Jumat, 12 Januari 2018

Kiai Ardisela (13)

Kiai Ardisela,Guru Para 'Laskar Ardisela'

Mbah Muqoyim dan Dua Ardisela

Nama Mbah Muqoyim tak bisa dipisahkan dengan nama Kiai Ardisela.Orang-orang mengira jika nama Kiai Ardisela ini hanya merujuk kepada satu orang saja.Padahal tidak,ternyata ada lebih dari dua Ardisela yang hidup dalam kurun waktu yang sama atau tidak terlalu jauh masanya dengan Mbah Muqoyim.Nama Ardisela yang menjadi teman Mbah Muqoyim juga tidak hanya satu orang saja, tapi lebih dari seorang.

Perbedaan orang dengan nama Ardisela ini didasari oleh banyak hal,antara lain berkaitan dengan kisah hidup,tahun kelahiran atau usia,silsilah, jabatan,keluarga dan keturunan,makam,dan lain sebagainya.Namun seiring berjalannya waktu,banyak orang yang menyangka jika Ardisela hanya satu.Hal ini dikarenakan kisah perjuangan mereka semua tidak dicatat dan hanya diceritakan dari mulut ke mulut saja,sehingga terjadi ketidakutuhan sejarah.Hal ini karena saat itu memang aneka kisah perjuangan harus dirahasiakan,termasuk merahasiakan nama Ardisela.

Dalam sebuah kisah di ceritakan bila Mbah Muqoyim yang keluar dari Keraton Kanoman memutuskan menuju arah timur Cirebon.Beliau menemui sahabat sekaligus adik iparnya yang bernama Kiai Ardisela yang menikah dengan adiknya yang bernama Nyi Alfan,yang biasa lebih dikenal dengan nama Kiai Ardisela Buntet atau Dawuan.Saat itu Kiai Ardisela dikenal sebagai seorang kepala desa Dawuan,ulama dan juga sekaligus orang yang sakti mandraguna.Di dekat sinilah Mbah Muqoyim akhirnya mendirikan sebuah pesantren yang kemudian dikenal dengan sebutan Pesantren Buntet.

Kerjasama antara Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela dalam mendirikan pesantren ini benar-benar membuat Belanda gerah.Mbah Muqoyim yang ahli ilmu agama dan ilmu tata negara,bertemu dengan Kiai Ardisela Buntet yang dikenal sebagai seorang ahli agama dan juga ahli ilmu kanuragan.Kerjasama ini berhasil mendirikan suatu pesantren yang siap mencetak santri yang siap bela bangsa dan agama.Tak hanya masyarakat umum,kalangan keluarga keraton juga tak sedikit yang ikut belajar pada kedua ulama ini.

Lambat laun keberadaan pesantren Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela Buntet ini diketahui oleh pihak Belanda.Mengetahui itu pihak Belanda yang geram dengan ulah Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela mendatangi Buntet dan hendak menangkap mereka berdua.Untunglah rencana pihak Belanda itu sudah diketahui oleh Kiai Ardisela Tuk (lebih dikenal dengan nama Mbah Raden Ardisela) yang segera memberitahukan rencana itu kepada keduanya.Mbah Raden Ardisela memang sering kali harus melaporkan keadaan wilayah yang dipimpinnya ke Keraton Kasepuhan. Mbah Raden Ardisela sendiri dikenal sebagai seorang kerabat keraton yang berpura-pura bekerjasama dengan pihak Belanda, sehingga pihak Belanda tidak menaruh curiga padanya.Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Mbah Raden Ardisela untuk mencari tahu aneka informasi tentang apa yang akan dilakukan oleh pihak Belanda kepada para pejuang dan ulama.

Mengetahui kabar itu tentang rencana penangkapan mereka,maka dengan cepat Mbah Muqoyim,Kiai Ardisela Buntet dan keluarganya pergi menyelamatkan diri.Hal ini dilakukan karena mereka tahu jika kekuatan Mbah Muqoyim dan kawan-kawan yang masih sedikit tidak akan mampu melawan Belanda.Mereka semua akhirnya menyelamatkan diri ke Pesawahan,desa di mana Kiai Ismail adik Mbah Muqoyim tinggal.

