Sabtu, 13 Januari 2018

Kiai Ardisela (18)

Kiai Ardisela,Guru Para 'Laskar Ardisela' (18)

Ulama Tasawuf yang 'Menjauhi Dunia'

Beberapa sumber lisan menyebutkan jika Kiai Ardisela adalah seorang guru tarekat dan pernah juga menjadi guru ilmu agama di Keraton Kasepuhan.Ketika pemikirannya tidak sejalan dengan pihak keraton yang sudah dicampuri oleh pihak penjajah,beliau akhirnya mengundurkan diri dan lebih memilih untuk mengajar di luar keraton.Di luar keraton beliau lebih bisa bebas menuangkan pemikiran-pemikirannya tanpa dibatasi oleh campur tangan penjajah.Ketika mengajar di dalam keraton,otomatis murid-muridnya hanya kalangan tertentu saja.Ketika di luar keraton murid-muridnya datang dari beragam kalangan.

Walau masih diharapkan keberadaannya di Keraton Kasepuhan,namun Kiai Ardisela menolaknya.Beliau tetap kukuh pada pendiriannya untuk menjauh dari keraton.Saat itu keraton memang masih menjadi magnet bagi para ulama,karena keraton  masih begitu berpengaruh di kalangan masyarakat umum,terutama karena kaitannya sebagai peninggalan Sunan Gunung Jati.
Di dalam maupun di luar keraton,Kiai Ardisela tetap dikenal sebagai ulama 'tasawuf' yang menjauhi 'dunia'.Hal ini yang membuatnya tak segan meninggalkan kedudukannya sebagai ulama keraton dan lebih memilih menjadi ulama 'kampung'.Padahal saat itu kiai yang menjadi ulama keraton sangat disegani dan keberadaanya sangat dihormati oleh masyarakat.

Sikapnya sebagai ulama tasawuf yang menjauhi kehidupan dunia ini banyak diikuti oleh banyak orang,termasuk juga diikuti oleh anak cucu,mantu atau kerabat dekat lainnya.Pesantren-pesantren di Cirebon yang masih ada kaitan dengan Kiai Ardisela ini banyak yang mengadopsi pendidikan ala Kiai Ardisela,yaitu pendidikan yang mengamalkan pendidikan tasawuf yang terkesan menjauhi dunia dan mempertahankan ciri khas tradisional dan anti bekerjasama dengan penjajah.Bahkan hingga di tahun 2010,pesantren-pesantren tersebut masih tetap mempertahankan 'ketradisionalnnya'.Sebut saja Pesantren Jaha Sampiran (didirikan oleh menantu Kiai Ardisela yang bernama Kiai Mas Khanafi/Buyut Jaha,yang menikah dengan putrinya yang bernama Nyai Khafiun binti Kiai Ardisela),Pesantren Pemijen Asem/Sampih (didirikan oleh cucu mantu Kiai Ardisela yang menikah dengan cucunya yang bernama Nyai Latifah binti Nyai Khafiun binti Kiai Ardisela),Pesantren Benda Kerep (didirikan oleh Mbah Soleh bin Mbah Mutaad,yang menikah dengan putri Kiai Takrifudin yang bernama Nyai Sarah binti Nyai Latifah binti Nyai Khafiun binti Kiai Ardisela).Pesantren yang lainnya yang masih ada kaitannya dengan Kiai Ardisela adalah Pesantren Dongkol dan Pesantren Cikalapa Cipeujeuh,dua pesantren yang didirikan oleh keluarga besar Kiai Ardisela dari Pesantren Pemijen.

Sementara itu jejak Kiai Ardisela sebagai ulama keraton ini di kemudian hari juga diteruskan oleh anak cucunya.Kiai Anwarudin bin Kiai Jaelan bin Kiai Muhamad Imam bin Kiai Ardisela atau yang lebih dikenal dengan nama Kiai Krian,adalah cicit Kiai Ardisela yang di kemudian hari dikenal sebagai ulama Keraton Kasepuhan.Walau sebagai ulama Keraton Kasepuhan,Kiai Krian tetap tak mau tunduk pada penjajah.

Di tahun 1990 hingga tahun 2012,salah satu keturunan Kiai Ardisela yang kebetulan termasuk keturunan Mbah Muqoyim juga pernah ada yang menjadi ulama Keraton Kasepuhan atau yang lebih dikenal dengan sebutan penghulu keraton,yaitu K.H. Djunaedi Kalyubi,keturunan Kiai Ardisela yang termasuk generasi ke 7 dari jalur anak perempuannya yang bernama Nyai Khafiun binti Kiai Ardisela.Kalau dirunut silsilahnya adalah K.H. Djunaedi bin K.R Kalyubi bin K.R Abdullah Raksa bin Nyai Sofroh/Masufroh (istri Raden Raksa) binti Nyai Latifah (istri Mbah Takrifudin pendiri Pesantren Pemijen) binti Nyai Khafiun (istri Buyut Jaha/Kiai Mas Khanafi) binti Kiai Ardisela.

Kiai Ardisela memang dikenal sebagai ulama tasawuf yang menjauhi dunia.Beliau lebih senang menjadi ulama di perkampungan yang sederhana namun bebas berdakwah,daripada menjadi ulama keraton yang geraknya dalam berdakwah dibatasi atau dicampurtangani oleh penjajah,yang menjadikan gerakan dakwahnya tak lagi murni sesuai hati nurani.