majalengka atau Indramayu.

Sementara itu dulu Peradenan di Sindang Laut Cirebon hanya dikenal sebagai blok yang dihuni oleh para raden,yang lambat laun blok ini akhirnya dihuni juga oleh masyarakat umum dari berbagai kalangan.Pada perkembangan selanjutnya masyarakat dari berbagai latar belakang berbaur dan tak lagi memandang asal-usulnya.

Tak diketahui di mana tempat kelahiran Mbah Raden Ardisela secara pasti,apakah Majalengka,Indramayu atau Cirebon.Namun sebuah sumber  menyebutkan jika Mbah Raden Ardisela lahir di Indramayu,tepatnya di daerah Pekandangan.

Kamis, 28 Juli 2016

Meminta Rizki Yang Berkah

Meminta Rizki Yang Berkah

Namanya hidup,setiap makhluk hidup terutama manusia pasti tak lepas dari yang namanya Rizki.Hampir setiap manusia menginginkan Rizki,tak hanya sedikit tapi seringkali meminta dalam jumlah yang banyak dan berlebih.

Rizki yang banyak apalagi sampai berlebih itu memang asik dan enak.Banyak hal yang kita bisa dapatkan atau kita nikmati.Dengan Rizki yang banyak kita bisa mencukupi aneka kebutuhan kita,mulai dari kebutuhan primer,sekunder hingga tersier.Dengan Rizki yang banyak kita bisa melakukan banyak hal,sekalipun dengan biaya yang tidak sedikit untuk memperolehnya.

Rizki yang banyak apalagi berlebih itu !e!yang asik dan enak.Makanya hampir semua orang ingin mempunyai rizki yang banyak dan berlebih.Berbagai macam cara pun dilakukan agar bisa mendapatkan rizki yang banyak dan berlimpah.Tak hanya dengan usaha halal,terkadang usaha harampun dilakukan demi mencapai apa yang diinginkan.

Betulkah rizki yang banyak dan berlebih itu asik dan enak?,betulkah dengan rizki yang banyak kita bisa memperoleh banyak hal?.Jawabannya pasti iya.Tapi betulkah rizki yang banyak dan berlebih itu bisa mendatangkan kedamaian hidup?.Jawabannya tentu saja tidak.Terkadang rizki yang banyak tak selalu mendatangkan kedamaian dalam hidup karena rizki yang diperoleh dan dimiliki tidak ada keberkahan di dalamnya.

Rizki yang bisa mendatangkan kedamaian dalam hidup adalah rizki yang berkah,yaitu rizki yang didapat dengan cara halal,digunakan untuk keperluan halal,digunakan untuk kepentingan yang bernilai ibadah,juga yang diterima dengan rasa ridho dan ikhlas.

Sedikit atau banyak,rizki yang berkah akan mencukupi.Sedikit atau banyak rizki yang berkah akan mendatangkan kebaikan.Sedikit atau banyak rizki yang berkah akan mendatangkan kebahagian ydi dunia dan akhirat.Rizki yang berkah tergantung kepada orang yang memilikinya.Bagaimana kita mendapatkannya,bagaimana kita menggunakannya.

Meminta rizki yang banyak memang tidak dilarang,tapi meminta rizki yang berkah itu lebih utama.Rizki yang banyak namun tidak berkah hanya akan mendatangkan bencana,rizki sedikit ataupun banyak asal berkah pasti mendatangkan bahagia.Seberapapun banyaknya rizki kita,bila tidak berkah tak akan membuat kita tenang.

Dulu saya juga sering meminta rizki yang banyak dan berlimpah,karena saat itu saya beranggapan kalau orang yang mempunyai harta banyak atau berlimpah itu hidupnya akan  bahagia.Tapi kalau sekarang saya hanya meminta rizki yang berkah,karena ternyata rizki yang berkah lah yang bisa mendatangkan bahagia yang sesungguhnya.Hal ini sudah dialami oleh banyak orang yang saya temui.Orang yang mempunyai rizki yang berkah itu dijamin bahagia,sedikit ataupun banyak tak jadi masalah,yang penting bisa mendatangkan kebaikan.

Minggu, 24 Juli 2016

Sedekah Secara Terang-Terangan

Sedekah Secara Terang-Terangan

Sedelah secara terang-terangan itu berat sekali karena banyak sekali godaannya juga cobaannya.Godaan dan cobaan itu tak hanya datang dari dalam diri sendiri tetapi juga dari luar,baik itu dari syetan maupun manusia lainnya.Makanya banyak orang yang memilih sedekah secara sembunyi-sembunyi,sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw.

Salahkah sedekah secara terang-terangan?,tentu saja tidak.Secdekah secara samar atau secara sembunyi-sembunyi itu sama baiknya,yang penting niat di hatinya.Yang penting saat sedekah itu jauhkan diri dari sifat Riya,sum'ah,ujub,atau takabur.

Sedekah secara terang-terangan itu bukan hal mudah,karena kita harus bisa melawan semua sifat buruk yang ada dalam diri kita.Tapi sedekah secara terang-terangan itu banyak faedahnya,pahala juga bisa jadi berlimpah-limpah.Faedah dan pahala yang didapat akan berlimpah jika sedekah yang dilakukan itu dilakukan dengan ikhlas sekaligus untuk mengajak orang lain untuk turut serta melakukan sedekah seperti yang dilakukan oleh kita.

