Keraton Mbah Raden Ardisela
Saat Cirebon masih sebagai sebuah kerajaan yang berdiri sendiri dengan berbagai atribut dan peraturannya,di beberapa wilayah Cirebon saat itu banyak didirikan perwakilan wilayah yang dikepalai oleh seorang pemimpin.Bila dibandingkan dengan keberadaan zaman sekarang,daerah tersebut setingkat lebih tinggi dari kecamatan (Setingkat kawedanaan) yang saat itu disebut kademangan.Daerah-daerah tersebut tak jarang dikepalai oleh para pangeran dari Kesultanan Cirebon,yang merupakan keturunan dari Syaikh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Demi lancarnya roda pemerintahan,maka dibangunlah kantor-kantor perwakilan yang berupa istana-istana atau keraton-keraton kecil,yang besar dan luas bangunannya jauh lebih kecil dari keraton Kesultanan Cirebon.Beberapa keraton-keraton kecil tersebut ada yang masih berdiri hingga saat ini seperti Keraton Gebang,namun tak sedikit pula yang hanya tinggal puing atau bahkan tak berbekas sama sekali.
Mbah Raden Ardisela yang saat itu sebagai demang yang memimpin suatu wilayah Sindang Laut dan sekitarnya,tentu saja mempunyai kantor atau keraton tempatnya untuk bekerja,menerima para tamu,masyarakat yang dipimpinnya dan lain sebagainya.Namun keberadaan keraton Mbah Raden Ardisela hingga kini belum juga bisa dipastikan di mana keberadaannya.Ada yang mengatakan keratonnya berada di Desa Tuk Karangsuwung yang merupakan tempat tinggal sekaligus peristirahatan terakhirnya,ada juga yang menyebutkan jika keraton Mbah Raden Ardisela berada di luar Desa Tuk Karangsuwung.
Yang mengatakan jika keraton Mbah Raden Ardisela berada di Tuk beralasan karena saat itu Tuk yang merupakan sebuah bagian dari desa lain sebagian besar tanahnya adalah milik Mbah Raden Ardisela,dan beliau juga hidup di desa ini hingga akhir hayatnya.Yang mengatakan bahwa keraton Mbah Raden Ardisela berada di luar Desa Tuk Karangsuwung beralasan,karena saat itu desa ini adalah adalah daerah yang sepi.
Lokasi keraton sebagai tempat dinas kademangan sendiri sebenarnya berada di Sindang Laut,tepatnya di daerah yang sekarang ini lebih dikenal sebagai Desa Peradenan.Nama Peradenan ini diambil karena di sinilah tempat yang dulu banyak dihuni oleh keluarga keraton dengan gelar radennya.Karena tempat tinggal para raden,maka wilayah ini sejak dulu dikenal dengan nama Peradenan.Di sinilah pemimpin Sindang Laut tinggal dan bekerja sebagai demang yang tentu saja jabatan ini hanya dipegang oleh pejabat keturunan keraton,termasuk Mbah Raden Ardisela.
Selain di Peradenan,di daerah Tuk Karangsuwung Suwung sendiri dulunya memang pernah berdiri sebuah rumah yang dikenal dengan sebutan keraton yang bentuknya tak sebesar Keraton Kasepuhan,Keraton Kanoman atau Keraton Kacirebonan.Rumah atau keraton Mbah Raden Ardisela ini letaknya berada di daerah Sida Parta atau Karang Panas,di mana kawasan ini sekarang lebih dikenal dengan sebutan Blok atau Jalan Muara Bengkeng.Rumah ini lebih berfungsi sebagai rumah tinggal Mbah Raden Ardisela bersama anak dan istrinya.
Bagian depan keraton berada di bagian yang sekarang ini sudah menjadi jalan kereta api.Mulut Jalan Muara Bengkeng adalah sebagai batas keraton.Di area ini terdapat halaman dan beberapa bangunan,salah satunya adalah bangunan lunjuk,ada tempat tinggal yang sekarang menjadi makam,langgar agung yang sekarang sudah menjadi masjid,kolam ikan,kandang kuda,taman,dan beberapa bangunan lainnya.Sayangnya keberadaan halaman dan bangunan-bangunan tersebut sudah tak tersisa lagi karena sudah berganti menjadi bangunan baru,baik yang dimiliki oleh keturunannya atau juga orang lain yang membeli tanah atau bangunan dari keturunan Mbah Raden Ardisela.
Sepeninggal Mbah Raden Ardisela keraton beserta tanah beliau tersebut diwariskan kepada anak dan cucunya.Sekarang ini nyaris tak ada sisa-sisa atau bekas keraton milik Mbah Raden Ardisela lagi,yang masih ada adalah masjid,sumber air Muara Bengkeng,dan pemakaman yang dulunya diperkirakan adalah bangunan keraton milik Mbah Raden Ardisela.