Mbah Raden Ardisela (18)
Semasa hidupnya,Mbah Raden Ardisela yang mengepalai beberapa desa atau yang dulu lebih dikenal dengan sebutan demang dari kademangan lebih memilih tinggal di Tuk,sebuah Blok yang saat itu masuk ke dalam Desa Karangsuwung.Di Tuk inilah Mbah Raden Ardisela hidup bersama istri dan dua anak perempuannya.Kalau sekarang Blok Tuk ini sudah menjadi desa yang dimekarkan dari Desa Karang Suwung dengan nama Desa Tuk Karangsuwung.
Lalu di manakah kediaman Mbah Raden yang sebenarnya?.Menurut sesepuh terdahulu rumah Mbah Raden Ardisela itu berada di area yang sekarang ini berdekatan dengan makam.Setelah diangkat menjadi demang,barulah beliau membangun rumah yang cukup besar atau biasa disebut dengan nama keraton yang sekarang ini bekasnya telah menjadi pemakamannya.
Tak ada sisa-sisa bangunan rumah yang bisa ditemukan di tempat yang dulu merupakan kediaman Mbah Raden Ardisela tersebut.Hal ini dikarenakan rumah Mbah Raden Ardisela adalah rumah pribadi,di mana ketika beliau wafat otomatis rumahnya diwariskan kepada anak keturunannya.
Tak ada sisa-sisa bangunan rumah yang bisa ditemukan di tempat yang dulu merupakan kediaman Mbah Raden Ardisela tersebut.Hal ini dikarenakan rumah Mbah Raden Ardisela adalah rumah pribadi,di mana ketika beliau wafat otomatis rumahnya diwariskan kepada anak keturunannya.
Sekarang ini bagian tanah bekas rumah Mbah Raden Ardisela telah berganti kepemilikannya dari satu pemilik ke pemilik lainnya.Yang tersisa hanya tanah dengan bangunan baru dan tak menyisakan sedikitpun bangunan yang lama.Adapun yang menjadi penanda bahwa tanah tersebut adalah bekas rumah milik Mbah Raden Ardisela adalah hanya sebuah sumur tua.Tetapi sumur tua dengan bata jaman dahulu yang besar-besar itu sekarangpun sudah ditutup.
Keberadaan halaman rumah bekas Mbah Raden Ardisela berada hingga sekitar 200 meter dari sisi makam bagian barat.Secara umum Blok Muara Bengkeng yang dulu dikenal dengan nama Sida Parta atau Karang Panas adalah bagian dari halaman rumah Mbah Raden Ardisela.Dimulai dari pintu masuk (gapura gang) hingga batas sungai adalah bagian dari halaman rumah atau keraton Mbah Raden Ardisela.Di kemudian hari blok ini diberikan untuk Nyi Raden Aris,lalu diberikan lagi untuk putra Nyi Raden Aris yang bernama Raden Raksa.Anak-anak Raden Raksa yang tidak tinggal di Tuk selanjutnya menjual tanah ini kepada saudara dan kerabat lainnya.Seiring berjalannya waktu,kepemilikan tanah bekas rumah dan halaman Mbah Raden Ardisela ini berganti kepemilikan,karena dijual oleh keturunannya yang pindah ke tempat lain.Yang tersisa dan akhirnya diwakafkan hanyalah langgar agung yang sekarang ini sudah menjadi masjid,sumber air Muara Bengkeng,dan areal pemakaman keluarga Mbah Raden Ardisela.