Berikut hal-hal yang perlu di perhatikan saat kita melakukan sedekah secara terang-terangan.

Riya (berharap pujian)

Sedekah secara terang-terangan itu rawan dengan pujian orang.Kalau tidak waspada bisa-bisa kita justru berharap pujian dari orang lain tersebut.Yang semula berharap ridho Allah SWT saja terkadang bisa berbelok mengharap pujian orang,lebih-lebih yang niat awalnya sudah berharap pujian dari orang.Yang terpenting adalah luruskan niat,karena semua amal ibadah kita hanya berharap ridho Allah SWT.

Sum'ah (berharap popularitas)

Riya dan sum'ah itu saling berkaitan.Kalau Riya berharap pujian,maka sum'ah berharap kepopuleran atau ketenaran.Memang tak sedikit orang yang berharap namanya dikenal oleh banyak orang.Semoga yang bersedekah tidak tergoda untuk menjadi populer di kalangan masyarakat umum karena sedekahnya.Sedekah karena Allah,untuk Allah.Karena kekayaan yang kita miliki juga berasal dariNya.

Ujub (bangga)

Ujub atau bangga terhadap diri sendiri.Karena merasa bisa bersedekah seseorang malah datang sifat ujubnya.Apalagi setelah melihat sedekahnya lebih banyak atau lebih sering dari sedekah orang lain.Bangga kalau dirinya bersedekah,bangga kalau dirinya kaya,dan lain sebagainya hingga melupakan karunia Allah SWT.

Takabur (sombong)

Sifat sombong adalah sifat yang paling dibenci oleh Allah SWT,semoga kita semua dijauhkan dari sifat ini.Jangan sampai Sedekah kita itu malah mendatangkan kesombongan pada diri kita,memandang orang lain lebih rendah dari kita,melihat orang lain tidak lebih baik dari kita,naudzubillah mindzalik.Sedekah itu tujuan utamanya untuk menolong orang lain atau turut serta dalam menegakkan ajaran Agama Islam.S semoga kita semua dijauhkan dari sifat sombong ini.

Khouf (ketakutan)

Ternyata takut dalam bersedekah secara terang-terangan juga kerap kali datang pada orang yang hendak melakukan sedekah secara terang-terangan.Bisa jadi takut menjadi riya,sum'ah,ujub atau takabur.Atau bisa juga karena takut mendapat cap dari orang lain atau masyarakat bila kita adalah orang yang suka pamer,sombong,dan lain sebagainya.

Sedekah secara sembunyi-sembunyi itu baik,sedekah secara terang-terangan juga baik.Semua kembali kepada niat masing-masing orang yang bersedekah.

Semoga saat kita bersedekah selalu diniatkan karena Allah SWT,bukan karena makhluk ciptaanNya.Mengharap dan mendapat ridho Allah itu lebih indah dibandingkan mengharap dan mendapat pujian dari makhluk ciptaanNya.

Rabu, 13 Juli 2016

Makam Buyut Demang Dan Makam Sanga (Kanci Kulon Cirebon)

Makam Buyut Demang Dan Makam Sanga (Kanci Kulon Cirebon)

Di Desa Kanci Kulon Kecamatan Astana Japura Kabupaten Cirebon terdapat makam yang sering diziarahi oleh banyak orang,yaitu makam Buyut Demang Dan Makam Sanga.
Semula di makam yang dekat dengan Jalan Tol Palikanci ini hanya  makam Buyut Demang (Raden Surya Nada) saja yang kerap didatangi dan diziarahi oleh banyak orang.Orang-orang Kanci dan sekitarnya juga biasa menyebut pemakaman ini dengan nama pemakaman Buyut Demang.Hingga suatu saat ada seorang warga desa yang bermimpi tentang keberadaan makam yang berjumlah sembilan ini,yang tepat berada di dekat pintu masuk pemakaman Buyut Demang.Setelah digali ternyata di areal pemakaman Buyut Demang ini terdapat beberapa makam.Dari sinilah asal mula keberadaan Makam Sanga.

Jika Buyut Demang adalah leluhur yang dulu menjadi Demang atau Kepala Daerah di Desa Kanci dan sekitarnya yang keberadaannya sudah diketahui sejak lama,maka keberadaan makam Sanga ini belum diketahui siapa jasad yang berada di dalam makam tersebut.Walau belum diketahui siapa sebenarnya nama dan kedudukan mereka,namun sebagian besar warga Desa Kanci Kulon dan sekitarnya percaya bila jasad yang terdapat di dalam makam-makam tersebut bukanlah orang sembarangan.

Mengunjungi pemakaman ini tidaklah terlalu sulit.Datang saja ke Desa Kanci Kulon.Cari saja masjid yang berada tepat di sisi jalan  Sindang Laut-Cirebon yang biasa dilewati oleh mobil Elf Cirebon-Sindang-Ciledug atau mobil bus Ciledug -Jakarta.Dari jalan ini letak pemakamannya tidak terlalu jauh.

Makam Mbah Buyut Demang terdapat di dalam sebuah bangunan yang tidak terlalu besar.Pintu masuknya pendek dan kecil,yang  mengharuskan orang yang masuk untuk berjongkok agar tidak terkena atap pintu.Di dalam bangunan ini terdapat dua makam,yaitu makam Buyut Demang dan temannya.