Ketika sampai ke pesantren,pihak Belanda menjadi kesal karena mereka tidak menemukan Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela.Mengetahui pesantren dalam keadaan kosong,Belanda akhirnya  membakar pesantren dan menembaki anak-anak kampung yang biasa mengaji,yang saat itu sedang bermain di sekitar pesantren.Anak-anak santri yang gugur itu kemudian dimakamkan tak jauh dari pesantren yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan makam santri.

Berikut ini adalah beberapa hal yang menguatkan jika ada dua Ardisela yang terkait dengan perjuangan Mbah Muqoyim,baik itu dalam perjuangan melawan Penajajah Belanda maupun dalam upaya pendirian Pesantren Buntet,yaitu :

1.Mbah Raden Ardisela diketahui berusia jauh lebih muda dari Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela Buntet.Hal ini didasarkan pada catatan silsilah leluhur dan keturunan masing-masing.Usia Mbah Raden Ardisela ini terpaut jarak hingga dua puluh tahun lebih muda dengan Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela Buntet,sementara usia Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela Buntet sendiri tidak terpaut terlalu jauh.

2.Saat awal pendirian Pesantren Buntet Mbah Muqoyim memang banyak menghabiskan waktu bersama Kiai Ardisela Buntet,tapi setelah kembali dari Pemalang dan membenahi Pesantren Buntet beliau lebih banyak bergaul dengan Mbah Raden Ardisela,lebih-lebih karena pada akhirnya Mbah Muqoyim banyak juga mengisi pengajian di surau-surau atau mushola di Tuk,Sindang Laut dan Lemahabang yang saat itu menjadi kota kecil yang terbilang  ramai.Bahkan hingga akhir hayatnya keduanya dimakamkan di tempat yang tidak berjauhan.

3.Dalam sebuah catatan silsilah tentang Ardisela ini ternyata ada dua catatan silsilah yang berbeda,yang pertama Mbah Raden Ardisela atau Raden Rustam bin Raden Demang Bratanata yang silsilahnya bersambung hingga ke Sunan Gunung Jati.Ardisela yang lain adalah Kiai Ardisela yang silsilahnya bersambung ke Sunan Kalijaga.

4.Dari segi pekerjaan ada perbedaan juga,Kiai Ardisela Buntet selain dikenal sebagai Pemimpin Desa Dawuan,beliau juga dikenal sebagai ulama dan guru ilmu kanuragan yang mempunyai banyak murid.Sementara Mbah Raden Ardisela adalah pemimpin Desa Karangsuwung,dan di kemudian hari beliau diangkat menjadi seorang demang atau wedana di Sindang Laut.Mbah Raden Ardisela juga sebagai ulama,hal ini karena saat itu setiap pemimpin wilayah seringkali juga harus pandai dalam ilmu agama.Tetapi beliau menjadi seorang ulama ketika usianya sudah tua dan jabatan demangnya itu sudah beliau serahkan kepada keponakan sekaligus menantunya yang bernama Raden Rangga Nitipraja.

5.Kiai Ardisela Buntet yang menikah dengan Nyai Alfan adik Mbah Muqoyim mempunyai dua orang anak,yang bernama Kiai Muhamad Iman dan Nyai Kapiyun.Banyak sekali keturunan Kiai Ardisela ini yang di kemudian hari menjadi ulama, antara lain di Pesantren Buntet,Benda,Pemijen,Gedongan,dan pesantren-pesantren lainnya.Salah satu cicit Kiai Ardisela yang juga dikenal sebagai ulama dan juga pemimpin tarekat adalah Kiai Anwarudin atau yang lebih dikenal dengan nama Kiai Krian.

