Selasa, 26 September 2017

K.H. Bakri Bakir dan Nyai Hj. Mu'minah Abdul Jamil

K.H. Bakri Bakir dan Nyai Hj. Mu'minah Abdul Jamil

Googling alias searching-searching tentang tarekat,tiba-tiba saya menemukan nama Kiai Bakri (Kasepuhan),sebuah nama yang tidak asing di telinga saya.Itupun bukan di laman atau website dalam negeri,melainkan dari luar negeri.Tepatnya dari salah satu perpustakaan digital sebuah universitas terkemuka di negeri kangguru sana,alias Australia.Tulisannya otomatis dalam bahasa Inggris.He he,untungnya sedikit-sedikit saya bisa bahasa Inggris,jadi saya tidak terlalu sulit memahaminya.

Ternyata oh ternyata,nama yang dimaksud oleh buku digital yang bisa diakses dari manapun itu adalah nama Kiai Bakri Kasepuhan yang tak lain adalah Mbah Buyutku.Hem,ternyata Mbah Buyutku itu pimpinan tarekat toh,baru 'nyaho'sayanya.Beliau itu adalah pimpinan tarekat atau yang biasa disebut muqoddam atau mursyid.Nama tarekatmya adalah Tarekat Tijaniyyah.Beliau dibaiat menjadi muqoddam oleh Kiai Anas yang tak lain adalah kakak dari istrinya yang bernama Nyai Mukminah binti Kiai Abdul Jamil.

Dulu,saat saya masih kecil ibu sering cerita tentang Mbah Buyutku itu,tidak banyak tapi begitu berkesan.Katanya beliau itu orangnya tegas dan sedikit keras, terutama menyangkut hal-hal yang tidak sesuai menurut keyakinan agamanya.Maka dari itu beliau yang seringkali tidak kenal kompromi ini tidak disukai oleh pihak penjajah Belanda.Apalagi kumpulnya bersama ulama-ulama lainnya yang memang anti penjajahan Belanda seperti kakak-kakak iparnya Kiai Abbas,Kiai Anas,Kiai Akyas,dan Kiai Ilyas.Belum lagi kedekatannya dengan Kiai Anwarudin alias Kiai Krian yang tak lain adalah uwak dari istrinya.

Kiai Bakri buyutku itu ulama Keraton Kasepuhan Cirebon yang biasa menjadi imam dan khatib di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan Cirebon.Walau dari lingkungan keluarga keraton,tapi beliau tidak bergelimang harta,maklum saja,karena memang beliau,juga Kiai Bakir ayahnya atau Kiai Barowi kakeknya paling anti sama pemerintahan penjajah Belanda.

Leluhur Kiai Bakri dan juga anak cucunya secara turun temurun menjadi imam atau Khatib masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan.Kiai Bakri dan leluhurnya ini suka berdakwah secara berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya.Tak aneh juga jika di Purwakarta atau Karawang ada keluarga Kiai Bakri lainnya,yaitu saudara dari salah satu istri Kiai Bakir ayahnya yang memang berasal dari Karawang sana.

Kiai Bakri yang menikah dengan Nyai Mukminah putri dari Kiai Abdul Jamil Pesantren Buntet ini dikaruniai 10 orang anak,yaitu :
1.Kiai Masduki
2.Nyai Fathonah
3.Kiai Khafidz
4.K.H. Marzuki
5.Nyai Hj. Fatmah
6.Kiai Ghufron
7.K.H. Muqoyim
8.K.H. Ahmad Sholeh
9.Kiai Muslikh
10.K.H. Mahfudz

Kiai Masduki,K.H. Marzuki (Yai Juk),dan K.H. Makhfud (Yai Apu),adalah tiga anak laki-laki Kiai Bakri dan Nyai Mukminah yang kebetulan tinggal di Kasepuhan juga turut melanjutkan kebiasaan menjadi imam di masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan.Kebiasaan ini dilanjutkan kembali oleh cucunya,seperti oleh K.H.Hasan,Kiai Jumhur (Penghulu Keraton Kasepuhan),Kiai Sirojudin,Ustadz Anwar,Ustadz M. Nidzhom,Ustadz A. Qohar,dan beberapa cucu lainnya.
Hampir semua anak Kiai Bakri ini melanjutkan jejak dan langkah dakwah Kiai Bakri,tak terkecuali anak perempuannya.Cucu dan cicitnya juga tak sedikit yang turut melanjutkan kiprah dakwah kakek buyutnya tersebut.Sekarang ini rumah dan Mushola peninggalannya juga digunakan untuk kegiatan dakwah yang dikelola anak cucunya.Pesantren Darul Fikri,demikian nama lembaga dakwah yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial,yang letaknya tepat berada di belakang Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan Cirebon.

Oh ya,kalau saya yang menulis kisah ini,tidak bisa melanjutkan jejak dakwah Kiai Bakri seperti ibu saya yang jadi guru mengaji dan mubalighah,atau seperti saudara-saudara yang lainnya.Saya cukup menjadi 'juru tulis' atau 'juru cerita' yang menceritakan tentang kiprah leluhur kami dalam berdakwah,agar bisa dibaca oleh anak cucunya di manapun berada.