Makam Sanga terletak di sebuah areal terbuka dengan bata-bata  tua yang mengelilingi makam tersebut,yang sudah berusia ratusan tahun.Sekarang ini Makam Sanga sudah diberi atap dengan tiang penyangga dari besi dan tembok.Hal ini dimaksudkan agar para peziarah tidak kepanasan atau kehujanan saat berziarah ke makam ini.


Makam Buyut Demang


Makam Sanga (Makam Sembilan)

Makam Mbah Kiai Said Gedongan

Makam Mbah Kiai Said Gedongan

Mbah Kiai Said adalah seorang ulama atau Kiai yang merupakan pendiri Pesantren Gedongan.Walau beliau telah lama tiada,namun pesantren yang didirikannya tersebut masih berdiri dan berkembang hingga sekarang.

Semasa hidupnya Mbah Kiai Said dikenal sebagai seorang ulama yanggoat dan tekun dalam menyebarkan ajaran agama Islam sekaligus pejuang yang gigih melawan Penjajah Belanda.B eliau sendiri merupakan keturunan dari Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Makam Mbah Kiai Said terletak di Gedongan,Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon,Jawa Barat.Letak makamnya berada tak jauh dari pesantren yang didirikannya.Hampir setiap hari makamnya selalu ramai diziarahi oleh banyak orang,terutama oleh para santri dan alumni Gedongan.

Makam Mbah Kiai Said terbilang bersih dan rapi karena memang dirawat oleh keluarga dan keturunannya,di mana perawatan sehari-harinya diserahkan kepada seorang juru pelihara.Bangunannya sendiri terbilang sederhana,hanya bangunan terbuka dengan atap dan tembok yang tidak terlalu tinggi.

Pesantren Gedongan Ender-Cirebon

Pesantren Gedongan-Ender Cirebon

Pesantren Gedongan yang terletak di Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon adalah sebuah pesantren tua yang berusia lebih dari satu abad.Pesantren ini didirikan oleh Mbah Kiai Sa'id yang merupakan keturunan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).Pesantren Gedongan masih berkaitan erat dengan Pesantren Buntet,Benda dan Kempek karena adanya pertalian darah juga perkawinan antara keturunannya.

Di Pesantren Gedongan ini terdapat asrama-asrama yang diperuntukkan untuk para santri putra dan putri,yang sebagian besarnya diasuh oleh para kiai yang masih merupakan keturunan Mbah Kiai Sa'id.Letaknya yang jauh dari keramaian menjadikan pesantren ini sangat baik dan cocok untuk dijadikan sebagai tempat untuk menuntut ilmu,karena begitu tenang dan jauh dari hiruk pikuk yang kadang mengganggu konsentrasi belajar para santri.

Lembaga pendidikan yang terdapat di pesantren ini mulai dari tingkat sekolah dasar dan menengah,yaitu MI,MTs dan Aliyah.Selain ketiga lembaga pendidikan formal tersebut,di Pesantren Gedongan juga terdapat balai latihan kerja yang menyalurkan peserta didiknya ke luar negeri,yaitu ke Jepang.

Seperti kebanyakan pesantren pada umumnya,di Pesantren Gedongan juga mengadakan aneka pengajian kitab suci Al-Quran dan juga kitab-kitab kuning.Aneka pengajian tersebut diselenggarakan dari mulai pagi hingga malam hari.Pengajian Al-Qur'an dan kitab kuning merupakan cikal bakal dari terselenggaranya pesantren yang sudah meluluskan ribuan santri dari berbagai daerah di Indonesia ini.



Minggu, 10 Juli 2016

Makam Pangeran Muhamad (P.Luhung/Luwung)

Makam Pangeran Muhamad (P.Luhung/Luwumg)

Pangeran Muhamad atau yang biasa disebut Pangeran Luhung tau Luwung adalah seorang penyebar Islam yang hidup sezaman dengan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.Beliau sendiri merupakan keturunan Syarif Hidayatullah dari jalur perempuan,sementara dari jalur laki-laki ada yang mengatakan bila beliau merupakan keturunan Syekh Quro Karawang,namun ada juga yang mengatakan beliau adalah merupakan keturunan Syekh Nurjati.

Makam Pangeran Muhamad yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Luwung ini terletak di Desa Luwung Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.Letak makamnya tidak terlalu jauh dari jalan Pantura Cirebon dan sangat mudah dijangkau dari berbagai wilayah dengan aneka kendaraan.

Keadaan makam Pangeran Luwung lumayan bersih dan indah dengan bangunan makam yang bernuansa tradisional khas Cirebon.Makam Pangeran Luwung sendiri berada di sebuah bangunan yang pintunya tertutup yang tidak dibuka setiap saat.Para peziarah yang datang seringkali hanya berziarah di luar bangunan utama yang tetap nyaman dan aman untuk berziarah.

Hampir tiap hari makam ini selalu dikunjungi oleh orang dari  wilayah Cirebon dan sekitarnya.Letak makamnya sendiri berada di belakang sebuah masjid,sehingga kesan angker tidak ditemukan di pemakaman ini.

Makam P. Muhamad (P.Luwung/Luhung)


Rabu, 06 Juli 2016

Berlebaran Di Keraton Cirebon

Berlebaran Di Keraton Cirebon

Bagi sebagian orang  yang mudik ke Cirebon pasti sudah banyak yang tahu tentang kebiasaan berlebaran di Keraton Kasepuhan,Kanoman dan Kacirebonan.Saat lebaran atau sehari setelah lebaran,biasanya para Sultan di Keraton-keraton yang ada di Cirebon selalu mengadakan silaturohim dengan masyarakat umum.Semua orang bisa datang dan bertemu dengan Sultan dan keluarganya.

