Rabu, 21 Juni 2023

Terbelenggu Doktrin Dzuriah Nabi

Dari saya kecil sampai besar,saya tahu jika ibu saya sangat mencintai dan begitu menghormati para habib dan habibah yang diklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.Saat saya tanya mengapa bisa begitu cinta dan hormat bahkan cenderung takut kualat,beliau hanya menjawab karena mereka keturunan Rosul dan umat Islam harus mencintai dan menghormati mereka tanpa syarat.Sepertinya beliau begitu takut akan kualat kalau membantah ajaran atau doktrin seperti itu.

Saya lihat cinta dan penghormatan ibu sangat berlebihan,bahkan cinta dan penghormatannya itu melebihi cinta dan hormat kepada kedua orangtuanya.Walau tidak setuju dengan apa yang dilakukan ibu,saya hanya diam karena tidak tahu harus bagaimana menyampaikan rasa ketidaksetujuan saya ini,maklum saya masih kecil dan tidak terlalu tahu banyak hal.Yang saya tahu,saya tidak setuju dan tidak akan pernah setuju dengan ajaran atau doktrin yang berlebihan tentang harusnya mencintai,menghormati,bahkan sampai mengorbankan banyak hal yang kadang merugikan diri sendiri tanpa mereka yang dianggap dzuriah Rosul itu mau perduli.

Ketika saya sudah besar,keyakinan ibu tentang ajaran itu masih melekat kuat.Namun sedikit demi sedikit,saya sampaikan ketidak setujuan saya dengan aneka alasan atau dasarnya.Masih agak sulit,namun sedikit demi sedikit pula akhirnya ibu mau berubah.Selain karena salah satu alasan yang saya jelaskan,juga karena didukung oleh kejadian yang betul-betul tidak mengenakkan yang dialami oleh ibu saya,yang dilakukan oleh oknum yang mengaku dzuriah Nabi.

Walau sudah sedikit berubah,namun ibu tetap pada keyakinannya.Bedanya sekarang tidak berlebih seperti dulu.Suatu hari saya dan ibu akhirnya terlibat kembali dalam percakapan mengenai dzuriah Nabi ini.Saya beri alasan tentang manusia sama di hadapan Allah SWT dan yang membedakan hanya taqwanya,ibu sudah tahu.Diberi tahu jika manusia yang yang mulia adalah manusia yang bagus akhlak dan paling berguna bagi sesama umatNya,ibu juga sudah tahu.Dikasih tahu jika Rosul berjanji akan menghukum anaknya jika bersalah dan menyamakan semua di hadapan hukum,ibu juga sudah tahu.Maklum saja,beliau itu guru ngaji Quran yang juga biasa mengisi ceramah di banyak tempat.

Susah juga meyakinkan orang yang sudah meyakini jika ajaran yang didapatnya adalah benar dan tidak perlu dipermasalahkan.Harus bagaimana lagi ini?.

Akhirnya,entah mengapa tiba-tiba saya teringat jika keluarga Keraton Cirebon dan Banten adalah keturunan Walisongo yang bernama Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.Saya juga teringat cerita ibu bila ayahnya adalah seorang lelaki keturunan Sultan Banten.Akhirnya saya pertanyakan kembali,bukankah ibu bercerita jika ayahnya ibu adalah keturunan Sultan Hasanudin yang tak lain adalah termasuk dzuriah Nabi?.Belum lagi nenek dan buyut ibu juga dikenal sebagai dzuriah Nabi yang sama-sama dari jalur  Sunan Gunung Jati,di mana buyut ibu saya adalah memimpin Pesantren Buntet yang punya ribuan santri.Mendengar pertanyaan saya itu,ibu terkejut dan tersenyum.Ya,selama ini beliau lupa atau memang sudah melupakan diri jika beliau adalah masuk golongan dzuriah Nabi.Akhirnya ibu sadar,jika selama ini apa yang diyakininya adalah salah.Ada sesuatu yang membuatnya berhenti berfikir dan mencari tahu pendapat lainnya.Ada sesuatu yang membuatnya terbelenggu pada doktrin dzuriah Nabi.Saya maklumi,karena ibu saya lahir di awal kemerdekaan di mana para habaib dari Yaman pada era kolonial adalah tergolong warga Arab,orang-orang yang dikelompokan sebagai orang yang lebih mulia dari warga pribumi.

Karena tahun-tahun ibu lahir hingga remaja adalah tahin-tahun penuh pancaroba,tak mungkin ibuencari tahu lebih banyak lagi tentang apa itu ahlul bait,dzuriah Nabi,juga apa itu habib dan habibah.Ketika ibu remaja hingga berumah tangga,dari tahun 1960 hingga tahun 1990an mencari referensi kajian ilmiah mengenai pembahasan tentang dzuriah Nabi itu sangat minim dan terbilang susah mencarinya,maka cuma satu doktrin itulah yang ibu dapat.Yang ibu dan masyarakat tahu saat itu adalah habib dan habibah yang berwajah Arab itu lebih mulia,sehingga beliaupun lupa akan darah yang mengalir di tubuhnya.

Tapi dari kejadian ini saya bangga sekali pada ibu dan ayahnya,serta keluarga besarnya.Saya bangga karena ayahnya ibu alias kakek saya yang seorang dzuriah Sultan Hasanudin yang bergaris nasab dari jalur laki-laki (pancer laki-laki) itu berarti memang tidak pernah mengajarkan pada anak-anaknya jika derajat mereka lebih tinggi,tidak pernah mengajarkan untuk minta dicintai,tidak pernah mengajarkan untuk minta dihormati,tidak pernah mengajarkan untuk  meminta-minta untuk kepentingan sendiri dengan membawa-bawa nama dzuriah Nabi.Saya bangga karena kakek saya mengajarkan jika manusia adalah sama di hadapan Allah SWT,tanpa memandang status pangkat,jabatan,harta dan nasabnya.Saya juga bangga pada ibu saya,karena beliau sudah menerapkan ajaran ayahnya,agar beliau tidak minta untuk dicintai dan dihormati,meminta untuk kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan dzuriah Nabi,dan juga tidak mengagung-agungkan nasab demi kepentingan pribadi lainnya.

Saya bersyukur,ibu saya akhirnya menyadari,jika semua manusia adalah sama di hadapan Allah SWT,seperti yang telah diajarkan oleh ayahnya,dan juga para leluhurnya terdahulu.Ya,kita semua adalah makhluk yang sama di hadapan Sang Pencipta,yang membedakan adalah iman dan taqwa,serta amal perbuatannya.