Selasa, 08 September 2015

Kiai Raden Abdullah Raksa

Kiai Raden Abdullah Raksa

Kiai Raden Abdullah Raksa adalah seorang ulama dari desa Tuk Karangsuwung Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.Beliau diperkirakan lahir sekitar tahun 1870 M.Beliau  adalah putra dari Kiai Raden Raksa,Cucu Raden Rangga dan Nyi Mas Arisy,dan termasuk salah satu cicit dari Raden Ardisela.

Kiai Raden Abdullah menikah dengan Nyai Ruhilah binti Kiai Abdussalam dan dikaruniai dua orang anak,yaitu Raden Kalyubi dan Nyi Raden  Maksunah.Beliau adalah besan dari Kiai Ilyas Bin Abdussalam  Buntet Pesantren,karena Raden Kalyubi anaknya menikah dengan Nyai Bayi Aminah putri Kiai Ilyas.

Hampir selama hidupnya beliau habiskan untuk mensyiarkan dan mengajarkan agama Islam.Kiai Raden Abdullah banyak menghabiskan waktunya di dua kota yang berbeda,yaitu Cirebon dan Indramayu.Seperti para pendahulunya,beliau habiskan sebagian waktunya untuk mengajarkan agama Islam.

Di kota Cirebon Kiai Raden Abdullah mengajarkan agama Islam di desa Tuk Karangsuwung,Sindang laut,Lemahabang dan sekitarnya.Sedangkan di kota Indramayu beliau mengajarkan agama Islam di kawasan Celeng,Pengauban,Larangan,Sukra,Tegal Taman dan Karang Ampel.

Untuk saat itu,sekitar tahun 1800 an akhir hingga awal 1900 an M,jarak antara Cirebon dan Indramayu adalah jarak yang lumayan jauh,mengingat masih minimnya sarana jalan dan transportasi.Namun,jarak yang jauh dan sulit ditempuh tersebut tidak menjadi halangan bagi Kiai Raden Abdullah untuk mengajar di dua tempat yang berbeda itu.

Halangan dan rintangan banyak ditemui dan dihadapi oleh Kiai Raden Abdullah.Namun itu semua tidak menyurutkan langkahnya.Halangan dan rintangan itu datang terutama berasal dari orang-orang yang tidak menyukai langkah dakwahnya,namun beliau tetap gigih berjuang menjalankannya kewajibannya sebagai seorang ulama.Untunglah sejak kecil beliau sudah digembleng dengan aneka ilmu,baik itu ilmu agama maupun ilmu bela diri yang dikemudian hari sangat berguna sekali saat beliau berdakwah.

Selain berdakwah,Raden Abdullah sendiri dikenal sebagai orang yang anti penjajahan.Hal ini tentu saja membuat Belanda yang saat itu menjajah Indonesia menjadi sangat membencinya.Sebagai seorang pejuang,beliau mempunyai senjata andalan yaitu dua pedang panjang (sayang kedua pedang tersebut hilang setelah dipinjam oleh seorang paranormal yang katanya mau membersihkan kedua pedang tersebut dari jin yang menghuninya).Saat itu,dengan pedang tersebutlah beliau berjuang melawan penjajah Belanda,bersama pejuang-pejuang lainnya dari Cirebon dan sekitarnya.

Melawan penjajah tak melulu menggunakan senjata,untuk itulah Kiai Raden Abdullah melakukan dakwah Islam dengan mengajarkan ilmu agama Islam dan juga ilmu-ilmu lainnya kepada masyarakat umum.Hal ini mengingat pada waktu itu sekolah untuk para pribumi sangat jarang,bahkan sering dilarang oleh penjajah Belanda.Jadi ada dua alasan mengapa beliau mengajarkan ilmu,selain untuk mencerdaskan masyarakat juga untuk mendidik masyarakat agar berani melawan penjajah Belanda.

Hingga akhir hayatnya,Kiai Raden Abdullah terus mengabdikan segala apa yang dimiliki olehnya untuk dakwah Islam dan melawan penjajah Belanda. Perjuangan Kiai Raden Abdullah ini secara turun temurun dilakukan oleh keturunannya yang laki-laki,seperti apa yang telah dilakukan oleh para pendahulunya.

Setelah Kiai Raden Abdullah wafat,putra beliau yang bernama Kiai Raden Kalyubi akhirnya melanjutkan perjuangan beliau mengajarkan ilmu agama di tempat-tempat yang dulu menjadi ladang dakwah Kiai Raden Abdullah.Setelah Kiai Raden Kalyubi wafat,estafet dakwah berupa pengajian-pengajian dilakukan oleh Kiai Raden Haji Djunaedi Kalyubi.Pada saat ini,keadaan sudah tak sesulit yang dihadapi oleh Kiai Raden Abdullah atau Kiai Raden Kalyubi.Tidak terlalu banyak rintangan yang dihadapi oleh K.H.R. Djunaedi.Setelah K.H.R. Djunaedi wafat,tidak ada lagi keturunan Kiai Raden Abdullah yang mengisi pengajian di tempat-tempat tersebut.

Sebenarnya masih banyak orang-orang dari daerah yang dulu menjadi tempat berdakwah Kiai Raden Abdullah yang meminta anak keturunannya untuk melanjutkan pengajian-pengajian di sana.Namun secara halus permintaan tersebut ditolak dengan alasan di sana sudah banyak orang pintar dan alim,yang bisa melanjutkan dakwah yang dulu pernah dilakukan oleh Kiai Raden Abdullah.Toh tempat dakwah bukanlah sebuah kerajaan yang harus diwariskan dan diteruskan oleh keturunannya saja.Siapapun berhak berdakwah,di mana saja tempatnya.

Walau sudah tak ada lagi yang melanjutkan untuk mengisi pengajian di tempat dahulu Kiai Raden Abdullah berdakwah,hubungan antara keturunan Kiai Raden Abdullah dan para keturunan orang-orang yang dulu menjadi muridnya  tetaplah terjalin erat.Salah satunya adalah dengan tetap mengikuti muludan di Keraton Kasepuhan Cirebon yang diadakan setiap tahun sekali yang dijadikan sebagai ajang silaturohim.Hal ini dilakukan ketika K.H.R. Djunaedi mulai aktif di Keraton Kasepuhan,dan puncaknya ketika K.H.R Djunaedi menjadi penghulu atau ketua ulama Keraton Kasepuhan Cirebon.Sepeninggal K.H.R. Djunaedi,orang-orang tersebut beralih mengikuti Kiai Djumhur,penghulu Keraton Kasepuhan selanjutnya,yang tak lain adalah adik dari NY.Hj. Khuriah,istri K.H.R. Djunaedi.