Walau bukan pejabat publik seperti presiden,gubernur,walikota atau bupati,ajang silaturohim yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan open house yang dilakukan oleh para sultan di Cirebon ini tetap ramai dikunjungi oleh masyarakat umum.Tak hanya bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya saja,tapi juga bagi masyarakat umum dari luar Cirebon.

Ajang silaturohim antara para Sultan dan masyarakat umum ini sudah berlangsung selama ratusan tahun.Hingga saat ini ajang silaturohim ini tetap terselenggara dan selalu dipadati oleh masyarakat banyak,mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia.

Seperti ajang silaturohim yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya,masyarakat yang datang ke Keraton Kasepuhan,Kanoman dan Kacirebonan akan bersalam-salaman dengan para Sultan,keluarga,dan masyarakat lainnya.Terkadang aneka makanan tradisional atau makanan khas Cirebon juga tersedia.

Waktu bersilaturohim dengan para Sultan memang tidak lama dan  hanya berlangsung beberapa jam saja.Bagi yang datang setelah acara silaturohim tetap bisa berkunjung ke Keraton,karena Keraton-keraton di Cirebon ini terbuka untuk umum dari pagi hingga sore hari.Walau tak bisa bersilaturohim,para pengunjung bisa melihat-lihat bangunan dan benda-benda bersejarah peninggalan masa lalu yang sudah berusia ratusan tahun,yang terdapat di keraton-keraton tersebut.

Senin, 27 Juni 2016

Djunaedi Oh Djunaedi

Djunaedi Oh Djunaedi

Tahun 2012 ayah saya yang bernama Djunaedi meninggal dunia dengan tenang karena sakit.Beliau menghembuskan nafas terakhirnya di rumah kakak saya yang bernama Siti Maesaroh.

Ketika tulisan ini ditulis,beliau sudah meninggalkan dunia ini selama empat tahun,karena sekarang adalah tahun 2016.Sudah lama tapi tak terasa,seperti baru kemarin saja.

Empat tahun bukanlah waktu yang cepat,tapi juga belum terlalu lama.Tapi semenjak kepergiannya hingga saat ini,masih saja ada orang yang nyasar ke rumah mencari nama Djunaedi.Maksudnya Djunaedi yang lain,datangnya ke rumah ayah saya.

Beberapa bulan lalu ada tukang pos nyasar ke rumah,dan sekarang ada lagi yang nyasar.Yang dituju adalah Djunaedi tetangga kami yang kebetulan adalah guru,sama seperti profesi ayah saya.Saya sempat dibikin bingung jadinya,ketika tukang pos itu memberikan sepucuk surat untuk Djunaedi tanpa embel-embel nama lainnya.

Surat?,oh my God,alamrhum ayah saya mendapat surat.Dengan seksama saya periksa surat tersebut.Surat dari Taspen!,ayah saya yang sudah meninggal beberapa tahun itu dapat surat dari instansi pemerintah hingga membuat saya bertanya-tanya.Benarkah surat ini untuk ayah saya?.

Karena tidak yakin bila surat itu untuk ayah saya,akhirnya saya serahkan kembali surat itu ke tukang posnya.Tukang pos menjadi heran dan bingung.Akhirnya dia membuka surat tersebut dan meminta saya untuk membacanya.Di dalam surat itu tertulis masalah biaya anak yang biasa didapat oleh anak pegawai negri.Tapi anak-anak ayah saya sudah tua alias sudah tuwir semua.yang nulis blog ini saja sudah berumur 40 tahun.

Tiba-tiba saya kembali teringat bila di desa saya,Desa Tuk Karangsuwung itu ada Djunaedi lain yang berprofesi sebagai guru juga,ya,dia adalah Pak Djunaedi.Pak Junaedi yang satu ini lebih dikenal dengan sebutan Pak Edi.Akhirnya saya anweitahukan ke tukang pos itu kalau yang beliau maksud itu bulan Djunaedi ayah saya,tapi Djunaedi yang lain.

Djunaedi Oh Djunaedi,kenapa di desa saya ini begitu banyak orang yang bernama Djunaedi?.Gara-gara kejadian ini saya jadi teringat pada ayah saya,Djunaedi yang sudah lama meninggalkan kami anak-anak nya.

Minggu, 26 Juni 2016

Mbah Raden Ardisela (25)

Nama-Nama Samaran Mbah Raden Ardisela

Mbah Raden Ardisela yang berjuang melawan penjajah Belanda,seringkali berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya,baik yang berada di sekitar Cirebon,Kuningan,Majalengka atau Indramayu.
saat berjuang melawan penjajah dan agar pihak penjajah tak mudah melacak keberadaannya,seringkali Mbah Raden Ardisela menggunakan nama samaran atau nama palsu.Dengan nama palsu ini Mbah Raden Ardisela berhasil mengecoh penjajah Belanda.Para telik sandi atau mata-mata penjajahpun akan kesulitan mengenalinya,karena beliau mempunyai beberapa nama dan hanya para anggota keluarga dan para pengikutnya saja yang tahu tentang nama-nama Mbah Raden Ardisela tersebut.

