Minggu, 24 Januari 2016

Aku,Si Anak Kiai Yang Suka 'Seni Terlarang'

Aku,Si Anak Kiai Yang Suka 'Seni Terlarang'

Seni itu indah,seni itu tak bisa lepas dari yang namanya kehidupan.Hampir tiada hari tanpa seni.Dari pagi hingga malam hari seni tak bisa dilepaskan dan dihindarkan dari kehidupan saya.Buat saya seni adalah nafas saya.Tanpa seni berarti saya tak bisa bernafas lagi.(He he,agak berlebihan ya,tapi hampir sseperti itulah kenyataannya).

Lain saya lain juga dengan ayah saya.Ayah saya yang bernama Raden Djunaedi Kalyubi adalah seorang ulama atau kiai yang dari kecil mengaharamkan sebagain seni yang saya sukai.Maklum saja,pendidikannya banyak dihabiskan di pesantren tradisional yang memang sangat berhati-hati dalam urusan yang berkaitan dalam banyak hal,termasuk bidang seni.Jadi sejak kecil di rumah saya itu tak ada yang namanya kegiatan seni,yang ada hanya mengaji dan mengaji.

Hampir semua jenis seni tak ada yang digemarinya,karena seni di pikiran ayah saya adalah sesuatu yang terlarang.Ada beberapa seni yang menurutnya diperbolehkan,tapi bagi saya justru kurang menarik.Sementara seni yang saya sukai justru terlarang semua di matanya.Akhirnya tetap tak ada titik temu di antara kami berdua.

Seni lukis yang saya gemari dilarang oleh ayah saya,kecuali gambarnya gambar pohon,alam yang tak bernyawa atau abstrak.Sementara saya sangat menggemari semua jenis aliran seni rupa.Seni musik yang boleh adalah tetabuhan dari kulit binatang seperti rebana,dog-dog atau bedug,dan beberapa alat musik tradisional lainnya yang tidak digunakan untuk seni musik yang bisa bikin goyang badan pendengarnya.Sementara saya paling suka jenis alat musik gitar,piano,drum,biola dan alat-alat musik barat lainnya yang biasa ada di jenis musik yang bisa bikin goyang dan senang penikmatnya.

Ayah saya paling tidak suka kalau anak-anaknya menonton film atau menonton pertunjukan musik.Kalau kami nekat dan ketahuan,pasti telinga ini harus siap-siap mendapat jeweran atau sentilannya.Saya juga termasuk yang suka nekat.Kalau tidak dijewer atau disentil telinga ini tetap akan mendapat hukuman juga,yaitu berupa omelan yang ujung-ujungnya bikin telinga sakit dan saya jadi takut juga dibuatnya.

Dulu saat kecil saya pernah membeli seruling dari uang tabungan saya.Karena ketahuan ayah,maka beliau langsung memerintahkan saya untuk menghancurkannya.Sebenarnya saya senang sekali dengan seruling itu dan berharap bisa memainkannya seperti musisi yang sering saya lihat di tv.Karena tak ada kompromi,akhirnya mau tidak mau saya menghancurkannya juga,walau dengan deraian air mata dan hati yang terluka.

Setelah besar,saya justru semakin suka seni.Saya cari berbagai dalil tentang seni yang saya sukai.Bukan untuk meyakinkan ayah saya,tetapi agar saya tidak terlalu jauh melangkah.Agar tidak terjadi bentrok dengan ayah,saya menikmati seni tersebut di luar rumah dan jauh dari ayah.Rumah ayah saya tetap terlarang untuk kegiatan seni.

Suatu saat saya belajar electone atau alat musik pencet seperti organ dan piano di sebuah sekolah musik.Karena tak mungkin bisa membeli alat musik,saya hanya membeli pianika yang bisa dibunyikan dengan baterai.Lumayan,yang penting ada alat untuk belajar musik dan bisa berlatih dengan alat musik seadanya.

Karena melarang kegiatan seni,jangan harap bisa meminta uang untuk belajar seni.Sayapun harus menyiasatinya.Saat meminta uang pada ayah saya,saya tak berani terus terang kalau uang tersebut untuk belajar seni.Kalau tahu uang tersebut untuk saya belajar alat musik pasti beliau tak akan memberikannya pada saya.

Sedikit demi sedikit saya mulai memperlihatkan kebisaan saya bermain musik.Suatu hari saya pernah membawa gitar ke rumah,ayah saya tak melarangnya yang penting saya tidak memainkannya di rumah.Saat saya katakan kalau saya pernah sekolah musik,beliau juga tak lagi marah.Semua karena memang saya sudah dewasa dan boleh menentukan apa yang saya suka,asal jangan sampai lupa dengan ibadah.

Berkaitan dengan seni yang saya sukai ini akhirnya saya menjadi guru seni di beberapa sekolah dan tempat kursus.Sebelum mengajar bidang studi lain seperti bahasa Inggris,Jepang dan Arab,saya memulainya sebagai guru musik,yaitu piano dan keyboard.

Dari rentetan kejadian sejak kecil tersebut,ada satu hal yang saya pelajari dari ayah saya,yaitu soal prinsip.Beliau begitu teguh memegang prinsip yang dianggapnya benar.Tapi beliau juga membolehkan saya yang mempunyai prinsip yang berbeda dengannya dan tak melarangnya setelah saya dewasa,karena setelah saya dewasa,semua memang sudah menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya.