Sabtu, 17 Juni 2017

Jalan Kereta Api,Jalan Penghubung Tuk dan Karangsuwung

Jalan Kereta Api,Jalan Penghubung Tuk Karangsuwung dan Karangsuwung

Setelah beberapa lama tinggal di Karangsuwung,akhirnya Mbah Raden Ardisela memilih untuk tinggal di daerah Karang Panas atau Sida Parta yang sekarang ini lebih dikenal dengan nama Desa Tuk Karangsuwung.Di Tuk ini akhirnya beliau membangun rumah dan hidup bersama istri dan kedua orang anak perempuannya.

Saat Mbah Raden Ardisela pindah ke Tuk belum ada jalan kereta api seperti sekarang ini,sehingga antara Karangsuwung dan Tuk masih merupakan satu wilayah yang tak terpisah dan masih menyatu, tak seperti setelah ada jalan kereta api.Ketika itu perjalanan dari Karangsuwung dan desa-desa lainnya di sekitar Karangsuwung menuju Tuk,Sindang Laut atau Cirebon biasanya melalui jalan umum yang sekarang ini sudah berganti menjadi jalan kereta api.Jarak yang ditempuh dari jalur ini memang lebih dekat dan bisa mempersingkat waktu tempuh.

Di jalan yang menghubungkan Tuk dan Karangsuwung ini terdapat sebuah sungai yang mengalir dari arah Gunung Ciremai menuju Laut Cirebon.Penduduk biasanya melewati jembatan di atas sungai yang menghubungkan bagian induk desa (Karangsuwung) dan bagian anak desa (Tuk).Keberadaan sungai yang sekarang ini berada di bawah jembatan kereta api, saat itu terbilang bersih dan seringkali digunakan untuk mandi,mencuci pakaian dan aneka perabot rumah tangga,dan lain sebagainya.

Jalan kereta api Cirebon yang melintasi Tuk Karangsuwung dan Karangsuwung ini baru dibangun sekitar tahun 1888 hingga 1900 an,puluhan tahun setelah Mbah Raden Ardisela wafat.Saat itu pihak Belanda hanya meminta tanah penduduk tanpa memberikan ganti rugi.Setelah ada jalan kereta api ini,antara Tuk dan Karangsuwung masih tetap menjadi satu desa yaitu Desa Karangsuwung namun dengan keadaan wilayah yang terpisah.Rumah-rumah penduduk yang semula ada di seberang sungai akhirnya dipindahkan ke bagian Tuk dan tanahnya dirubah menjadi perkebunan atau persawahan.

Keadaan terpisah antara Tuk dan Karangsuwung ini berlangsung hingga berpuluh tahun lamanya.Kalau ingin berjalan kaki ke desa induk,biasanya masyarakat Tuk lebih memilih jalan kereta sebagai jalan utama karena lebih dekat dan lebih cepat sampai.Tapi jika naik sepeda,motor,dokar,atau mobil,biasanya akan menempuh jalur berputar melewati desa-desa lainnya,melewati beberapa desa di sekitarnya seperti Leuwidingding dan Picungpugur (selatan) atau Lemahabang dan Sarajaya (utara).Karena dinilai kurang efektif secara lokasi dan administrasi,maka akhirnya Desa Karangsuwung ini dimekarkan menjadi dua desa sekitar tahun 1980 an,yaitu menjadi Desa Karangsuwung dan Desa Tuk Karangsuwung.