Ada yang berpendapat bila nama Mbah Ardisela sendiri bukan Ardisela,melainkan Rustam.Pada akhirnya nama beliau lebih dikenal dengan sebutan Ardisela karena beliau pernah mengasingkan diri untuk bertafakur dan mendekatkan diri pada Allah swt.Saat itu beliau banyak duduk di sebuah batu yang dekat dengan tanah.Dari sinilah nama Mbah Raden Ardisela berasal yang hingga dikenal oleh anak cucu,keturunan dan masyarakat pada umumnya.
Selain Rustam dan Ardisela,nama lain yang sering beliau gunakan dalam rangka penyamarannya saat berjuang melawan penjajah  antara lain adalah Atmo,Atma dan Asnawi.

Jumat, 17 Juni 2016

Wisata Bogor Barat

Wisata Bogor Barat

Ternyata Kabupaten Bogor khususnya Bogor Barat itu banyak menyimpan aneka obyek wisata,mulai wisata alam,wisata budaya hingga wisata sejarah.Sayangnya belum banyak orang yang mengetahui aneka obyek wisata tersebut dan masih kalah pamor bila sibandingkan dengan obyek wisata lainnya.Hal ini dikarenakan masih kurangnya promosi dan belum maksimalnya pengelolaan aneka obyek wisata tersebut.

Aneka obyek wisata alam banyak terdapat di Bogor bagian barat ini,seperti situ atau danau yang terdapat di beberapa kecamatan,beberpa sungai sungai yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk arung jeram atau sekedar bermain air,curug atau air terjun,pemandangan gunung yang begitu indah,Gua Gudawang yang menawan dan lain sebagainya.

Selain obyek wisata alam,salah satu obyek wisata yang tak boleh dilupakan adalah obyek wisata sejarah.Di obyek wisata sejarah tersebut banyak terdapat benda-benda atau tempat peninggalan bersejarah mulai zaman pra sejarah hingga zaman kemerdekaan Indonesia.Benar-benar tempat wisata yang menawarkan obyek wisata yang sangat beragam.

Di Bogor Barat tepatnya di Kecamatan Cibungbulang ada situs prasasti batu bertulis yang lebih dikenal dengan nama situs Prasasti Ciaruteun dan Kebon Kopi.Kedua situs bersejarah tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanegara yang sudah berusia ratusan tahun.

Di kawasan  Pasir Angin ada Museum dan Situs Pasir Angin yang berisi koleksi benda-benda peninggalan bersejarah mulai dari  zaman batu.Walau bangunan museumnya sederhana atau tidak sebesar dan semegah museum lainnya yang ada di Indonesia,museum Pasir Angin juga pantas untuk dikunjungi.

Bagi yang suka wisata budaya ada Kampung Urug,yaitu sebuah perkampungan tua yang dihuni oleh Suku Sunda yang mengaku masih keturunan Prabu Siliwangi.Di kampung ini sangat kental dengan kehidupan masyarakat perkampungan tempo dulu yang masih mempertahankan adat dan tradisi yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.Di sini masih terdapat aneka bangunan tua khas Sunda yang terbuat dari kayu dan bambu,yang sangat indah dan unik.

Bagi yang suka berwisata,tak ada salahnya bila sekali-kali berkunjung ke kawasan Bogor Barat yang tidak terlalu macet seperti kawasan Puncak Pass atau Kota Bogor yang selalu penuh sesak oleh aneka kendaraan,namun tetap menawarkan aneka obyek wisata yang layak untuk dikunjungi.

Sungai Cidurian dengan latar belakang pegunungan


Salah satu sudut di komplek Gua Gudawang

Sabtu, 04 Juni 2016

Sejarah Mbah Raden Ardisela

Mbah Raden Ardisela (1)

Siapakah sebenarnya sosok Mbah Raden Ardisela yang makamnya ada di desa Tuk Karangsuwung Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon ini?.Sering kali orang banyak yang salah kaprah terhadap nama beliau ini.Semua karena sejarah hidupnya tidak tertulis dan hanya disampaikan secara tutur tinular atau dari mulut ke mulut saja.Untuk itulah melalui serangkaian tulisan yang dihimpun dalam catatan Sejarah Mbah Raden Ardisela atau Pangeran Ardisela ini penulis ingin menulis ulang kisahnya,agar tidak lagi terjadi kesimpangsiuran akibat cerita dari mulut ke mulut yang kadang berubah-ubah sesuai daya ingat penutur dan pendengarnya.

Nama dan sosok Mbah Raden Ardisela ini benar-benar menyimpan banyak misteri.Jangankan orang lain,anak keturunanya sendiri tak semuanya tahu tentang siapa beliau sebenarnya.Hal ini terjadi karena Mbah Raden Ardisela bukan nama sebenarnya,dan keberadaannya sangat dirahasiakan sekali selama masa penjajahan.Hal ini terkait dengan kiprahnya sebagai seorang pemimpin wilayah,pejuang dan juga ulama.