Mbah Raden Ardisela yang menikah dengan Nyai Maemunah (Nyai Muntreng) dikaruniai dua putri,yaitu Nyi Raden Aras dan Nyi Raden Aris.Sebagian besar keturunan Mbah Raden Ardisela ini banyak yang menjadi pejabat,pegawai,pengusaha,pedagang atau lainnya.Beberapa ulama yang merupakan keturunan Mbah Raden Ardisela kebanyakan dari cucunya yang bernama Raden Raksa yang menikah dengan putri ulama juga.Putri-putri Raden Raksa yang tak lain adalah cicit Mbah Raden Ardisela beberapa ada yang menikah dengan putra-putra kiai dari Pesantren Buntet dan Benda Kerep,y ang di kemudian hari banyak melahirkan ulama juga.

Kiai Krian (cicit Kiai Ardisela) ini hidup sezaman dengan Raden Raksa (cucu Mbah Raden Ardisela).Umur keduanya juga terpaut tidak terlalu jauh.

6.Makam Kiai Ardisela Buntet yang merupakan adik ipar Mbah Muqoyim berada di Desa Sleman Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu,beliau dimakamkan bersama Nyai Alfan istrinya.Sementara itu makam Mbah Raden Ardisela berada di Desa Tuk Karangsuwung Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.Di pemakaman Mbah Raden Ardisela ini dimakamkan anak,istri,keluarga,keturunan dan teman-teman Mbah Raden Ardisela 

7.Dahulu keluarga,warga atau santri Pesantren Buntet atau pesantren lainnya di Cirebon tak hanya berziarah ke makam Mbah Raden Ardisela di Tuk Karangsuwung saja,namun banyak juga yang suka berziarah ke makam Kiai Ardisela Buntet di Indramayu.Bahkan tak sedikit dari mereka yang berziarah itu yang menempuh perjalanan ke makam Kiai Ardisela di Indramayu dengan berjalan kaki,hal ini dilakukan pada masa penjajahan hingga awal kemerdekaan.

8.Setelah era Sunan Gunung Jati berlangsung dan dilanjutkan oleh anak Keturunannya,Kesultanan Cirebon menerapkan sebuah strategi pemerintahan yang tidak melupakan dakwah Islam juga.Sebagian keturunan Sunan Gunung Jati ada yang duduk di pemerintahan,namun ada juga yang ditunjuk untuk melanjutkan dalam bidang pendidikan dan dakwah.Untuk bidang pendidikan dan dakwah ini didukung juga oleh ulama keturunan Syekh Quro,Sunan Kalijaga dan keturunan Wali Songo atau ulama lainnya.Mbah Raden Ardisela sendiri diketahui adalah seorang yang duduk dalam pemerintahan dan dipercaya sebagai demang.Dalam bidang pendidikan dan dakwah Islam ini beliau bekerjasama dengan Mbah Muqoyim,Kiai Ardisela Buntet,dan ulama-ulama lainnya.

9.Mbah Raden Ardisela selain sebagai sahabat juga sebagai murid dari Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela.Kedua ulama tersebut cukup memberikan pengaruh yang cukup besar pada Mbah Raden Ardisela saat beliau menjadi seorang demang dan saat berjuang melawan penjajah Belanda.

Karena kisah Kiai Ardisela Buntet dan Mbah Raden Ardisela ini tidak tercatat dan seringkali hanya disampaikan dari mulut ke mulut,maka kesalahan dalam penyampaian kisah sering sekali terjadi.Semakin lama kisah Kiai Ardisela Buntet dan Mbah Raden Ardisela ini semakin kabur,karena semakin lama banyak orang yang menyangka jika kedua nama tersebut merujuk pada satu orang yang sama.Padahal ada dua orang dengan nama Ardisela yang terkait dengan kehidupan dan perjuangan Mbah Muqoyim, Pesantren Buntet,dan juga pesantren-pesantren lainnya yang ada di kawasan Cirebon dan sekitarnya.

Ardisela memang tak hanya satu orang,begitu juga Ardisela yang hidup semasa dan seperjuangan bersama Mbah Muqoyim.