Jumat, 12 Januari 2018

Kiai Ardisela (16)

Kiai Ardisela,Guru Para 'Laskar Ardisela' (16)

Perang Santri Pesawahan

Pesantren Pesawahan dengan tiga ulama yaitu Kiai Ismail,Kiai Ardisela,dan Mbah Muqoyim,membuat pesantren ini semakin maju dan ramai.Ketiga ulama yang disegani itu membuat pesantren Pesawahan banyak didatangi para santri untuk  belajar.Semakin hari,pesantren semakin berkembang pesat.

Suatu saat Pesantren Pesawahan hendak mengadakan sebuah acara syukuran.Undanganpun disebar,termasuk untuk penduduk sekitar dan para wali santri.Tamu-tamu Dan masyarakat sekitar  banyak yang hadir menghadiri aacar tersebut.Acara berlangsung ramai.Para undangan disuguhi aneka atraksi,baik oleh para santri maupun oleh para kiai.Di tengah atraksi,tiba-tiba datang serdadu yang mengepung tempat acara.Orang-orang berlarian.Untunglah Kiai Ismail,Kiai Ardisela,Mbah Muqoyim,para sesepuh dan alumni santri sudah siap menghadapi itu semua.Rupanya mereka sudah belajar dari penyerbuan pesantren terdahulu,saat Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyim masih tinggal di kawasan Dawuan Sela dan Buntet.

Para ulama,santri,dan masyarakatpun sigap menghadapi serbuan serdadu penjajah.Merekapun bahu membahu untuk mengalahkan  para serdadu penjajah tersebut.Dengan kerjasama Dan dipimpin oleh kiai-kiai yang sakti mandraguna,akhirnya para serdadu tersebut berhasil dikalahkan.Mereka lari kocar-kacir meninggalkan Pesantren Pesawahan.Bahkan,di antara mereka banyak yang mati.Makam para serdadu yang tewas tersebut pada akhirnya lebih dikenal dengan nama makam Belanda.

Semenjak kejadian itu,Kiai Ardisela dan Mbah Muqoyimpun berniat pergi meninggalkan Cirebon.Kiai Ardisela memutuskan pergi ke arah Indramayu,sementara Kiai Muqoyim berniat pergi ke arah Jawa bagian tengah.Kejadian ini diperkirakan terjadi sekitar tahun 1798 M,yang di kemudian hari sering disebut dengan perang Santri Pesawahan.