Ada yang mengatakan bila nama beliau sebenarnya adalah Raden Rustam dan nama Ardisela adalah nama julukan setelah beliau melalui serangkaian pengembaraan dan perjuangan.Tapi ada juga yang mengatakan bila nama beliau sebenarnya adalah Raden Ardisela.Sebagian besar keturunan Mbah Raden Ardisela mengatakan bila nama asli beliau memang Raden Rustam,sementara Ardisela adalah nama gelar dan juga nama saat berjuang.Sementara nama yang tercantum di keraton bukan nama Raden Rustam atau Raden Ardisela.Ardisela sendiri adalah nama yang paling dikenal di antara nama-nama beliau.Nama Ardisela ini merupakan nama yang digunakan oleh Raden Rustam setelah beliau mengasingkan diri ke Gunung Ciremai.Ketika dicari di Keraton Kasepuhan,nama Mbah Raden Ardisela sendiri tidak diketemukan dalam catatan atau arsip keraton.Tapi beberapa kisah banyak yang mencatat namanya.Hal ini terjadi karena nama di Keraton jelas berbeda dengan nama waktu kecil,nama waktu remaja,nama di catatan staat Keraton Kasepuhan,dan nama perjuangan.

Raden Rustam atau Raden Ardisela,yang jelas beliau ini hidup beberapa abad setelah era Sunan Gunung Jati yang merupakan leluhurnya.Beliau adalah keturunan dari Panembahan Girilaya atau Panembahan Ratu ke 2 dari anaknya yang bernama Pangeran Alas Ardisela.Bila dirunut hingga ke Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah,Mbah Raden Ardisela adalah keturunan ke 11,dan bila dirunut hingga ke Panembahan Girilaya,maka beliau adalah keturunan ke 7.Jadi jelaslah bila Mbah Raden Ardisela adalah keturunan dari Sunan Gunung Jati tapi sudah jauh dari masa hidup Sultan Cirebon yang dikenal sebagai anggota Walisongo tersebut.Diperkirakan beliau hidup di akhir tahun 1700 an M hingga awal 1800 an M.

Beberapa tulisan di sini mencoba membahas kehidupan Mbah Raden Ardisela,keluarga dan teman-temannya,keturunannya,kisah hidup dan  perjuangannya,dan tulisan-tulisan lain yang masih erat kaitannya dengan Mbah Raden Ardisela,baik semasa beliau hidup ataupun sesudah tiada.Semua terangkum dalam tulisan Sejarah Mbah Raden Ardisela,di mana tulisan-tulisan tersebut berasal dari berbagai sumber,baik dari cerita para orang tua (sumber lisan),atau juga melalui beberapa tulisan yang menceritakan tentang keberadaan beliau tersebut (sumber tertulis),makam,hingga benda-benda peninggalannya.

Perbedaan pendapat pasti akan timbul setelah tulisan ini ditulis,karena hal itu pulalah yang banyak ditemui oleh penulis selama penelitian hingga penulisan kisah Mbah Raden Ardisela ini.Yang terpenting adalah kedewasaan sikap bagi segenap pembaca,terutama untuk anak keturunannya dan anak-anak keturunan orang-orang yang berada di sekitarnya.Karena sejatinya nama Ardisela adalah sebuah misteri yang sengaja atau tidak sengaja selalu ditutup-tutupi oleh banyak orang,terutama oleh orang-orang yang merasa terganggu akan kelangsungan kepentingannya,yang sudah merasa aman dan nyaman selama kurun waktu yang lama.

Penulis hanya berharap tulisan-tulisan ini akan membawa kebaikan khususnya untuk segenap anak cucunya,dan juga tentu saja untuk para pembaca pada umumnya.

Mbah Raden Ardisela (7)

Mbah Raden Ardisela dan Desa Karangsuwung

Sekitar abad 18 M,tepatnya sekitar tahun tahun 1790 an M,Raden Rustam yang di kemudian hari lebih dikenal dengan nama Mbah Raden Ardisela berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya.Hal seperti ini memang lumrah dan banyak dilakukan oleh keluarga keturunan Keraton Cirebon pada waktu itu,termasuk juga oleh ayah dan kakek buyut Mbah Raden Ardisela.Selain untuk mendapatkan pengalaman juga sekaligus untuk membuka pedukuhan atau perkampungan baru.

Semula Mbah Raden Ardisela pergi ke arah Gunung Ciremai di Kuningan.Beberapa lama beliau tinggal di sebuah tempat di kota yang dulu masuk wilayah Kesultanan Cirebon ini.Di Gunung Ciremai ini beliau mengasingkan diri untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.Saat di Gunung Ciremai ini beliau selalu duduk di atas sebuah batu di atas tanah sambil berdzikir,berdoa dan tafakur.Dari sinilah nama beliau berasal, yaitu Ardi yang berarti tanah atau bumi dan Sela yang berarti batu.Setelah melakukan serangkaian pengembaraan dan menetap di beberapa tempat,beliau akhirnya mendapatkan petunjuk untuk berpindah ke tempat lainnya yang masih kosong yang berada di Cirebon bagian timur.

Akhirnya beliau meninggalkan Kuningan dan kembali ke  Cirebon.Beliau lanjutkan perjalanan ke arah timur Cirebon hingga akhirnya sampai di sebuah tempat (karang) yang masih sunyi dan angker (suwung).Dari sinilah asal mula nama Desa Karangsuwung yang sekarang ini berada di wilayah Kecamatan Karang Sembung Kabupaten Cirebon.
Di Karangsuwung ini akhirnya Mbah Raden Ardisela membuka perkampungan baru dan menetap di sini.Lama kelamaan semakin banyak orang yang datang ke tempat ini dan Karangsuwung pun semakin ramai.Beliau sendiri akhirnya lebih memilih tempat baru di kawasan barat Karangsuwung yang sekarang ini lebih dikenal dengan nama Desa Tuk Karangsuwung.Di desa Tuk Karangsuwung ini Mbah Raden Ardisela hidup bersama istrinya yang bernama Nyai Maemunah (Nyai Muntreng),dan juga kedua anak perempuannya yang bernama Nyi Raden Aras dan Nyi Raden Aris.

