Jumat, 04 Desember 2015

Masjid Mbah Raden Ardisela

Masjid Mbah Raden Ardisela

Salah satu peninggalan Mbah Raden Ardisela adalah sebuah masjid.Masjid yang dikenal dengan sebutan Masjid Keramat Mbah Raden Ardisela ini terletak tak jauh dari makam beliau,tepatnya berada di sisi timur komplek pemakaman Mbah Raden Ardisela.Di depan masjid ini terdapat sebuah kolam kecil yang biasa disebut Muara Bengkeng.

Awalnya masjid Mbah Raden Ardisela ini hanya terbuat dari kayu dan bambu dengan atap dari sirap yang terbuat dari alang-alang atau daun kelapa.Fungsinya pun bukan sebagai masjid,tapi hanya sebagai langgar atau mushola.Sedikit demi sedikit akhirnya mushola ini berubah menjadi bangunan permanen.Saat itu mushola ini dikenal dengan sebutan langgar agung,karena pada akhirnya mushola ini terletak di dalam komplek rumah atau keraton Mbah Raden Ardisela.

Saat itu langgar agung ini tidak digunakan untuk sholat Jum'at,karena memang penduduk Tuk Karangsuwung masih sedikit,jadi bila ingin sholat Jum'at warga Tuk Karangsuwung pergi ke Masjid Lemahabang,sementara pendapat yang lain mengatakan di Masjid Tuk Lor yang semula berada tepat di lokasi yang sekarang ini menjadi rel kereta api.Langgar agung ini tetap bertahan sebagai mushola hingga kedudukan Mbah Raden Ardisela digantikan oleh menantunya yang bernama Raden Rangga Nitipraja.Nyi Raden Kuning,putri dari Raden Rangga Nitipraja dan Nyi Raden Aris turut membangun dan mewakafkan tanah langgar agung ini hingga bangunannya menjadi semakin besar.

Seiring berjalannya waktu,masjid ini mengalami perbaikan dan perluasan,mulai dari masa hidup Mbah Raden Ardisela hingga sekarang.Masyarakat Desa Tuk Karangsuwung dan masyarakat umum turut serta membangun masjid hingga keadaan bangunannya seperti sekarang ini.Karena perbaikan dan perubahan yang dilakukan inilah maka kesan bila masjid dengan nama Masjid Al Karomah atau Maajid Mbah Raden Ardisela ini sudah tak menampakkan bangunan aslinya sebagai bangunan masjid yang sudah berusia cukup tua,yang sudah berdiri sekitar tahun 1800 an.

Memasuki areal masjid dari sisi jalan di arah utara,para pengunjung akan disambut dengan kolam Muara Bengkeng yang berumur hampir sama tuanya dengan masjid ini.Sebelum memasuki masjid para pengunjung harus melewati kolam kecil yang baru dibuat sekitar tahun 2010 an,yang berfungsi untuk mensucikan kaki orang-orang yang hendak memasuki masjid.Di arah timur masjid juga terdapat kolam serupa di depan pintu masuknya.

Memasuki masjid ini,bila melihat bangunannya sudah hampir tidak ada bedanya lagi dengan masjid-masjid lainnya yang baru dibangun.Dindingnya terbuat dari bata berlapis semen,lantai keramik dan beratap genteng.Tapi bila diperhatikan ada beberapa bagian yang masih merupakan sisa peninggalan zaman dahulu,seperti mimbar dan tongkat khutbah.

Hingga tulisan ini dibuat(2016),masjid ini masih menerapkan tradisi lama dengan panggilan adzan yang didahului suara kentungan atau bedug,tidak memakai pengeras suara dan khutbah hanya dengan bahasa Arab.Selain untuk sholat,masjid Mbah Raden Ardisela ini juga biasa digunakan untuk kegiatan lainnya,seperti pengajian,sholawatan,maulid,dan acara-acara keislaman lainnya.

Masjid Mbah Raden Ardisela yang semula hanya langgar agung (mushola),sekarang semakin besar seiring bertambahnya jumlah penduduk Tuk Karangsuwung.Semula masjid ini mirip dengan masjid Pesantren Buntet dan beberapa pesantren lainnya yang ada kaitannya dengan Mbah Muqoyim,Kiai Ardisela dan Mbah Raden Ardisela.


Salah satu tulisan ukiran dari papan,di mana di papan tersebut tertulis nama Nyi Raden Kuning (putri R Ranggga NP dan Nyi Raden Aris binti Mbah Raden Ardisela) yang turut menjadi donatur perbaikan langgar agung,dan juga nama Kiai Mas Ilham yang dikenal sebagai seorang arsitek pada masanya (ada yang berpendapat bila Kiai Mas Ilham adalah kiai atau ulama,sesuai yang tercantum dalam tulisan).Tertulis juga tahun Candra Sengkala di bagian bawahnya.Perbaikan ini dilakukan sekitar tahun 1890 an atau awal 1900 an.

Ada dua pendapat mengenai mana masjid yang lebih dulu ada,apakah masjid Tuk Lor atau masjid Tuk kidul.Pendapat pertama mengatakan bila masjid Tuk Lor berdiri lebih dulu daripada Tuk Kidul,sementara pendapat lain mengatakan sebaliknya.Namun yang pasti kedua masjid ini sudah ada sejak era Mbah Raden Ardisela dan Mbah Muqoyim.

Bila merujuk pada tulisan yang terdapat pada pahatan kayu di dalam kedua masjid,kemungkinan Masjid Tuk Lor adalah masjid yang lebih dulu digunakan sebagai masjid,sementara masjid Tuk hanya digunakan sebagai langgar atau mushola.Karena beberapa alasan,maka akhirnya langgar agung Tuk Kidul ini akhirnya digunakan juga sebagai masjid.

Salah satu tulisan di papan menjelaskan tentang keberadaan masjid yang lebih dikenal dengan nama Masjid Tuk Lor ini.Di papan tersebut tertulis nama Masjid Gede Tuk.