Tuk (Depok),Tempat Musyawarah Para Pejuang
Tuk yang dulu masih merupakan bagian dari Desa Karangsuwung dan yang lebih dikenal dengan sebutan Depok (merupakan kependekan dari kata wong gede ngelompok atau padepokan),memang sudah sejak lama dijadikan sebagai tempat pertemuan untuk melakukan musyawarah yang diselenggarakan oleh para pembesar Kesultanan Kasepuhan dan Kanoman,ulama dan pejuang.Dari tempat inilah lahir aneka strategi dakwah dan rencana perlawanan terhadap penjajah Belanda.
Saat Mbah Raden Ardisela dan Mbah Muqoyim masih hidup,kedua orang inilah yang menjadi penggerak utama pertemuan untuk melakukan musyawarah.Ketika Mbah Raden Ardisela dan Mbah Muqoyim sudah tak ada,Tuk tetap menjadi tempat musyawarah para ulama dan pejuang,termasuk oleh para keturunan Mbah Raden Ardisela dan Mbah Muqoyim yang memang secara turun temurun mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk memimpin.
Awalnya Tuk adalah tempat yang aman dan tak mudah diendus oleh pihak penjajah sebagai tempat pertemuan para pembesar Kesultanan Kasepuhan dan Kanoman,para ulama dan pejuang lainnya.Tetapi lama-kelamaan pihak penjajah akhirnya berhasil mengetahui juga keberadaan Tuk sebagai basis perjuangan untuk melawan mereka.Semenjak itulah pihak musuh mulai mengawasi Tuk dengan ketat.Saat pemberontakan terjadi,hampir setiap orang yang keluar masuk wilayah ini dicurigai dan diinterogasi.Para penduduk atau tamu yang hendak berkunjung ke wilayah ini diperiksa dengan ketat,terutama para lelakinya.
Lambat laun akhirnya Tuk tak lagi dijadikan sebagai tempat musyawarah para pejuang dari berbagai wilayah.Kalaupun ada pertemuan,biasanya hanya dihadiri oleh ulama dan pejuang yang berada di sekitarnya saja.Pesantren-pesantren yang baru bermunculan pada akhirnya menggantikan posisi Tuk sebagai tempat musyawarah.Di era tahun 1900 an M,Tuk nyaris menjadi tempat berbahaya untuk para pejuang,karena pengawasan yang dilakukan oleh penjajah begitu ketat,baik terhadap keluarga Tuk maupun para tamu yang keluar masuk daerah ini.