Hingga akhir hayatnya Mbah Raden Ardisela tinggal di Desa Tuk Karangsuwung dan dimakamkan di desa ini,di pemakaman yang lebih dikenal dengan sebutan pemakaman Mbah Raden Ardisela.

Karena yang pertama kali membuka kedua wilayah tersebut,maka di kemudian hari Mbah Raden Ardisela dikenal sebagai seorang pendiri Desa Karangsuwung dan Tuk Karangsuwung.

Minggu, 29 Mei 2016

Kiai Ardisela (9)

Kiai Ardisela,Guru Para 'Laskar Ardisela' (9)

Makam Kiai Ardisela Indramayu

Kiai Ardisela semasa hidupnya kerap berdakwah secara berpindah dari satu kota ke kota lainnya.Kota yang beliau jadikan tempat berdakwah selain Cirebon adalah Kuningan,Majalengka dan Indramayu.Selain alasan berdakwah,alasan lainnya adalah berjuang melawan penjajah Belanda baik melaui pendidikan masyarakat maupun langsung berperamg dengan angkat senjata.


Di daerah Indramayu,tepatnya di Desa Sleman Kecamatan Sliyeg terdapat sebuah makam dengan nama Ardisela juga. Ada yang berpendapat jika ini adalah sebuah petilasan,namun ada juga yang berpendapat jika ini benar-benar makam yang berisi seorang ulama sekaligus pejuang yang bernama Ardhi Sela.Di desa ini orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan Mbah atau Buyut Ardhi Sela.

Diketahui bila nama Ardisela memang tidak hanya merujuk pada satu orang saja,melainkan lebih dari satu orang dengan nama Ardisela yang hidup dalam masa yang tidak terlalu berjauhan,yaitu sekitar tahun 1700 an hingga 1800 an M.Makam yang ada di Sleman Kecamatan Sliyeg Kabupaten  Indramayu tersebut bisa jadi memang makam Ardisela,namun bukan merujuk pada Mbah Raden Ardisela atau Raden Rustam Bin Demang Bratanata.

Makam Mbah Raden Ardisela atau Raden Rustam sendiri ada di Desa Tuk Karangsuwung Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.Di desa ini pula banyak terdapat anak keturunan Mbah Raden Ardisela dari istrinya yang bernama Nyai Muntreng,baik dari anak perempuannya yang bernama Nyi Mas Aras maupun Nyi Mas Aris.

Beberapa sumber menyebutkan jika makam yang berada tak jauh dari Kota Jati Barang ini adalah makam Kiai Ardisela,ulama,pejuang,dan guru kanuragan para laskar Ardisela dan santri-santri lainnya.Di sini nama Kiai Ardisela lebih dikenal dengan nama atau sebutan Buyut Ardhi Sela.

Selasa, 24 Mei 2016

Mbah Raden Ardisela

Nama dan Gelar Mbah Raden Ardisela 

Ardisela,nama yang tidak panjang namun mempunyai sejarah panjang dalam perjuangannya demi memperjuangkan bangsa dan negara juga agama Islam.Di Keraton Kasepuhan Cirebon beliau tercatat bukan bernama Raden Ardisela,melainkan nama lain,yang jelas beliau adalah putra dari Mbah Raden Demang Bratanata,adik dari Mbah Raden Arungan dan Nyi Raden Katijem.

Dari zaman dahulu hingga sekarang banyak orang yang menyebut namanya dengan sebutan Pangeran Ardisela,hal ini karena beliau memang berasal dari Keraton Cirebon.Saat itu banyak orang yang beranggapan bahwa orang yang berpengaruh,memimpin sebuah wilayah,keturunan sultan dan berasal dari keraton biasa disebut dengan gelar pangeran,walau gelar sebenarnya adalah raden.Sementara pendapat lain menjelaskan bila gelar awalnya adalah Raden dan gelar pangeran ini didapatnya karena beliau berhasil menduduki jabatan yang lebih tinggi di Kesultanan Kasepuhan Cirebon.Pendapat lain mengatakan gelar Pangeran ini disematkan kepadanya karena beliau dikenal sebagai pemimpin perang atau panglima pasukan saat berperang melawan penjajah.Sementara di catatan keluarga besar Mbah Raden Ardisela sendiri ada yang menulis Raden Ardisela,ada juga yang menulis Pangeran Ardisela.

Raden Ardisela sendiri semula hanya bergelar raden karena beliau adalah keturunan ke enam dari Panembahan Ratu kedua (Panembahan Girilaya),dari anaknya yang bernama Pangeran Alas Ardisela.Panembahan Girilaya sendiri merupakan Sultan Cirebon terakhir sebelum Kesultanan Cirebon dibagi menjadi dua,yaitu kesultanan Kasepuhan dan Kesultanan Kanoman.Pemakaian gelar ini memang harus memenuhi peraturan tertentu,karena berkaitan dengan keturunan dan jabatan.

