Kamis, 22 Juni 2017

Tiga Serangkai Ketiga (Terakhir)

Tiga Serangkai Ketiga (Terakhir)

(Persahabatan Antara Raden Raksa,Kiai Kriyan Dan Mbah Soleh)

Bila tiga serangkai pertama diisi oleh Kiai Ardisela,Mbah Muqoyim dan Mbah Raden Ardisela dan tiga serangkai kedua diisi oleh menantu Mbah Raden Ardisela yang bernama Raden Rangga Nitipraja,cucu menantu Kiai Ardisela yang bernama Kiai Ta'rif /Kiai Takrifudin dan cucu menantu Mbah Muqoyim yang bernama Kiai Muta'ad,maka tiga serangkai ketiga ini diisi oleh keturunan langsung dari ketiga serangkai pertama.Dari Mbah Raden Ardisela ada Raden Raksa yang merupakan cucunya,yaitu anak dari putrinya yang bernama Nyi Raden Aris yang menikah dengan Raden Rangga Nitipraja bin Raden Arungan.Kiai Ardisela Buntet diwakili oleh cicitnya yang bernama Kiai Anwarudin atau Kiai Kriyan.Sementara Mbah Muqoyim diwakili oleh cicitnya yang bernama Mbah Soleh.

Kiai Kriyan adalah kakak ipar Mbah Soleh,karena Kiai Kriyan menikah dengan kakak Mbah Soleh.Raden Raksa dan Mbah Soleh juga kakak dan adik ipar,karena keduanya menikah dengan kakak beradik putri dari Kiai Ta'rif dari Pesantren Pemijen.Selain sebagai kakak dan adik ipar,keduanya juga di kemudian hari menjadi besan,di mana dua putri Raden Raksa ada yang menikah dengan putra dari Mbah Soleh.

Raden Raksa melanjutkan tugas ayahnya berkecimpung di dunia pekerjaan yang masih ada kaitannya dengan Keraton Kasepuhan,Kiai Krian menjadi Mufti atau penghulu di Keraton Kasepuhan,dan Mbah Soleh menjadi ulama.Walau sibuk dengan urusan masing-maaing,namun ketiganya tidak melupakan cita-cita dan perjuangan leluhurnya.Diketahui jika Raden Raksa dan Ki Krian turut serta membantu akan kelangsungan Pesantren Benda yang didirikan oleh Mbah Soleh tersebut.

Selain ketiganya,masih banyak ulama dan pejuang lain yang ikut bekerja sama.Pesantren Buntet saat itu dipimpin oleh Kiai Abdul Jamil,Pesantren Benda Kerep didirikan oleh Mbah Soleh,dan Pesantren Gedongan didirikan oleh Kiai Said.Pesantren Buntet yang didirikan oleh Mbah Muqoyim yang dibantu oleh Kiai Ardisela Buntet dan Mbah Raden Ardisela memang semakin banyak melahirkan pesantren dan ulama-ulama baru.

Tuk Karangsuwung masih menjadi basis perjuangan,tapi tidak menjadi basis utama seperti saat masih dipimpin oleh Mbah Raden Ardisela atau Raden Rangga Nitipraja.Rupanya semua ini dikarenakan Belanda sudah mencium gelagat yang mencurigakan  dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang keluar masuk ke Tuk Karangsuwung,sehingga orang yang keluar masuk ke wilayah ini selalu diperhatikan dan tak jarang diinterogasi oleh penjajah.Puncaknya adalah ketika para ulama yang dimotori Mbah Soleh,Kiai Said dan Kiai Abdul Jamil mengeluarkan Fatwa Ciremai yang dikhawatirkan mengganggu jalannya pemerintahan di bawah penjajahan.Tuk Karangsuwung benar-benar sudah tak aman lagi untuk para pejuang berkumpul.

Tak hanya Tuk Karangsuwung,Pesantren Buntet juga rupanya sudah menjadi tempat yang dicurigai oleh Belanda,sehingga gerak-gerik orang yang keluar masuk tempat ini juga selalu diperhatikan.Tuk Karangsuwung sedikit demi sedikit sudah tak lagi menjadi basis utama dalam menyusun strategi perjuangan oleh para pejabat Kesultanan Kasepuhan dan Kanoman,ulama dan pejuang lainnya.Tiga Serangkai pada akhirnya berakhir,namun perjuangan dalam melawan penjajah tetap berlanjut.Karena di kemudian hari ada anak-anak Kiai Abdul Jamil,Raden Raksa,Mbah Soleh,Kiai Said,dan ulama lainnya yang terus menggelorakan gerakan perlawanan terhadap penjajah.