Menjadi Guru,Satu Hal Yang Membahagiakan Ayah
Selama ayah saya hidup,saya itu jarang sekali membuat ayah saya bahagia,apalagi membuatnya bangga.Aneka masalah dan masalah selalu saya hadirkan untuknya,terutama setelah saya lulus sekolah dan mulai bekerja.Berulang kali saya pindah kerja,berulang kali juga saya membuatnya kecewa.Berulang kali saya pindah kerja,bertambah pula beban hidupnya.Hingga usia saya mencapai 30 tahun,belum juga saya bisa membuatnya bahagia atau bangga.
Ayah saya menginginkan anak laki-lakinya menjadi ulama,termasuk saya.Tapi saya merasa bila saya tak tertarik sedikitpun untuk memjadi ulama,maklum saja,perilaku saya memang jauh sekali dari perilaku seorang ulama.Tapi untunglah,ayah saya tak memaksa,paling beliau menasehati saya dan juga mendoakan saya agar saya menjadi orang yang berguna.
Ketika pada akhirnya saya menjadi guru,ayah saya begitu bahagia.Lebih-lebih ketika beliau tahu jika saya mengajar di madrasah ibtidaiyah yang nota bene saya juga mengajarkan aneka ilmu agama seperti fiqih,quran hadist,aqidah akhlaq,tauhid,tajwid,dan ilmu agama lainnya.Dengan semangat beliau menceritakan saya dan pekerjaan saya ini kepada banyak orang.Saya menjadi guru,adalah satu hal yang membahagiakan ayah.
Saat ayah masih hidup beliau berpesan agar saya mempertahankan profesi saya untuk mengajar di madrasah ibtidaiyah.Makanya dengan sekuat tenaga saya mencoba memenuhi amanatnya.Tapi apa boleh buat,karena berbagai alasan akhirnya saya harus meninggalkan sekolah yang berbasis agama tersebut.Tapi syukurlah,walau tak lagi mengajar di madrasah ibtidaiyah,sampai saat ini saya masih mengajar walau harus mengajar di sekolah yang berbeda.
Sebisa mungkin saya akan mempertahankan profesi guru ini,karena dengan menjadi guru saya berharap agar ayah bahagia,walau kini beliau telah tiada.