Kamis, 22 Desember 2016

Sumur Jimat Tuk Karangsuwung

Sumur Jimat Tuk Karangsuwung

Selain sumber air Muara Bengkeng yang sudah dikenal dengan airnya yang dipercaya sebagai obat untuk berbagai macam penyakit dan aneka khasiat lainnya,ternyata di Desa Tuk Karangsuwung juga terdapat sumber air lain yang sudah cukup tua dan dipercaya mempunyai khasiat tertentu.Sumber mata air tersebut biasa disebut belik atau Sumur Jimat.

Letak Sumur Jimat ini berada di dekat perbatasan Desa Tuk Karangsuwung dan Desa Leuwidingding Kecamatan Lemahabang.Apabila dari Lemahabang,sumur ini letaknya sebelah kiri,hanya beberapa puluh meter saja dari perbatasan kedua desa tersebut.Sumurnya terletak di belakang rumah penduduk yang merupakan keturunan dari sang pembuat sumur tersebut,dekat sungai kecil yang dulu digunakan sebagai irigasi.

Sumur Jimat Tuk Karangsuwung sampai sekarang masih ada dan terpelihara dengan baik.Bentuk sumur ini tak berbeda dengan sumur-sumur lainnya,bulat dengan tembok bata yang disemen.Konon katanya baru beberapa tahun belakangan saja (setelah tahun 2000 M) sumur ini bisa ditembok seperti sumur-sumur lainnya,karena dulu selalu saja temboknya ambruk tanpa tahu sebabnya.

Orang yang mengambil air dari Sumur Jimat ini tak hanya datang dari Desa Tuk Karangsuwung saja,banyak juga orang dari luar desa yang mengambil air dari sumur ini.Air yang diambil ada yang digunakan untuk acara nujuh bulan,membuat aneka barang dari besi (pandai besi),mengobati penyakit,dan lain sebagainya.Mereka yang datang ada yang karena tahu dari mulut ke mulut,namun tak sedikit pula yang datang karena konon katanya mereka bermimpi untuk mengambil air dari Sumur Jimat ini.

Dahulu Sumur Jimat ini digunakan untuk aneka keperluan.Selain untuk keperluan sehari-hari juga biasa digunakan untuk menyiram keris yang dibuat oleh Mpu Keris yang bernama Mbah Raden Dikrama.Dan Mbah Raden Dikrama inilah yang diyakini sebagai orang yang membuat Sumur Jimat Tuk Karangsuwung ini.Mbah Raden Dikrama adalah seorang mpu yang merupakan sahabat sekaligus orang kepercayaan dari Mbah Raden Ardisela.

Selasa, 20 Desember 2016

Masa Muda dan Masa Tua Mbah Raden Ardisela

Mbah Raden Ardisela (14)

Raden Rustam atau Raden Ardisela adalah anak seorang demang,yaitu putra Mbah Raden Demang Bratanata yang masih keturunan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).Beliau dianugerahi kepandaian dan kecakapan dalam berbagai bidang,baik itu dalam bidang  keilmuan,kemasyarakatan,politik,dan lain sebagainya.Hal ini tidak aneh lagi,karena sebagai anak seorang demang beliau mendapatkan pendidikan yang cukup baik dan memadai dari orangtuanya,baik itu dalam bidang pendidikan agama,seni,ketatanegaraan,atau ilmu-ilmu lainnya.

Saat muda Mbah Raden Ardisela termasuk orang yang suka berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya.Berkelana adalah termasuk hal yang juga sering dilakukan oleh leluhurnya seperti Pangeran Alas Ardisela,Pangeran Pakis dan Pangeran Sutangkara.Karangsuwung dan Tuk Karangsuwung adalah beberapa nama tempat yang pernah dibuka olehnya,setelah beliau mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya.

Setelah menikah dengan Nyai Maemunah (Nyai Muntreng),beliau diberi kepercayaan untuk memimpin sebuah wilayah di kawasan Sindanglaut dan sekitarnya sebagai demang.Jabatan demang ini beliau emban hingga usianya mendekati tua.Di kemudian hari jabatan demang ini diteruskan ke tangan menantu sekaligus keponakannya yang bernama Raden Rangga Nitipraja.Setelah dirasa cukup usia dan ingin lebih banyak berkecimpung dalam dunia dakwah,semua jabatan itu beliau tinggalkan.Karena hal ini pula yang membuat Mbah Raden Ardisela di kemudian hari lebih dikenal sebagai ulama atau kiai.

Di usia tuanya Mbah Raden Ardisela benar-benar habiskan waktunya untuk mendekatkan diri pada Allah swt dengan berkecimpung dalam dunia dakwah.Di dekat tempat tinggalnya sendiri ada beberapa lembaga pendidikan agama berupa pesantren yang dikelola olah para ulama seperti Mbah Muqoyim gurunya,atau Kiai Gozali menantu dari Mbah Muqoyim yang melanjutkan pesantren yang pernah didirikan oleh Mbah Muqoyim tersebut.Namun sayangnya,pesantren-pesantren tersebut sudah tak berdiri lagi di era tahun 1900 an karena berbagai macam sebab.

Mbah Raden Ardisela,Sang Pemimpin dan Pejuang

Mbah Raden Ardisela (23)

Mbah Raden Ardisela,pada awalnya beliau adalah seorang pendiri Desa Karangsuwung.Di kemudian hari beliau dipercaya pemimpin beberapa wilayah desa atau yang dulu lebih dikenal dengan sebutan Kademangan.Beliau adalah demang yang memimpin wilayah Sindanglaut.Sebagai pemimpin beliau dikenal sebagai pemimpin yang dicintai rakyat yang dipimpinnya.Hal ini terjadi karena beliau dikenal dengan sifat dan sikapnya yang perduli dan bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.

Saat beliau memimpin wilayah,penjajah sedang merajalela dengan sikapnya yang merugikan rakyat dengan aneka perilakunya yang kejam.Sebagai pemimpin beliau tidak tinggal diam.Bersama Mbah Muqoyim,Kiai Ardisela dan para pejuang lainnya,Mbah Raden Ardisela melakukan aneka perlawanan,baik secara langsung dengan senjata maupun secara tidak langsung melalui bidang pendidikan.

Ketika usianya sudah tak muda lagi dan anak-anaknya sudah besar,Mbah Raden Ardisela menyerahkan kepemimpinannya itu kepada ponakan sekaligus menantunya yang bernama Raden Rangga Nitipraja yang menikah dengan Nyi Raden Aris putrinya.Perjuangan terus berlanjut,bahkan hingga di usia senjanya.
Mbah Raden Ardisela,beliau adalah sang pemimpin dan pejuang.

Minggu, 18 Desember 2016

Mbah Raden Ardisela dan Jabatannya

Mbah Raden Ardisela (33)

Sebelum menjadi demang,Mbah Raden Ardisela dikenal sebagai seorang kuwu yang memimpin desa baru yang dibukanya,yaitu Desa Karangsuwung.Desa Karangsuwung ini semula adalah sebuah tempat yang angker dan tak ada orang yang mau tinggal di daerah ini.Setelah kedatangan Mbah Raden Ardisela,tempat ini menjadi ramai.Kuwu adalah jabatan pertama Mbah Raden Ardisela dalam bidang kepemimpinan.

Setelah beberapa lama menjadi kuwu di Karangsuwung,selanjutnya Mbah Raden Ardisela diangkat menjadi seorang pemimpin wilayah atau yang biasa disebut demang.Jabatan demang ini beliau emban dalam waktu yang cukup lama.Kademangan yang dipimpinnya adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan Keraton Kasepuhan Cirebon,sehingga secara tidak langsung beliau bekerja di bawah naungan Kesultanan Kasepuhan Cirebon.

Setelah usianya dirasa cukup tua,kepemimpinan Kademangan Sindanglaut ini  ia serahkan kepada keponakan dan menantunya.Kepemimpinan Kademangan Sindanglautpun segera diganti oleh demang yang baru yang di kemudian hari nama demang ini lebih dikenal dengan sebutan Rangga.Kepemimpinan kademangan ini beliau serahkan pada keponakan sekaligus menantunya sendiri yang menikah dengan Nyi Raden Aris anaknya,yaitu Raden Rangga Nitipraja.Ada beberapa alasan mengapa Mbah Raden Ardisela mempercayakan kelanjutan kepemimpinan kepada Raden Rangga Nitipraja,selain karena hubungan keponakan dan menantu,juga karena Raden Rangga dilihat mampu dan cakap untuk melanjutkan kepemimpinan tersebut.

Tugas sebagai pemimpin wilayah besar tanggung jawabnya itu mampu diselesaikan oleh Mbah Raden Ardisela dengan baik.Walau tugasnya tidak sedikit dan tidak mudah,perjuangannya melawan penjajah tetap tak dilupakan dan terus berlanjut.Seperti biasanya,Mbah Raden Ardisela berpura-pura bekerjasama dengan pihak penjajah,sementara beliau tetap menyusun aneka strategi untuk mengusir penjajah dari tanah Cirebon.Hal ini beliau lakukan bersama Mbah Muqoyim dan ulama lainnya.

Jumat, 09 Desember 2016

Menguak Misteri Nama Mbah Raden Ardisela yang Sebenarnya

Mbah Raden Ardisela (3)

Mbah Raden Ardisela,nama itu masih saja menyimpan misteri bagi sebagian orang,baik itu bagi keturunannya,para ulama serta santri,penduduk sekitar makam,para peziarah dan lain sebagainya.

Berbagai macam cara untuk mengungkap nama Mbah Raden Ardisela selalu saja terbentur aneka masalah,mulai dari keluarga yang memang sengaja menyembunyikannya dengan berbagai alasan,hingga orang lain yang terkadang suka mengambil keuntungan dari misteri ini.

Bagi anak cucunya,merahasiakan nama Mbah Raden Ardisela yang sebenarnya selama masa penjajahan adalah sebagai sebuah keharusan,karena mereka khawatir akan keselamatan keluarga mereka sendiri.Hal ini  dikarenakan Mbah Raden Ardisela yang gencar melawan penjajah Belanda selalu menjadi incaran untuk ditangkap seperti halnya Mbah Muqoyim.Bila diberitahu dan dibuka nama beliau yang sebenarnya,maka keturunan Mbah Raden Ardisela akan menerima akibatnya.Hal inilah yang selalu menjadi pertimbangan pihak keluarga untuk menyembunyikan nama Mbah Raden Ardisela yang sebenarnya.

Waktu berlalu,hingga pada akhirnya anak dan cucu Mbah Raden Ardisela tiada karena meninggal dunia tanpa sempat memberitahukan nama Mbah Raden Ardisela yang sebenarnya kepada keturunannya.Hingga zaman penjajahan Belanda berakhir,Nama Mbah Raden Ardisela tetap tak juga diketahui dan masih menjadi misteri.

Siapakah Mbah Raden Ardisela sesungguhnya?,sebenarnya ada beberapa orang yang mengetahuinya,baik dari keturunan Mbah Raden Ardisela sendiri maupun dari pihak yang bukan dari keturunan Mbah Raden Ardisela.Namun hal itu tetap mereka sembunyikan dengan berbagai alasan.Ada yang beralasan karena memang tak perlu memberitahukannya agar anak cucunya tidak selalu mengagung-agungkan nama beliau atau membanggakan leluhur secara berlebihan,ada yang beralasan karena keselamatan keluarga,setia pada Mbah Raden Ardisela dan menjaga rahasia tersebut,namun ada juga yang melakukan hal itu karena ingin mengambil keuntungan dari keadaan tersebut.

Tetapi pada akhirnya nama Mbah Raden Ardisela harus diketahui oleh keturunannya dan juga orang lain,hal ini agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran atau ketidakpastian,kesalahpahaman,dan juga agar nama beliau tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin memanfaatkan nama Mbah Raden Ardisela yang memang sudah banyak dikenal oleh masyarakat secara luas tersebut.

Mbah Raden Ardisela dan Pesantren-Peantren di Cirebon Timur

Mbah Raden Ardisela (12)

Mbah Raden Ardisela adalah seorang pemimpin yang benar-benar perduli pada dunia pendidikan.Ketika beliau menjabat sebagai demang,beliau bantu ulama-ulama mendirikan pesantren dan melindunginya dari serangan penjajah Belanda.Berbagai cara beliau lakukan agar keberadaan pesantren-pesantren tersebut tetap bertahan.Seolah-olah mau bekerja sama dengan pihak penjajah adalah salah satu strategi beliau agar tidak dicurigai dan tak menjadi incaran pihak musuh.

Selain membantu Mbah Muqoyim dalam mendirikan dan menjaga kelangsungan Pesantren Buntet,masih ada beberapa pesantren lain yang didirikan di masa Mbah Raden Ardisela menjabat sebagai demang atau sesudah beliau  tak lagi menjadi demang.Pesantren-pesantren yang didirikan saat Mbah Raden Ardisela masih hidup antara lain adalah Pesantren Tuk (didirikan oleh Mbah Muqoyim),Pesantren Pesawahan (didirikan oleh Mbah Ismail adik dari Mbah Muqoyim),Pesantren Pemijen (didirikan oleh Mbah Ta'rif yang tak lain adalah menantu dari Kiai Mas Khanafi Jaha / besan dari Raden Rangga Nitipraja dan Nyi Mas Aris binti Mbah Raden Ardisela).

Dari pesantren-pesantren tersebut kemudian melahirkan pesantren-pesantren baru yang didirikan beberapa tahun kemudian setelah Mbah Raden Ardisela dan Mbah Muqoyim wafat.Pesantren-pesantren tersebut satu sama lain masih mempunyai keterikatan,baik itu karena hubungan guru dan murid,hubungan keluarga atau juga hubungan perkawinan.Pesantren yang didirikan kemudian adalah Pesantren Benda Kerep (didirikan oleh Mbah Soleh putra dari Mbah Muta'ad),dan Gedongan (didirikan oleh Mbah Said,menantu Mbah Muta'ad),dan Pesantren Dongkol (didirikan oleh Kiai Yusuf (cucu mantu dari Kiai Takrifudin).