Sekitar tahun 1800 an,Belanda yang semakin menguasai Kesultanan Cirebon memang membatasi jumlah pemberian gelar pangeran kepada para bangsawan Kesultanan Cirebon,sehingga tak sedikit dari para bangsawan Cirebon yang hanya bergelar raden,walaupun mereka anak cucu atau keturunan sultan.

Raden Ardisela biasa disebut juga dengan nama Mbah Ardisela atau Kiai Ardisela,karena selain sebagai pemimpin wilayah atau demang di Sindanglaut  beliau juga dikenal sebagai seorang ulama.Sekarang ini beliau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Ardisela,karena demikianlah sebutan yang biasa diberikan kepada orang tua sebagai ucapan penghormatan atau panggilan sopan seorang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua,baik kepada orang yang masih hidup atau yang sudah meninggal dunia.

Sabtu, 21 Mei 2016

Makam Raja-Raja Islam Garisul-Jasinga

Makam Raja-Raja Islam Garisul-Jasinga

Di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor terdapat sebuah areal pemakaman tokoh-tokoh Islam yang berjasa dalam penyebaran ajaran agama Islam di Kabupten Bogor dan sekitarnya.Mereka diyakini sebagai tokoh-tokoh pejuang Islam dari Kesultanan Banten.Areal di mana terdapat pemakaman para tokoh pejuang Islam asal Banten tersebut lebih dikenal dengan nama Situs Makam Raja-Raja Islam Garisul.

Makam yang terdapat di areal pemakan Garisul ini tak hanya satu,tapi banyak dan jumlahnya puluhan.Makam-makam tersebut ada yang dinaungi atap dan ada juga yang tidak.Suasana makam pada hari-hari biasa nampak sepi,karena areal pemakaman ini ramai diziarahi oleh para peziarah pada hari Malam dan hari Jum'at atau hari-hari besar umat Islam lainnya.

Areal pemakaman ini dapat ditempuh melalui Kota Bogor dari terminal Laladon atau Bubulak dengan angkot tujuan Jasinga.Apabila dari arah Bogor,areal pemakaman ini berada di kanan jalan,sementara kalau dari arah Jasinga berada di kiri jalan.Selain dari Bogor,areal pemakaman ini dapat ditempuh dari Kpta Rangkas Bitung,Kali Deres Jakarta dan sekitarnya.Apabila berhenti di terminal Jasinga,lanjutkan perjalanan menuju pemakaman ini dengan angkot menuju Bogor atau juga ojek.

Areal pemakaman Garisul ini tidak terlalu jauh dari terminal Jasinga.Apabila bingung untuk menuju ke sana,tanya saja pada orang atau katakan saja pada supir untuk minta diturunkan di Pemakaman Garisul atau SD Garisul.Letak areal pemakamannya tidak terlalu jauh dari jalan raya dan dapat dijangkau dengan berjalan kaki hanya dalam beberapa menit saja.Pemakaman Garisul ini berada tak jauh dari bibir sungai Cidurian dengan kontur tanah yang agak meninggi seperti sebuah bukit.


Makam Raja-Raja Islam Garisul-Jasinga

Tergoda Uang Kembalian Lebih

Tergoda Uang Kembalian Lebih

Entah sudah berapa puluh kali saya mendapat uang kembalian lebih,mulai dari nominal kecil sampai nominal yang besar.Hal sepele namun sebenarnya sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan,baik untuk orang yang memberikan kembalian atau juga saya yang mendapat kembalian.

Bisa dibayangkan kalau orang yang memberi kembalian tersebut sedang butuh sementara kembalian yang diberikan kepada kita lebih.Kalau sedikit mungkin tak terlalu berpengaruh,tapi kalau besae pasti akan besar juga pengaruhnya.Kalau jarang mungkin juga tidak terlalu bermasalah,tapi bagaimana kalau sering?.Orang yang mengembalikan kembalian lebih juga kan punya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.

Uang kembalian lebih tersebut sering saya dapatkan dari pedagang,supir atau kenek,tukang ojek,petugas loket,kasir dan lain sebagainya.Walau sedikit tapi terkadang menggoda,apalagi kalau banyak.Lebih-lebih kalau saya menerima uang kembalian lebih tersebut bertepatan saat saya sedang tidak punya uang alias sedang bokek.Benar-benar menggoda iman.Tapi syukurlah,hingga saat ini saya berhasil melewati godaan tersebut dan kembali mengembalikan uang kembalian yang lebih tersebut kepada orang yang berhak.

Sedikit atau banyak jika kita tahu uang kembalian yang kita terima itu lebih namun kita diam saja,pura-pura tidak tahu,atau justru memanfaatkan kesempatan tersebut,itu sama artinya kita mencuri uang milik orang lain.Naudzubillah min dzalik.Semoga saja kita dihindarkan dari hal-hal demikian,karena hal tersebut benar-benar merugikan orang lain.

Sedikit atau banyak,tetap saja namanya uang kembalian yang lebih adalah uang haram karena jelas-jelas bukan hak kita.Saat kita mendapat uang kembalian kurang juga terkadang kita menjadi kesal,marah,sedih,menggerutu,mencaci dan lain sebagainya.Hal itu jugalah yang dirasakan orang yang mengembalikan uang kembalian yang lebih kepada kita.Jadi jangan sekali-kali kita memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.